Usianya tidak lagi muda, namun ia tetap berdiri kokoh diantara perkampungan padat penduduk kota Surabaya. Jika kau tengok kanan-kirinya tidak semua wujudnya masih sama dengannya.
Ber-arsitektur jawa kuno dan bercat krem ia tampak antik untuk sebuah rumah di jaman sekarang. Dulu keberadaan pertamanya di kampung lawas Maspati ini adalah sebagai sebuah pabrik sepatu jaman pendudukan Hindia-Belanda, sebelum sepatu siap untuk dijual keluar.Â
Warga Surabaya mengenalnya sebagai "Rumah 1907", tahun pertama dimana cagar budaya bersejarah ini dibangun.
Memasuki era pergerakan, si rumah kuno bercat krem ini dirubah oleh para pemuda dan pejuang surabaya untuk dijadikan sebagai sebuah markas dan tempat mengatur strategi.Â
Ruangan dipaling atas bagian belakang dijadikan konsep persis rumah milik Hos Tjokroaminoto, difungsikan sebagai ruangan sembunyi dan diberi tutup, terdapat sebuah jendela kecil untuk memantau pergerakan para tentara Sekutu yang mengepung Surabaya.
Ia menyaksikannya, bagaimana para pemuda memantau tentara asing dan mengatur strategi sebelum bergerak ke daerah Tunjungan, tempat pertempuran terakhir mereka di tanggal 10 November.Â
Sejak alih fungsi ini, warga surabaya mulai mengenal namanya dan menjadikannya bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Saksi bisu perjuangan panjang arek-arek Soerobojo mengusir kependudukan Sekutu di Surabaya.
Melalui masa-masa panjang  penuh perjuangan, kemerdekaan itu pula sudah didepan mata. Ia pun turut merasakan keberpindahan kepemilikan, Bapak Soemargono namanya-sang pemilik baru.Â
Seorang veteran angkatan laut yang kemudian menjadikan ia tempat berteduh keluarga kecil ini hingga kini memasuki generasi yang keempat.
Usianya memang tidak lagi muda, namun kisahnya yang panjang tidak akan lekang ditelan oleh waktu. Saksi bisu perjuangan arek-arek Soerobojo ini, sang Rumah 1907 tetap berdiri kokoh dan setia hingga sekarang menantang sang matahari.Â
Bedanya kini ia tidak lagi menyaksikan sekelompok tentara bersenjata dan rakyat pribumi dalam peristiwa yang berdarah-darah seperti saat jaman perjuangan dulu.Â
Yang disaksikannya kini adalah sekelompok rombongan atau perorangan yang silih berganti tiap harinya, mengunjungi keberadaannya yang kian hari kian ringkih ditelan zaman. Â
Mendengarkan mereka menceritakan kembali kisah panjang hidupnya sejak tahun 1907, ah nostalgia sekali memang. Fungsinya pun juga telah banyak berubah, kini ia menjadi suatu tempat yang memberikan kebahagiaan bagi banyak orang, generasi keempat keluarga Soemargono telah mengubah imejnya menjadi Cafe ramah-bersejarah dan Homestay bagi para turis mancanegara.
Sering juga rumah ini dipakai sebagai tempat shooting beberapa film terkenal. Eksistensinya memang se-termasyur itu untuk terus dicintai dan dijaga oleh banyak orang.Â
Namun tidak ada artinya bukan jika anak-cucu kita kelak akan lupa bahwa Rumah 1907 turut ambil bagian penting dalam peristiwa bersejarah 10 November di Surabaya.Â
Mengenang jasa para pahlawan tentu tidak berhenti sampai tahu siapa nama pahlawan kita, melainkan hingga menjaga apa yang telah mereka tinggalkan dan perjuangkan hingga kita bisa menjalani kehidupan merdeka seperti sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H