2. Keterampilan Mendengarkan Aktif
Salah satu elemen kunci dari komunikasi terapeutik yang terlihat dalam pengamatan ini adalah keterampilan mendengarkan yang aktif. Tenaga kesehatan tidak hanya mendengar keluhan pasien, tetapi juga menanggapi dengan pertanyaan lebih lanjut yang mendalam, menunjukkan perhatian penuh pada apa yang pasien katakan. Ketika salah satu pasien mulai menceritakan gejala yang dirasakannya, tenaga kesehatan memberi jeda yang cukup lama untuk memastikan bahwa pasien merasa didengar, tanpa adanya gangguan atau interupsi.
3. Bahasa Tubuh yang Positif
Selama konsultasi, bahasa tubuh tenaga kesehatan menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap pasien. Dalam kedua sesi, tenaga kesehatan menjaga kontak mata yang cukup dengan pasien, serta menggunakan gerakan tubuh yang menunjukkan perhatian, seperti mengangguk atau sedikit membungkuk ke arah pasien. Hal ini menciptakan suasana yang lebih hangat dan menunjukkan bahwa tenaga kesehatan benar-benar berfokus pada pasien, bukan sekadar rutinitas medis semata.
4. Empati dan Dukungan Emosional
Empati sangat terlihat dalam interaksi antara tenaga kesehatan dan pasien. Ketika pasien menyampaikan keluhan yang menunjukkan kekhawatiran atau kecemasan, tenaga kesehatan memberikan respons yang menenangkan. Misalnya, saat seorang pasien mengungkapkan rasa khawatir tentang hasil pemeriksaan yang belum diketahui, tenaga kesehatan dengan sabar menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang ada dan mengingatkan pasien untuk tetap tenang dan menunggu hasilnya. Sikap empati ini tidak hanya membuat pasien merasa dihargai, tetapi juga mengurangi kecemasan yang sering kali mengiringi kunjungan pemeriksaan.
5. Kesulitan dalam Komunikasi
Namun, meskipun interaksi berlangsung dengan baik, ada beberapa tantangan yang dapat mengganggu komunikasi terapeutik di klinik ini. Salah satunya adalah keterbatasan waktu. Setiap konsultasi berlangsung sekitar 15 hingga 20 menit, yang terkadang tidak cukup untuk menggali seluruh keluhan pasien secara mendalam. Beberapa pasien dengan masalah medis yang kompleks mungkin merasa terburu-buru dan tidak dapat menyampaikan seluruh keluhannya. Hal ini dapat mengurangi efektivitas komunikasi terapeutik, karena pasien merasa belum sepenuhnya didengar.
Selain itu, meskipun dokter sudah cukup empatik, masih ada pasien yang merasa malu atau cemas untuk mengungkapkan semua gejala mereka secara terbuka. Ini merupakan tantangan dalam komunikasi, karena dalam situasi tersebut, tenaga kesehatan harus lebih kreatif dan berusaha menciptakan ruang yang lebih nyaman agar pasien merasa aman untuk berbicara.
Kesimpulan
Pengamatan terhadap komunikasi terapeutik di Klinik Brawijaya Banyuwangi pada tanggal 13 November 2024 menunjukkan bahwa dokter dan tenaga kesehatan lainnya sudah menerapkan prinsip-prinsip komunikasi terapeutik dengan cukup baik. Pengenalan diri yang jelas, keterampilan mendengarkan aktif, empati, dan bahasa tubuh yang positif sangat membantu dalam menciptakan hubungan yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien. Namun, tantangan terkait waktu terbatas dan kecemasan pasien yang tidak terbuka sepenuhnya tetap menjadi kendala yang perlu diatasi.