Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Rona Bahagia di Usia Senja

6 Februari 2024   21:23 Diperbarui: 6 Februari 2024   21:40 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://id.pngtree.com

Pria tua itu masih saja memandang ke arah Arlita. Memperhatikan berkali-kali dengan saksama. Seolah tak ingin melepaskan pandangannya, tak ingin kehilangan sedetik pun momen untuk dapat menatapnya lebih jelas.

Sementara gadis dengan seragam pramusaji itu telah cukup lama beranjak dari meja beliau, menghampiri meja lain untuk melaksanakan tugas berikutnya.

"Ta, bapak itu ngelihatin kamu terus." bisik seorang kawan padanya, sambil mengarahkan pandangan Arlita kepada pria yang rambutnya tampak mulai memutih itu.

"Masa sih?"

"Beneran Ta, sekarang saja dia nunduk. Dari tadi gue perhatiin matanya ngikutin gerak-gerik lo terus."

Mendengar hal itu, Arlita hanya mengerutkan dahi. Ia tak ingin memikirkan apa pun saat ini. Hingga akhirnya ia harus kembali ke meja pria tua yang bernama Rendra itu, untuk mengantar pesanan yang menyusul.

Diiringi senyum dan sapa, Arlita menurunkan semangkuk krim sup di atas meja Rendra.

"Tunggu! Sebentar... Saya mau tanya."

Baca juga: Dua Kakek Bersepeda

"Oh, iya Pak. Ada lagi yang bisa Saya bantu?"

"Bukan. Hmm... Maaf, namamu Arlita?" tanya beliau ramah, dengan mata yang sempat melirik pada name tag di dada kiri Arlita.

"Betul Pak."

"Kamu mirip sekali dengan teman lama Saya. Tapi, Saya rasa harusnya sekarang dia juga sudah tua. Hampir sama usianya dengan Saya."

"Oh, hehehe." Arlita tampak heran namun tetap berusaha tersenyum. "Maaf Pak, Saya masih harus mengantar pesanan."

"Oh, iya iya. Maaf ya nak. Silahkan teruskan kerjaannya."

Arlita mengangguk dan tersenyum sekali lagi. Gadis itu langsung disibukkan dengan tugas lainnya. Bermenit-menit kemudian baru terlintas dalam ingatannya bahwa selama ini keluarga besarnya selalu mengatakan bahwa wajahnya sangat mirip dengan mamanya kala muda dulu. Bahkan mungkin bukan hanya sekedar mirip, tapi wajah Arlita sekarang adalah wajah mamanya puluhan tahun lalu.

Lantas dari tempatnya Arlita memanjangkan leher ke arah meja pria tua itu, namun ia tak mendapatinya. Rendra telah pergi dari restoran itu.

Sampai di rumahnya Arlita tak sempat menceritakan kejadian tadi sore kepada mamanya. Gadis itu kelelahan hingga lupa untuk bercerita. Dan keesokan harinya, ia terkejut karena Rendra datang kembali ke restoran. Kali ini khusus, hanya untuk menemui dirinya.

"Bapak cari Saya? Maaf ada apa, Pak?"

"Maaf nak, kalau Saya ganggu. Apa nama ibumu... Mirna?"

Arlita tertegun, dengan gamblangnya pria tua itu menyebut nama mamanya. Dengan tatapan kosong, gadis itu mengangguk. Sedangkan Rendra tersenyum senang. Puas rasanya mendapat jawaban atas rasa penasaran yang semalaman menderanya.

Kebetulan jam kerja Arlita sudah hampir selesai. Rendra memutuskan untuk menunggu agar mereka dapat berbincang lebih banyak.

Kini keduanya telah saling bercerita. Rendra yang telah lama menduda, mengatakan bahwa ia sangat ingin bertemu dengan Mirna. Arlita pun juga sudah bercerita bahwa lima bulan yang lalu papanya baru saja dipanggil pulang oleh Yang Maha Kuasa. Rendra dan Arlita akhirnya sepakat mengatur pertemuan antara Rendra dengan Mirna.

Tiga hari kemudian, waktunya Arlita mendapat waktu libur. Ia pun mengajak sang mama untuk sekedar jalan-jalan dan makan di mall. Tentu saja Mirna menyambut senang ajakan anak gadisnya itu.

Keduanya pun pergi tanpa kedua kakak tiri Arlita. Ya, Arlita memiliki dua kakak tiri dari almarhum papanya. Dulu Mirna menikah dengan seorang duda, di usia Mirna yang sudah hampir kepala tiga.

Sampai di sebuah kedai makan, Arlita dan Mirna telah duduk menunggu pesanan mereka diantar. Namun betapa terkejutnya Mirna saat Arlita meninggalkannya ke toilet, sosok Rendra telah hadir di hadapannya. Pria itu tersenyum memperhatikan setiap sudut wajah Mirna yang kini telah berusia lima puluh dua tahun. Cukup banyak perubahan sejak terakhir kali mereka bertemu tiga puluh tahun lalu. Jauh sebelum Mirna menikah.

Tak lama, rona bahagia tersirat pula di wajah Mirna saat menyadari ini adalah kenyataan. Bukan mimpi dirinya dapat bertemu Rendra kembali. Cinta matinya kini ada di depan mata. Malaikat pun tersenyum, siap melaksanakan tugasnya mempersatukan dua insan itu di usia senja. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun