Pernikahan dini tidak lagi terdengar asing di kehidupan kita. Banyak sekali fenomena pernikahan dini yang terjadi di Negara kita saat ini. Bahkan, Negara kita menjadi Negara dengan persentase pernikahan dini tertinggi kedua di Negara ASEAN setelah Kamboja. Hal ini membuktikan bahwa masih banyak perspektif masyarakat Indonesia yang menyatakan pernikahan dini merupakan solusi dari perzinahan. Memang benar dengan sebuah pernikahan seseorang dapat terhindar dari zina, tetapi perlu kita ketahui juga undang-undang yang menyatakan batas minimal seseorang boleh menikah itu berusia 19 tahun yaitu pada UU Nomor 16 Tahun 2019.
Menurut Nyai Hj Badriyah Fayumi Lc., M.A. sebagai sosok Wasekjen Majelis Ulama Indonesia Pusat Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga berpendapat bahwa pernikahan dini memiliki dampak negatif seperti:
1. Risiko stunting pada anak
Pernikahan dini dapat berdampak buruk pada anak karena melihat dari umur sang ibu yang belum siap organ reproduksinya dan umur kedua nya yang belum siap terhadap pola asuh anak yang mereka lahirkan.
2. Anak putus sekolah
Pernikahan dini menyebabkan putus sekolah. Memang tidak semua kasus pernikahan dini membuat putus sekolah, tetapi kebanyakan dampak yang ditimbulkan yaitu mengakibatkan putus sekolah karena tanggung jawabnya pada keluarga, seperti mengurus rumah tangga, merawat anak dan lain sebagainya sehingga mengakibatkan dia tidak lagi memiliki semangat dan waktu untuk belajar. Bukankah ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya? Lalu bagaimana kasusnya jika yang putus sekolah tersebut ibunya. Anak yang dilahirkannya itu akan mereka ajarkan perjalanan hidup seperti apa jika pengalaman ibunya pun masih sedikit.
3. Lingkaran kemiskinan
Pasangan yang menikah dini pasti memiliki umur yang belum mencukupi atau di bawah rata-rata. Maka dari itu, secara mental dan emosional keduanya belum siap untuk mengatur dan mengelola keuangan dengan baik sehingga hal ini menyababkan keuangan mereka menjadi berantakan dan berakhir pada kemiskinan.
4. Rentan terhadap kekerasan rumah tangga
Pernikahan dini dapat berdampak buruk pada anak dan pasangannya dikarenakan umur mereka yang masih labil dan tidak bisa mengantur emosi dengan baik sehingga pasangan atau anaknya akan dijadikan pelampiasan amarahnya. Itulah mengapa pernikahan dini dikatakan rentan terhadap kekerasan rumah tangga karena mereka belum dapat mengendalikan amarah atau emosi mereka dengan baik. Kekerasan rumah tangga juga dapat berujung pada perceraian. Hal inilah yang membuat angka perceraian di Negara kita terus meningkat.
Ada dua faktor yang menyebabkan seseorang menikah dini, yaitu faktor dari dalam dirinya sendiri yang terlalu ingin menikah muda karena dirasa menikah muda adalah jalan keluar dari setiap masalah yang terjadi dalam dirinya dan faktor dari orang lain seperti kedua orang tua nya yang tidak mampu secara finansial sehingga memaksa anaknya untuk menikah agar mengurangi beban ekonomi keluarga atau orang tua yang menjodohkan anaknya lalu menikahkan anaknya di usia dini.
Ternyata dari banyaknya dampak negatif terhadap pernikahan dini juga terdapat dampak positifnya, seperti terhindar dari perzinahan karena mereka telah memiliki ikatan yang sah sehingga mengurangi angka remaja yang hamil di luar nikah. Lalu dapat mengurangi beban orang tua pula. Namun, melihat dari dua sisi antara dampak positif dan negatif terkait pernikahan dini yang cenderung banyak dampak negatifnya, maka pernikahan dini tidak dianjurkan. Bahkan dalam undang-undang pun sudah jelas bahwa batas minimal menikah pada usia 19 tahun karena umur 19 tahun dianggap sudah dewasa pikirannya. Namun, jika sudah lebih dari umur 19 tahun tetapi masih belum mampu dan belum siap maka jangan memaksa untuk menikah. Menikahlah jika sudah siap fisik, mental, dan moral karena pernikahan hanya dilaksanakan melainkan seumur hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H