Mohon tunggu...
NOVIA ARTHASARISITINJAK
NOVIA ARTHASARISITINJAK Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya memiliki kemampuan dan minat dalam bidang keuangan sehingga saya selalu berusaha mengembangkan diri saya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Antisipasi Golongan Putih Pada Pemilihan Umum

26 April 2024   21:45 Diperbarui: 26 April 2024   21:57 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Priyatmoko, Golput merupakan keengganan masyarakat menggunakan hak pilihnya pada even pemilu baik pemilihan legislatif, pemilihan presiden maupun kepala daerah disebabkan rasa kecewanya pada sistem politik dan pemilu yang tidak banyak memberikan perubahan apapun bagi kehidupan masyarakat. Lain kata, masyarakat dalam taraf ini telah berada dalam taraf kesadaran dalam memaknai pemilu. Bahwa setiap tindakan mereka dikaitkan dengan pertimbangan asas timbal balik secara seimbang.
Pemiludisajikanuntukmengetahuikeinginandankehendak masyarakat tentang apa dan siapa dalam ukuran logika rakyat yang layak untuk memimpin, memberikan perubahan ataupun perbaikan nasib bagi seluruh rakyat dalam suatu negara. Partisipasi menjadi penting guna menentukan dan menilai penguasa. Pada masa orde baru, penguasa bercorak militeristik begitu kuat, kelompok civil society tak berdaya membendung berbagai kebijakan tak populis. Kondisi demikian mendorong sekelompok intelektual yang dikomandoi Arif Budiman untuk menentang ketidak adilan struktural lewat gerakan moral
Gerakan moral ini kemudian dikenal dengan golongan putih yang dicetuskan pada 3 Juni 1971, sebulan menjelang pemilu. Pada awalnya golput merupakan gerakan untuk melahirkan tradisi di mana ada jaminan perbedaan pendapat dengan penguasa dalam situasi apapun. Gerakan itu lahir didorong oleh kenyataan bahwa dengan atau tanpa pemilu, sistem politik waktu itu tetaplah bertopang kepada Angkatan Bersenjata Republik Indonesia . Lebih-lebih dengan berbagai cara, penguasa melindungi dan mendorong kemenangan Golongan Karya , sehingga meminggirkan partai politik lain yang berjumlah 10 kontestan untuk dapat bertanding merebut suara secara fair. Jadi, dalam konteks ini, cikal bakal golput merupakan gerakan moral yang ditujukan sebagai mosi tidak percaya kepada struktur politik yang coba dibangun oleh penguasa waktu itu. Gerakan moral ini memberikan kesan pada publik bahwa putih disebandingkan dengan lawannya, yakni hitam, kotor.
Pada perkembangan berikutnya, golput dimaknai sebagai protes dalam bentuk ketidakhadiran masyarakat ke tempat pemungutan suara atau keengganan menggunakan hak suaranya secara baik, atau dengan sengaja menusuk tepat dibagian putih kertas suara dengan maksud agar surat suara menjadi tidak sah, dan dengan tujuan agar kertas suara tidak disalah gunakan oleh pihak tertentu untuk kepentingan tertentu pula.
Golput juga dimaknai sebagai prilaku apatisme dengan tema- tema pemilihan.5 Kejenuhan tersebut disebabkan oleh suatu kondisi psikologis masyarakat yang hampir tiap tahun mengalami pemilu, pilgub, pilkada dan bahkan pilkades. Disisi lain, penyelenggaraan pemilu yang berulang-ulang tak juga memberikan banyak hal terkait perbaikan nasib bagi masyarakat. Pada titik tertentu rasa jenuh tersebut sampai pada rasa tak peduli apakah dirinya masuk dalam daftar pemilih tetap atau tidak sama sekali. Dengan kata lain, golput merupakan akumulasi sikap jenuh masyarakat terhadap seputar pemilu baik janji politik, money politik dan kekerasan politik dan kondisi-kondisi pasca reformasi yang tidak kunjung membaik.
Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa golput adalah pilihan tidak memilih sebagai bentuk akumulasi rasa jenuh masyarakat yang nyaris setiap tahun mengalami pemilihan kepala daerah, golput juga sebagai reaksi atau protes atas pemerintahan dan partai-partai politik yang tidak menghiraukan suara rakyat, perlawanan terhadap belum membaiknya taraf kehidupan masyarakat baik secara ekonomi, politik, hukum dan budaya. Golput merupakan respon atas ketidakmampuan partai atau penguasa dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat yang telah menerima mandat.

PENGERTIAN PEMILIHAN UMUM

Pemilihan Umum adalah proses demokratis untuk memilih wakil rakyat atau pejabat pemerintahan secara langsung oleh warga negara suatu negara. Pemilihan Umum merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi modern yang memungkinkan rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pemimpin dan kebijakan negara.
Tujuan utama dari pemilu adalah memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyampaikan suara mereka dan memilih para pemimpin yang akan mewakili mereka di pemerintahan. Dalam Pemilihan Umum, warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memberikan suara mereka kepada kandidat atau partai politik yang mereka pilih. Hasil pemilu kemudian digunakan untuk menentukan siapa yang akan memegang jabatan politik, baik di tingkat lokal, regional, maupun nasional.

JENIS-JENIS GOLONGAN PUTIH

Menurut Indra J. Piliang peneliti dari Centrefor strategic and International Studies golput terbagi ke dalam tiga jenis, Pertama, golput ideologis yaitu golput yang disebabkan oleh adanya penolakan terhadap sistem ketatanegaraan. Sebagaimana halnya golput era 1970-an, yakni semacam gerakan anti-state. Orang yang golput menganggap bahwa pemilu dianggap hanya bagian dari korporasi dari elit-elit politik yang sebenarnya tidak punya legitimasi kedaulatan rakyat. Kaum golput semacam ini memandang bahwasannya undang-undang pemilu hanyalah bagian dari rekayasa segelintir orang untuk mencari keuntungan dan kenikmatan. Kedua, golput pragmatis yaitu golput yang didasarkan oleh perhitungan rasional. Orang golput memandang bahwa pemilihan umum baginya tidak berdampak apa-apa. Golput model ini mirip dengan fardu 'ain dan fardu kifayah dalam hukum Islam, yakni bagi orang yang memilih sudah mewakili keseluruhan, sementara bagi orang yang tidak ikut memilih tidak ada dosa politik kolektif. Orang-orang yang mencari nafkah dan orang-orang yang tidak hadir pada hari pemilihan dengan berbagai macam alas an termasuk dalam golput model ini. Sikap mereka setengah-setengan memandang pemilu, antara percaya dengan tidak. Ketiga, golput politis yaitu golput yang disebabkan oleh faktor-faktor politik.
Sementara menurut Arief Budiman28, sosiolog dan pengajar di Universitas Melbourne, Australia, menggolongkan golput kepada tiga jenis. Pertama, golput yang disebabkan oleh karena alas an politik, umpanya golput akibat dari protes terhadap undang-undang pemilu yang dianggapnya tidak jujur, tidak adil dan tidak demokratis atau semua calon yang ada menurutnya tidak layak. Kedua, golput karena memang benar-benar apatis terhadap pemilu. Baginya urusan politik adalah urusan elit-elit politik, politik di Indonesia dianggapnya sangat elitis, dampak dari pemilu tidak akan berguna bagi masyarakat, karena para elit hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Ketiga, golput karena kecelakaan.
Sejalan dengan dua pendapat diatas, Eep Saefulloh Fatah, selaku Direktur Eksekutif Sekolah Demokrasi Indonesia, mengungkapkan bahwa golput pasca orde baru mewakili spektrum luas dan beragam. Dalam hal ini ia membagi golput kepada beberapa jenis. Ada golput karena teknis-teknis tertentu , berhalangan hadir ke TPS atau mereka yang salah mencoblos sehingga surat suaranya rusak. Ada juga golput teknis-politis, misalnya mereka tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain Pemilu DPR dan DPRD menggunakan sistem proporsional terbuka Dewan Perwakilan Daerah Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibuktikan dengan KTP-el Berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el Bagi Pemilih belum mempunyai KTP-el dapat menggunakan Kartu Keluarga Tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia .

PENGARUH ANTISIPASI GOLONGAN PUTIH BAGI GENERASI MUDA PADA PEMILIHAN UMUM MASA KINI

Mencegah terjadinya politisasi terhadap pemilih muda, maraknya politik uang, minimnya pemahaman terkait dengan teknis penandaan atau pencoblosan, dan lain sebagainya, KPU sebagai lembaga penyelenggara harus lebih intens melakukan literasi politik dengan cara melakukan pendidikan pemilih kepada pemilih muda agar menjadi pemilih cerdas. Pemilih cerdas adalah pemilih yang lebih mengedepankan rasionalitas dalam menentukan pilihannya. Dalam pendidikan pemilih tersebut juga harus diberikan pemahaman dan keterampilan teknis pencoblosan yang sah agar kehadiran pemilih muda ke TPS tidak sia-sia.
Bawaslu dan partai politik juga tidak bisa tinggal diam untuk menyelamatkan nasib jutaan pemilih muda. Untuk itu, Bawaslu harus mendorong dan memastikan agar KPU dan Kemendagri melakukan langkah-langkah pasti, baik secara aturan maupun dalam pelaksanaannya. Partai politik, harus ikut berpartisipasi mensosialisasikan hal ini kepada konstituen dan anggotanya. Hal ini perlu dilakukan agar pemilih muda mengetahui hak dan kewajibannya pada Pemilu 2019.
Basis pemilih muda dijadikan sebagai basis gerakan sosialisasi dan pendidikan pemilih karena jumlah mereka dalam struktur pemilih yang cukup signifikan. Dalam konteks Pemilu, mereka yang disebut basis pemilih muda adalah WNI yang telah memiliki hak pilih dan usianya tidak melebihi 30 tahun. Dengan demikian, kisaran usia pemilih muda adalah 22-30 tahun.

SIMPULAN

Banyak generasi muda yang sebagian besar telah memiliki hak pilih, namun tidak menyadari akan pentingnya hak pilih yang telah mereka dapatkan. Karena ketidaktahuan inilah yang menyebabkan pemilih muda tersebut cenderung tidak peduli dan tidak beminat untuk berpartisipasi dalam pemilu.Pemilihan umum merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan dan lembaga perwakilan politik yang memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Untuk itu proses Pemilu harus berjalan dengan jujur adil bebas dan rahasia serta demokratis. Dilihat dari sisi atau perspektif HUKUM DAN HAM sendiri bahwasanya Golput merupakan tindakan yang bebas karena hanya merupakan hak bukanlah kewajiban dan pada dasarnya Golput tidak di atur oleh undang-undang dan juga tidak ada sanksi administatifnya, dilihat dari HAM sendiri dan juga pemilu yang memiliki asas LUBERJURDIL maka dari itu setiap orang bebas menentukan pilihannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun tidak seperti negara-negara lain yang menerapkan aturan mengenai golput itu walaupun mengaca dari negara lain saja masih banyak yang melakukan golput itu padahal sudah di terapkan aturan yang mengikat.

SARAN

Perilaku pemilih masyarakat dalam kegiatan pemilihan yang berupa memberikan sikap tidak ikut serta dalam pemilihan merupakan fenomena yang sedang sering terjadi dalam pemilu di beberapa daerah di Indonesia Untuk menghindari fenomena ini agar tidak terjadi lagi ke masa depan, oleh karena itu dalam proses menyelesaikan penelitian ini ada beberapa saran yang akan menjadi harapan penulis ke masa depan, yaitu : 1. Faktor social ekonomi, psikologis,dan faktor rasional memang menjadi faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam menentukan sikap pada saat pemilihan umum/ pilkada. Di dalam faktor social ekonomi, pendidikan sangat berperan karena melalui pendidikan masyarakat dapat menganalisa setiap pilihan yang akan ditetapkan untuk itu, masyarakat hendaknya diberikan pendidikan politik khususnya tentang wakil -- wakil mereka yang akan duduk sebagai pemimpin, sehingga mereka tidak salah pilih dan memahami untuk apa mereka memilih wakil mereka tersebut. 2. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu dan partai Politik juga sangat minim saat ini, sehingga hal ini perlu diperhatikan oleh semua Wakil-Wakil Rakyat maupun Partai-Partai Politik. Hendaknya semua calon-calon yang sudah terpilih yang sudah memperoleh kedudukan harus menunjukkan perilaku yang baik dan melakukan pendekatan yang baik kepada masyarakat serta menepati janji-janjinya kepada masyarakat pada saat berkampanye. Jangan memberikan janji-janji hanya pada saat masa kampanye saja. Akan tetapi semua Wakil-Wakil Rakyat beserta Partai Politik yang mengusungnya harus benar-benar menjalankan semua program-program kerjanya dengan baik yang mereka berikan pada saat kampanye mereka berlangsung. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu akan meningkat dan juga meningkatkan partisipasi masyarakat untuk aktif dan ikut dalam pemilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun