Mohon tunggu...
Novia Ayya Shofia
Novia Ayya Shofia Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswi

Mahasiswi Tadris Biologi IAIN Kudus 2019

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perbedaan Respon Masyarakat terhadap Larangan Salat Jumat di Masa Pandemi Covid-19

3 Juni 2020   22:00 Diperbarui: 4 Juni 2020   06:45 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak terjadinya wabah covaid-19 yang muncul di Wuhan, China pada akhir Desember 2019 waktu itu. Ternyata wabah virus corona ini mempunyai tingkat penyebaran yang sangat tinggi sehingga wabah ini menyebar bahkan hampir menyeluruh ke semua Negara khusunya di Indonesia sendiri. 

Hal ini sangat mengancam Kesehatan manusia bahkan sampai ketingkat kematian disebabkan karena proses penularan yang begitu cepat. Keresahan, dan kegelisahan masyarakat bermunculan bahkan sampai terjadinya perdebatan. Virus ini begitu cepat untuk menulari.

 Tidak memandang kelas sosial. Akibat pandemi ini seluruh lapisan sosial juga mengalami hal yang serupa, tanpa terkecuali. Semua diharuskan untuk berdiam diri. Jika dibandingkan situasi krisis saat ini dengan produk pandemi tidaklah serupa dengan berbagai krisis ekonomi yang mendahuluinya. 

Dimana akibat krisis pandemi terjadi dan memiliki karakteristik berbeda. Krisis yang terjadi saat ini sangat merugikan rakyat sekitar. Ketika sistem eknomi tengah berjalan seperti biasanya. Keguncangan fundamental ekonomi terjadi, karena keharusan untuk memutus siklus hidup dari mata rantai wabah virus corona. 

Pada banyaknya situasi krisis, ketenangan dalam keteraturan adalah Sebagian dari jawaban. Mematuhi kebijakan yang ditetapkan pemerintah serta disiplin dan Berlaku tertib, adalah bagian lain yang melengkapi. Sejak semakin menyebarnya virus corona di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan wabah virus corona secara resmi  sebagai Bencana Nasional.

Seharusnya upaya yang dilakukan oleh pemerintah secara utuh hadir untuk semua masyarakat lahir dan batin yang didasari dengan keadilan atau menyamaratakan tanpa memandang kelas sosial.

Langkah - Langkah telah dilakukan oleh pemerintah untuk dapat menyelesaikan kasus luar biasa ini, salah satunya adalah menetapkan aturan pengendalian maupun pencegahan wabah infeksi virus corona dengan cara memberikan arahan kepada sesorang untuk mengurangi kunjungan ke tempat umum dan membatasi kontak langsung dengan sesorang untuk mengantisipasi terjadinya penularan. 

Upaya memutus rantai penyebaran adalah siasat mengatasi pandemi. Dikarenakan sampai sekarang belum ditemukannya vaksin dan obat, yang telah terbukti secara klinis mampu mengatasinya. Rekayasan sosial dilakukan untuk meminimalisasi akibat penularan. 

Ketika seseorang menerapkan prinsip social distancing maka  dia tidak dibolehkan berjabat tangan atau kontak langsung serta harus menjaga jarak satu meter saat berintraksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang terpapar sakit dan dinyatakan positif terkena covid-19. Gerakan sosial diperlukan supaya menciptakan rasa kepedulian. 

Menstimulasi empati, membangun keprihatinan bersama. Dengan rasa kepedulian yang tinggi pasti kita mampu untuk menyelesaikan pandemi secara bersama. Bantu membantu serta tolong - menolong.

Sejak munculnya virus ini di Indonesia, membuat seluruh rakyat merasakan kebingunan, terlebih lagi dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dengan istilah WFH (Work From Home) untuk melakukan semua kegiatan dilakukan dirumah aja. 

Mulai dari seorang pelajar yang kegiatanya diganti dengan sekolah online maupun kuliah berbasis online. Tak hanya seorang pelajar para pekerjapun dianjurkan untuk bekerja dari rumah aja dan pembatasan kegiatan ditempat umum. Hal ini sangat merugikan bagi seseorang yang bekerja sehariannya sebagai pedagang kaki lima, ojek online dan bagi para pekerja lainya. 

Dengan adanya kebijakan untuk tetap dirumah aja membuat seorang yang bekerja sehariannya tidak tetap akan merasakan kesusahan karena tidak mendapatkan penghasilan dari yang biasanya didapatkan. Untuk itu tak jarang masih ada Sebagian masyarakat masih tetap melanggar kebijakan tersebut. Karena menurut mereka jika ia tidak bekerja maka tidak mendapatkan pemasukan meskipun hal itu dapat mengancam kesehatannya. 

Tetapi jika hal ini masih banyak masyarakat yang melanggar kebijakan pemerintah maka pandemi ini tidak akan cepat usai. Di karenakan peneyabran virus yang begitu cepat.

Inilah satu dari sekian banyak bukti akan kebenaran firman Allah:

يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًا

Artinya: Allah hendaklah memberikan keringanan kepadamu, dan manusia djadikan bersikap lemah.

Dan kebenaran firmannya :

ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْقَدِيرُ

Dialah Allah yang menciptakan kalian dari sesuatu yang lemah (mani), kemudian dari kondisi yang lemah (anak-anak) Dia menjadikan kalian memiliki kekuatan (dewasa), lalu setelah kondisi yang kuat tadi dia menjadikan kalian lemah kembali (tua & pikun). Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa (Ar Ruum: 54)

Saudaraku kaum muslimin..

Sering kali manusia membangkang terhadap sejumlah aturan Allah ketika mereka dalam keadaan aman dan sehat. Allah perintahkan mereka untuk menutup aurat, mereka nekat mengumbarnya. hingga akhirnya wabah corona memaksa mereka menutup wajah dengan masker .

Bahkan pembatasan kegiatan keagamaan akhir - akhir ini juga menjadi perdebatan masyarakat terkait pelarangan ibadah di Masjid salah satunya pelarangan Shalat Jum'at di Masjid sejak adanya wabah virus corona. Masing - masing orang memiliki argumetnya sendiri terkadang terasa janggal dan di luar kebiasaan. 

Ternyata penutupan kegiatan ibadah tidak efektif dikarenakan masyarakat masih banyak yang mendatangi masjid. Khususnya masjid - masjid yang ada di perkampungan penduduk, tentu lebih tidak efektif dan bisa menimbulkan masalah baru. Ada yang masih tetap menjalankan kegiatan ibadah di masjid dan ada juga yang mematuhi himbauan pemerintah. 

Bagi masyarakat yang memandang dari persepektif yang berbeda, hal ini akan menimbulkan pertanyaan, kenapa tempat ibadah yang justru dikalahkan dibanding tempat berkumpul lain? Kenyataanya kita masih sering melihat banyak tempat hiburan buka seperti pasar, mall serta acara hiburan di televisi yang masih tetap siaran seperti biasa, tetap mengumpulkan orang dan tidak tampak pembatasan apapun. Hal ini harus disikapai dengan tegas agar tidak menimbulkan keributan dan perdebatan antar masyarakat sdangkan tempat ibadah saja dibatasi secara sangat ketat dan tegas. Bukankah negara kita juga mendasarkan fondasi pada ketuhanan? 

Dari sisi ajaran agama orang - orang akan bertanya, kenapa masjid yang seharusnya buat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah malah ditutup sedangkan tempat hiburan lain tidak dipertegaskan layaknya tempat peribadatan?. Bukankah temapat ibadah lebih penting dari tempat huburan yang lain. Lalu kenapa sekarang masjid seperti ingin terlepas tangan? 

Di mata masyarakat awam, masjid dan rumah ibadah lainnya adalah rumah Tuhan, disanalah mereka bisa menemui Tuhan , mengadu, dan berkeluh kesah, seperti selama ini agamawan mengajari mereka mendatangi rumah Tuhan, ke manakah mereka kini harus mengadu? Sementara kegiatan lain masih dikatakan tetap berjalan cukup normal. 

Karena masyarakat yang belum memahiminya masih menganggap remeh virus ini.  Mereka tidak menyadari bahwa wabah covid-19 ini dapat mengancam jiwa karena penyebarannya secara cepat melalui kontak langsung dari manusia ke manusia.

Maka bagi masyarakat awam yang tidak mengetahui jelas menjadikan kesalahfahaman yang mengakibatkan perbedaan pendapat dan masih banyak masyarakat yang salah mengartikan hal tersebut. Masih banyak yang beranggapan hal ini bertentangan dengan ajaran tawakal. 

Masyarakat yang masih memiliki pemikiran seperti itu harus segara diberi pengarahan yang jelas bahwa agama Islam juga memiliki ajaran waspada untuk berhati - hati serta mawas diri. Banyak Al - Qur'an dan Hadits - hadits Nabi yang memerintahkan kita supaya untuk waspada dan mawas diri. Salah satu contohnya, Allah SWT berfirman :

وَأَنفِقُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللهِ وَلَا تُلْقُوا۟ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى ٱلتَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوٓا۟ ۛ إِنَّ ٱللهَ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

Artinya : "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam binasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang - orang yang berbuat baik" (Q.S Al - Baqarah: 195)

Ayat tersebut mengandung arti bahwa "janganlah kalian melakukan hal - hal yang menyebabkan kamu celaka". Sebaliknya "janganlah kamu meninggalkan hal - hal yang menyebabkan kamu celaka"

Sunggu musibah yang silih berganti yang dirasakan umat islam bahkan tak hanya umat islam tapi seluruh dunia yang merasakan dampaknya. Kita dapat belajar dari beberapa contoh di masa Nabi. Rasulullah SAW pernah menegur salah seorang sahabat karena membiarkan ontanya tidak tertambat  dengan dalih tawakkal kepada Allah SWT, sementara ia masuk masjid hendak shalat. 

Kita juga teringat hadits lainnya, "Jika kalian mendengar kabar tentang merebaknya wabah Tha'un di sebuah wilayah, janganlah kamu memasukinya. Dan, jika kalian tengah berada di dalamnya, maka janganlah kamu keluar darinya". (HR. al-Bukhari & Muslim). Nabi pernah menganjurkan tinggal di rumah daripada ke masjid hanya karena hujan lebat yang menakutkan. 

Nabi pernah berujar agar yang sakit tidak bercampur dengan yang sehat (HR. al-Bukhari dan Muslim). Rasa takut dan sakit juga diyakini sebagai uzur (alasan) untuk tidak shalat jamaah di masjid. Contoh-contoh seperti ini sejatinya dapat menjadi preseden yang baik bagi umat Islam untuk beribadah di masa wabah

Maka dengan ini MUI dengan sigap memutuskan untuk menetapkan kebijakan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 14 Tahun 2020 yang isinya tentang Penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19.  Seperti yang di tetapan oleh MUI para ulama lainnya juga berpendapat Para Ulama bersepakat bahwa melaksanakan shalat Jumat bagi umat Islam yang berjenis kelamin laki-laki, baligh, berakal, sehat (tidak sakit atau tidak terhalang uzur), muqim (bukan dalam perjalanan) hukumnya fardhu 'ain.  

Shalat jum'at juga tidak diwajibkan bagi orang yang buta dengan syarat jika tidak ada orang yang menuntunya. Demikian juga menurut kesepakatan para ualama dari empat Imam Mazhab, menurut pendapat Maliki, Syafi'I dan Hambali beliau menyatakan jika ada yang meuntunya maka ia wajib melaksanakannya. Sementara menurut Hanafi beliau berpendapat hal ini tidak diwajibkan. 

Demikian juga Maliki, Syafi'I dan Hambali beliau berpendapat bahwa bagi Orang yang sedang pergi ke luar kota dan disuatu tempat itu tidak melaksanakan shalat jum'at, tetapi ia mendengar adzan, maka ia wajib melaksanakannya. Sementara menurut pendapat Hanafi bagi orang yang berdiam di luar kota, ia tidak wajib untuk melaksankan sholat jum'at meskipun dia mendengar adzan. Ketika ada uzur seperti sakit, hujan lebat, ataupun pandemi maka kewajiban shalat Jumat gugur. 

Terkait merebaknya Covid-19, diharamkan bagi yang terpapar Covid-19 menghadiri shalat Jumat (termasuk shalat jamaah) dengan dalil hadits, "Jangan yang sakit bercampur-baur dengan yang sehat" (HR. al-Bukhari & Muslim). Hadits lain, "Jika kalian mendengar kabar tentang merebaknya wabah Tha'un di sebuah wilayah, janganlah kamu memasukinya. Dan, jika kalian tengah berada di dalamnya, maka janganlah kamu keluar darinya". (HR. al-Bukhari & Muslim).

Bagi yang berhalangan shalat Jumat, ia menggantinya dengan shalat dhuhur empat rakaat. Adapun menggantinya dengan shalat Jumat di rumah itu tidak dibolehkan dengan pertimbangan bahwa tujuan shalat Jumat adalah berkumpulnya banyak orang di sebuah tempat (masjid), sebagaimana makna semantik dari kata jum'ah yang berarti "berkumpulnya banyak orang" (ijtima' alnas). Jumatan di rumah juga tidak dibolehkan menurut Imam Abu Hanifah karena rumah bukanlah tempat umum.

Imam Malik juga tidak membolehkan jumatan di rumah dengan mensyaratkan jumatan harus di masjid. Imam al-Syafi'i dan Imam Ahmad juga tidak membolehkan jumatan di rumah karena mensyaratkan jumlah yang hadir minimal 40 orang yang berkategori wajib jumatan. Dengan begitu, yang berhalangan shalat Jumat karena ada uzur seperti Covid-19 ini menggantinya dengan shalat dhuhur empat rakaat di rumah. Pahalanya sama dengan pahala shalat Jumat. Dalilnya adalah hadits, "Jika seorang hamba tertimpa sakit, atau tengah bepergian, maka ia dicatat memperoleh (ganjaran) serupa ketika ia melakukannya dalam kondisi muqim dan sehat". (HR. al-Bukhari).

Bagi masyarakat yang sudah menyadari hal ini, pasti paham atas himbauan pemerintah serta penetapan kebijakan MUI terkait pelarangan beribadah ini. Karena sebagai warga negara yang baik sebisa mungkin memahami atas apa yang terjadi saat ini dan mematuhi aturan pemerintah. bagi masyarakat yang menyadari hal ini pasti mereka mematuhi protokol yang ada karena ia berfikir dengan mematuhi aturan yang ditetapakan pemerintah maka dapat mengurangi terjadinya penyebaran virus sehingga negara ini akan bisa segera membaik secepatnya. Terkait himbauan yang diharuskan untuk beribadah dirumah saja pasti bagi seseorang mengetahui bagimana syarat -- syarat melaksanakan shalat jum'at akan mematuhinya.

Maka sikap seorang muslim dalam menghadapi musibah wabaha virus corona menurut syariat islam bahwa kita harus meyakini dan mengimani apa yang terjadi diseluruh alam semestra ini dan apa yang terjadi tidak lepas dari kehendak Allah. Hanya saja, keyakinan ini bukan berarti seseorang lantas pasarah tidak memiliki kehendak untuk memilih. Didalam kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal jama'ah, telah dibahas mengenai Iman kepada Qadar baik dan buruk ada 4 tingkatan:

a. Al-Ilmu, bahwa ilmunya Allah meliputi segala sesuatu, tidak ada satupun yang terluput dari ilmunya Allah, apa saja yang terjadi di langit dan di bumi, Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti mengetahuinya.

Tidak ada satupun yang luput dari Allah, sekecil apa pun Allah pasti mengetahuinya. 

Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla:  

أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَىْءٍ عِلْمًۢا

"...Bahwasanya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Dan ilmu Allah benar benar meliputi segala sesuatu." (QS. At-Thalaq : 12)

b. Al-Kitabah (Penulisan), bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencatat semua taqdir makhluk di Lauh Mahfuzh. Tidak ada satupun yang luput sama sekali.

Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

"Tidakkah engkau tahu bahwa Allah mengetahui apa yang di langit dan di bumi? Sungguh, yang demikian itu sudah terdapat dalam sebuah Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu sangat mudah bagi Allah." (QS. Al-Hajj : 70)

c. Al- Masyi'ah (Kehendak), mengimani masyi-ah (kehendak) Allah yang pasti terlaksana dan qudrah (kekuasaan) Allah yang meliputi segala sesuatu.

d. Al-Khalq (Penciptaan), Allah lah yang menciptakan segala sesuatunya.

Allah 'Azza wa Jalla berfirman :

ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ

"Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu." (QS. AzZumar : 62)

Oleh karena itu, berkaitan dengan musibah yang terjadi saat ini sudah atas kehendak dan ijin Allah SWT. kita sebagai manusia biasa hanyalah bisa berikhtiyar dan berserah diri serta memperbanyak do'a agar bencana ini akan cepat pergi dan Kembali seperti sediakala. Saat ini pemerintah kita sedang berjuang dengan sungguh - sungguh mengenai wabah covid-19. 

Berbagai upaya sudah dilakukan baik yang bersifat penanganan medis ataupun non-medis. Sedang sebagai warga negara kita wajib untuk mendukung dan menaati pemerintahan dalam semua upayanya utuk mengatasi wabah yang sangat mematikan ini, selama tidak bertentangan dengan syariat agama kita. Dalam menghadapi wabah penyakit yang menular sangat cepat ini, diperlukan rasa empati, kekompakan dan persatuan dibawah komando pemerintahan agar menghabat angka penularan yang sangat tinggi. 

Pemerintah dengan masukan dan arahan dari tenaga dan ahli medis/ Kesehatan, telaah mendalam majelis ulama dari tinjauan keislaman, dan masukan pihak berkompeten lainnya merupakan jaminan yang harus dipatuhi. Kita tidak bisa berjalan sendiri - sendiri. Arahan pemerintah saat ini adalah menerapkan social distancing, dan physical distancing, memakai masker saat keluar rumah, sering mencucui tangan dengan sabun, menghindari kerumunan banyak orang merupakan ikhtiyar memutus mata rantai penyebaran covid-19. 

Sangat disayangkan jika ada sebagaian warga masyarakat, terutama yang beragama islam, yang tidak menghargai upaya pemerintah. Mereka berbuat seenaknya sendiri dan abai terhadap himbauan dan intruksi pemerintah. Alasan yang dilontarkanpun kadang bermacam - macam. Tak jarang , balasan yang mereka berikan justru protes, segala jenis hinaan, umpatan dan bahkan cacian. 

Saatnya kita semua sadar dan bersatu dibawah kebijakan dan komando dari pemerintah dalam menghadapi wabah Covid-19 untuk keselamatan kita bersama. Kita sebagai makhluk sosial dan pasti selalu membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupan. Merabaknya wabah Covid-19 ini adalah musuh bersama manusia. Kita singkirkan prasangka yang berbau politik ataupun tendensi lainnya dalam upaya merespon Covid-19 ini. Ini adalah persoalan kemanusiaan. Bersama kita melawan Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun