Peserta No 12
Tentu saja aku bisa memahami kecemasan Mamaku yang terus menangisi keadaan adikku. Sudah tiga kantung darah masuk ke tubuh adikku, namun Hbnya belum juga stabil. Padahal, ada tindakan medis yang harus disegerakan, adalah endoskopi, demi bisa mengetahui mengapa adikku yang di diagnosa Typhus, tapi Hbnya di bawah rata-rata, hanya 6. Normalnya adalah 14.
***
“Kenapa sih, Mbak. Kamu yang pendonor aktif, malah ga bisa jadi pendonor untuk adikmu sendiri.”
“Datang bulan, Ma.” Jawabku singkat.
Papa menepuk pundakku, seperti memahami rasa mahfumku. “Udah, jangan murung. Menanam kebaikan pasti memanen kebaikan juga. Jangan menyesal menjadi seorang pendonor aktif, hanya karena saat ini kamu tidak bisa memberikan sekantung darah untuk adikmu sendiri”
Aku tersenyum getir.
***
Denting ponselku berbunyi. Sebuah pesan singkat masuk, dari Galih. “Kay, maaf hape baru aktif. Golongan darahku sama dengan adikmu. Aku meluncur kesana.”
Aku tersenyum. Tidak getir.
“Alhamdulillah. Akhirnya ada seorang ‘Pahlawan’ untuk adikku” Aku memekik dalam hati.
Oilcity, 10-11-15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H