Mohon tunggu...
Novi Anggun
Novi Anggun Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Suka menulis

Seorang ibu dengan dua anak yg suka menulis. Bukan penulis, aku hanya suka menulis. Menulis apapun yg ada di dalam hati dan fikiranku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerbung: Hati yang Terluka 2

10 Desember 2018   17:04 Diperbarui: 10 Desember 2018   17:07 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita sebelumnya

Menjelang pukul dua siang, mobil yang Adit akemudikan memasuki pelataran sebuah Cafe yang menjadi lokasi meeting. Cafe siang itu ramai. Seorang pelayan yang berdiri di depan pintu menyambut mereka dengan senyuman ramah. 

"Untuk berapa orang?" Tanya pelayan cafe itu sambil terus tersenyum. 

"Kami ada janji dengan Pak Andre Wijaya dari PT Segar Sari." 

"Oh silahkan Pak, beliau sudah datang." 

Nama yang barusan di sebut Adit membuat Rena terpaksa mengernyitkan keningnya. 

Andre Wijaya?

Kenapa nama kliennya itu bisa sama persis dengan nama pria masa lalu nya? Ah, tapi kan banyak orang yang memiliki nama yang sama? Rena berusaha menghibur diri sambil terus melangkah masuk mengikuti pelayan tadi. Sampai Ia benar-benar melihat sosok itu. Sosok lelaki jangkung dan berkulit putih yang sedang duduk manis di pojok cafe. 

Oh tidak! Kenapa dia? Jika ada orang yang tak ingin Ia temui saat ini, dialah orangnya. Tapi, Ia tahu hal itu tak mungkin terjadi, pertemuan itu tetap harus di hadapinya. Rena menghela nafas panjang agar lebih ringan dan tenang. 

"Selamat siang, Pak Andre. Maaf kalau membuat Anda menunggu terlalu lama." Sapa Adit ketika sudah berada di meja pria itu. 

"Siang Pak Adit. Ah enggak kok pak saya juga baru aja datang."

Pria itu tersenyum sambil berdiri dan menjabat tangan Adit. Saat itu Ia belum menyadari sosok perempuan yang berdiri di sebelah Adit. 

"Oh iya kenalkan ini Rena, sekertaris saya." 

Andre mengalihkan fokus tatapanya dari Adit ke Rena. Dan detik itu juga seolah waktu berhenti berputar. Rena merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. 

"Rena?" Andre menyebutkan namanya lirih. 

Rena mengangguk dan tersenyum. 

"Hallo, Pak Andre. Apa kabar," sapa Rena berusaha riang. 

"Baik. Kamu?" 

"Seperti yang Pak Andre lihat." 

Adit menatap Mereka secara bergantian. 

"Loh, kalian sudah saling kenal?" 

Rena mengangguk. 

"Iya. Ketika masih di Malang dulu." Rena menahan diri agar suaranya tak terdengar bergetar. 

Selanjutnya mereka terlibat obrolan yang serius mengenai konsep dan tehnik pembuatan iklan makanan kaleng itu. Hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat dan Adit mengakhiri presentasinya. 

"Ok, Pak Adit. Saya tertarik dengan konsep yang anda tawarkan, tapi untuk itu saya harus membicarakan dulu dengan direksi lainnya."

"Baik, Pak. Kami akan tunggu keputusanya." Kata Adit. 

Setelah itu, Adit mengajak Rena berpamitan Rena menghela napas lega. Akhirnya penderitaanya telah berakhir. Ketika mereka sudah di dalam mobil, Adit menilik sekilas ke arah arlojinya. 

"Rena, kita langsung pulang aja ya udah tanggung juga bentar lagi udah jam pulang." 

"Tapi Mas, saya kan masih harus nyelesaikan laporan hasil meeting tadi." 

"Ah itu sih bisa kamu kerjakan di rumah nanti, ga perlu di kantor. Aku antar kamu sampai rumah ya?" 

Rena hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. 

***

Di dalam mobil, Rena lebih banyak diam. Gadis itu tampak sedang melamun sambil memandang keluar jendela. Entah apa yang sedang Ia pikirkan. Apa ini ada hubungannya dengan Andre? Dari ekspresi mereka saat bertemu tadi sepertinya ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. 

"Kamu nggak apa-apa, kan? Dari tadi melamun terus?" 

"Eh, nggak apa-apa kok, Mas. " Jawab Rena sambil tersenyum tipis. 

Adit merasa ada sesuatu yang sedang di sembunyikan dari gadis itu. 

"Kamu sudah lama kenal dengan Pak Andre?" 

"Cukup lama." 

"Hei jangan -jangan kalian punya hubungan spesial ya?" Goda adit dengan matanya yang jenaka. 

Rena terdiam sesaat. Lalu, mengalihkan pandangan ke luar jendela. 

"Kami berteman dekat. Tapi itu dulu." Jawab Rena kemudian. 

Adit manggut-manggut. Lalu suasana kembali hening. Adit merasa tak pantas untuk menanyakan yang lebih jauh lagi. 

***

"Terima kasih ya, Mas. Sudah mengantar.  Maaf udah ngerepotin."Rena mengatakannya dengan sangat sopan. 

"Ah, gak perlu begitu. Ini hal yang wajar kok. Kamu di sini tinggal sama siapa Rena?"

"Ada teman saya Mas. Namanya Sandra. Mau mampir?"

"Eh gak usah. Makasih, Rena. Lain kali aja, aku masih ada urusan."

"Ok Mas. Hati-hati ya?" Ucap Rena sambil tersenyum manis dan memandangnya lembut. 

Seketika itu juga dada Adit berdesir, perasaan aneh yang sudah lama tak Ia rasakan mulai muncul kembali sejak Dea, tunangannya meninggal karena kecelakaan lalu lintas lima tahun lalu.

Bersambung..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun