Mohon tunggu...
Novi Anggun
Novi Anggun Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Suka menulis

Seorang ibu dengan dua anak yg suka menulis. Bukan penulis, aku hanya suka menulis. Menulis apapun yg ada di dalam hati dan fikiranku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerbung, Hati yang Terluka 3

31 Desember 2018   14:59 Diperbarui: 31 Desember 2018   15:29 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya

Sunyi dan gelap menyambut saat Adit tiba di apartemennya yang mewah. Sudah dua tahun Adit memilih untuk tinggal di apartement supaya lebih dekat dengan kantornya yang terletak di pusat kota. Ia lalu menyalakan saklar lampu dan langsung merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengah. Ia biarkan pikirannya melayang entah kemana hingga bermuara pada satu nama yaitu Rena. Nama yang akhir-akhir ini selalu mengisi otak dan pikirannya. 

Rena....entah kenapa aku terus memikirkannya. 

Bagi Adit, Rena adalah tipikal perempuan sederhana yang sangat cerdas dan mandiri. Ia tak secantik perempuan yang pernah ia kenal selama ini. Tapi, gadis itu sangatlah menarik. Kecerdasan selalu terpancar dari kedua bola matanya yang berwarna coklat, saat Ia sedang menjelaskan sesuatu. Hal itulah yang membuatnya tak pernah bosan memandang gadis itu. 

Apa ini yang di namakan cinta? 

Adit sendiri tak tahu harus mengartikan perasaan yang Ia rasakan saat ini. Perasaan aneh saat bertemu. Jantung berdegup kencang saat tanpa sengaja menatap mata gadis itu. Juga perasaan rindu saat tak bertemu dengannya. 

Ah. Apa iya aku jatuh cinta sama Rena. 

Biasanya kalau sedang naksir seseorang, Adit suka melihat dari kecantikan perempuan itu. Sangat berbeda dari kekaguman yang Ia rasakan terhadap Rena seperti saat ini. 

Argh....entahlah. 

Di tengah lamunannya, Adit tanpa sadar mengetikkan sebuah pesan kepada Rena. 

***

Di rumah kontrakanya Rena duduk melamun di sebuah kursi rotan sambil menikmati secangkir teh melati favoritnya. Pikirannya benar-benar kacau sejak bertemu dengan Andre siang tadi yang ternyata adalah kliennya. Rena masih tak percaya akan bertemu dengan lelaki yang udah menyakiti hatinya di tempat ini. 

Argh...kenapa harus dia sih? 

Rena heran. Bagaimana lelaki itu masih sanggup memporak-porandakan hatinya hanya dengan berjumpa lelaki pengkhianat itu? Sudah dua tahun berlalu sejak mereka berpisah, tapi entah kenapa Ia masih seperti ini. Rena menepuk dahinya, merasa bodoh setiap kali memikirkan lelaki itu. 

"Hei, bengong aja. Kesambet lho ntar." 

Rena terkesiap. Ia mendongak dan mendapati Sandra, teman satu kontrakanya sudah ikut duduk di sebelahnya. 

"Ada apa? Lagi ada masalah ya?" Kata Sandra lagi. 

"Enggak." Sahut Rena singkat.

"Bohong. Pasti ada sesuatu. " Kata Sandra dengan tatapan penuh selidik. 

Rena menghela nafas panjang dan menghembuskanya secara perlahan. 

"Kamu tahu aku tadi habis ketemu sama Andre."

"Hah? Andre? Andre pacarmu itu?"ucap Sandra seolah tak percaya. 

"Mantan...Pacar." tegas Rena dengan nada ketus. 

"Eh...iya iya sory.  Mantan maksudnya." Kata Sandra sambil cengengesan. 

"Ketemu di mana? Kapan?" Tanya Sandra antusias 

"Tadi siang di cafe. Andre ternyata klien yang proyeknya sedang aku garap." Kata Rena dengan nada sedih.

"Waduh...terus gimana?" 

"Yah..mau gimana lagi, San. Mau gak mau aku harus kerja sama bareng dia. Males banget gak sih?" 

"Ya sih, bagaimana pun juga kamu harus bersikap profesional, Ren." 

"Itu dia yang bikin aku kepikiran terus, San. Setelah apa yang udah ia lakukan sama aku, apa mungkin aku bisa bersikap baik padanya?" 

"Loh kok kamu masih sakit hati sih? Bukannya kamu udah maafin dia ya?" 

"Ya emang aku udah maafin Andre tapi tetep aja kan, San aku masih belum bisa melupakan bagaimana perlakuan dia sama aku. " 

"Ya aku ngerti memang sulit. Tapi mau gak mau kamu harus hadapin ini, Ren. Toh, kamu gak akan bisa menghindar. Justru ini kesempatan buat kamu tunjukkin ke Andre kalau kamu bisa lebih baik tanpa dia." 

Rena hanya tersenyum pasrah. Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata telpon dari Adit. 

"Hallo, Mas Adit. "Sapa Rena ramah. 

"Halo Rena. Sory ganggu istirahat kamu. Aku cuman mau mengingatkan besok tolong kamu siapkan berkas kerja sama dengan Mr Peter ya?" Ucap Adit di seberang sana. 

"Oh, iya Mas Adit. Berkas untuk Mr. Peter sudah selesai, Kok. Besok tinggal saya cetak aja."

"Oke, Ren. Makasih ya? Kamu memang sekertaris yang selalu bisa aku andalkan." Kata Adit membuat Rena sedikit bangga. 

"Oh, iya Mas. Terima kasih." Kata Rena sambil tersenyum.

"Kamu lagi ngapain, Ren?"

"Lagi ngobrol aja nih Mas sama Sandra di kontrakan." 

"Oh gitu. Ganggu dong."

"Enggak kok, Mas Adit. Kapanpun Mas Adit perlu, Mas Adit bisa telpon saya kapan aja." 

"Oke, Rena. Thanks ya? Kamu udah makan belum?" 

"Belum, Mas. Mas Adit udah makan?" 

"Udah, Ren. Barusan aja. Kamu jangan lupa makan ya Ren. Inget maag mu yang suka kambuh kalo telat makan." 

"Eh ...Iya Mas Adit. Makasih udah ngingetin." Perhatian Adit membuatnya agak sedikit canggung. 

"Oke, Rena. Ya udah, deh , Kamu lanjutin  ngobrol sama Sandra nya. Sekali lagi maaf ganggu " 

"Iya, Mas Adit. Selamat malam." Ucap Rena lalu memutuskan sambungan teleponnya. 

"Bos kamu ya yang nelpon?Perhatian banget pake nanya udah makan apa belum?" Goda Sandra sambil mengedipkan matanya.

Rena mengangguk.

"Emang salah ya kalau bos perhatian sama anak buahnya?" 

"Ya, ada something aja kalau aku lihat gerak-geriknya Mas Adit ke kamu." Kata Sandra sambil menyenggol lengan Rena.

"Ah jangan suka bikin gosip deh. Aku sama Mas Adit cuma partner kerja dan ga lebih." 

"Kalau iya juga gak apa-apa kali, Ren. Kalian kan masih sama-sama sendiri jadi ya sah-sah aja."goda Sandra lagi. 

"Ngaco kamu, Ah. "

"Eh...kenapa kamu ga coba buka hati buat Mas Adit, Ren. Cute juga Thu Mas Adit." 

Rena hanya tersenyum tipis. Berusaha menyembunyikan debar jantung yang tanpa sadar Ia rasakan. 

Masak sih Mas Adit punya perasaan ke aku? 

Selama dua tahun menjadi sekretarisnya cukup membuat Rena memahami bosnya itu. Adit adalah tipikal seorang pemimpin yang sangat ramah, rendah hati, dan berpikiran terbuka. Jadi menurutnya, perhatian Adit terhadapnya itu merupakan hal yang wajar. 

Tapi Rena sadar, sudah beberapa hari ini Adit jadi lebih perhatian kepadanya. Ia sering menghampiri mejanya, mengajaknya makan siang bersama, mengobrol tentang hal yang remeh remeh, atau hanya sekedar menanyakan kabarnya. Bahkan, Rena pernah beberapa kali memergoki Adit tengah menatapnya diam-diam. 

Apa iya seorang bos seperti Adit menyukai aku, perempuan yang biasa-biasa saja? 

Entahlah....

Rena tahu itu. Tapi, Ia tak mau berharap terlalu banyak. Karena Ia tak mau hatinya kembali terluka karena cinta. 

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun