Semalam, kutangnya Inem, mengadu padaku
Katanya, “si Tuan hanya membayar Inem seratus ribu
padahal seember peluh sudah Inem sapukan
di sekujur tubuhnya yang gempal.
Padahal kata si Hari germo
si Tuan menjanjikan lima ratus ribus plus seratus ribu
kalau Inem berhasil memberinya seember peluh."
//
“Gila, Ndro,” jawabku dengan mata terbelalak
“duit segitu dapat apa. ?”
Sementara Tuan pemilik kontrakan sangat setia mengunjungi Inem
Belum lagi si Sumiyati kecil yang kerap merenggek “Mak, bayar buku!”
“Inem tertipu oleh dasinya.” Si Kutang menunduk lesu, menyesali sikap Inem
//
Mungkin sudah menjadi kutukan, bahwa sebuah kutang milik kaum marjinal
kerap menjadi bulan-bulanan janji palsu
dikoyak sana sini, dan setelah klimak, di hempas
mereka, kaum berdasi berambut klimis tidak pernah gagal
memahami bahwa kutang-kutang kaum marjinal
hanya berfungsi sebagai pembungkus lemak padat
dan dalam beberapa kondisi, kerap menjadi tak berdaya
jika ditagih siempunya kontrakan atau rengekan membayar uang buku
//
Oh Inem, andai saja
kutangmu adalah atribut salah satu parpol negeri ini
tentu berlembar-lembar seratus ribu
sudah mengalir deras. Bak limpahan air terjun Niagara
//
Tapi sayangnya, kutangmu cuma milik seorang marjinal
Oil City, 19 Feb 16
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H