Meski dimabuk asmara, keduanya tetap tahu batasan. Tak ingin masa remaja yang indah ini berubah menjadi malapetaka.
Di bawah teduhnya langit sore, Aris meminta pada Mira untuk mendoakan dirinya dalam kompetisi cerdas cermat antar SMA yang akan dilaksanakan esok hari di sekolah lain.
"Doain ya Mir, semoga kompetisi besok lancar."
"Iya Ris, aku pasti doain kamu. Berarti besok kita ngga ketemu dong?"
"Siapa bilang? Dari sana, aku balik kok ke sekolah. Jemput kamu."
"Beneran ya! Aku tunggu kamu di gerbang sekolah."
Aris menyodorkan jari kelingkingnya, sebagai tanda dirinya berjanji. Mira pun tersenyum, ikut menyodorkan jari kelingkingnya. Kini mereka sudah kait jari, yakin bahwa janji tak mungkin dilanggar.
Namun keesokan harinya, tak disangka takdir berkata lain. Mira sudah menunggu Aris hampir seharian, tapi kekasihnya itu tak kunjung hadir juga. Hingga Alia yang telah menyalin seragamnya dengan pakaian rumah, berlari ke arah Mira.
"Alia, ngapain lari-lari begini?"
Dengan nafas tersengal, Alia berusaha berbicara. "Udah Mir.. Jangan tunggu Aris! Dia ngga bakal dateng. Aris..... Aris....."
"Aris kenapa, Al ?"