Semua murid berdiri, bersiap memberi salam kepada Bu Ratih yang melangkah kian mendekat pada meja guru di depan sana. Setelah salam pagi kompak diucapkan, semua murid pun kembali duduk. Sedangkan kedua mata guru matematika itu tertuju kepada Mira.
"Mir, ke mana seragam mu?"
"Hmm.. Masih.... masih belum kering, Bu."
"Oh, ya sudah." diiringi senyum Bu Ratih tak memperpanjang kalimatnya. Beliau lantas memberi komando untuk memulai pelajaran.
Lima belas menit berjalan, seorang remaja lelaki tampan mengetuk pintu kelas. Membuat semua mata tertuju padanya. Sambil senyam-senyum, Aris membungkuk permisi melangkah menghampiri Bu Ratih.
"Maaf telat, Bu." sembari cium tangan pada bu guru.
"Kenapa telat?"
"Ban motor saya bocor, Bu."
"Hmm, sudah sana duduk!" titah Bu Ratih yang diangguki saja oleh Aris.
Lelaki itu pun melangkah menuju mejanya sendiri. Dan kedua pasang mata itu beradu, menyiratkan arti yang mendalam. Debar yang tak karuan, merasuk ke dalam hati Mira kala sang kekasih melemparkan senyumnya. Mira hanya dapat tersipu malu di tempatnya membalas senyuman Aris.
Hari demi hari, minggu demi minggu terasa begitu manis. Sepulang sekolah, Mira dan Aris sering jalan bersama. Di atas vespa biru itu, cinta kian bertumbuh. Setia mengantar mereka menyusuri romantisnya jalanan kota Jakarta tahun 1995.