“Sayang, kamu yang nurut dong. Buruan makan nasinya terus minum obatnya !? Jangan nge-game aja” Ali mulai gemas melihat Naya yang tak menggubris jadwal minum obatnya, malah makin asik dengan game di gadgetnya.
“Iihh..kamu ini, bawel amat, yak. Sabarrrr....” Naya masih saja tak bergeming dari gadgetnya. Jari-jarinya makin lincah kesana kesini, menyentuh gemas layar gadgetnya.
Tanpa menunggu persetujuan dari Naya, dengan tak sabaran Ali mengambil gadget dari tangan Naya. “Nay, kamu harus makan lalu minum obatnya” air muka Ali mulai keruh. Sepertinya banyak ikan piranha di sana, yang siap memangsa Naya kapan saja.
“Ah kamu, ga usah bentak-bentak. Aku bukan anak kecil” Naya bersungut-sungut sambil memalingkan wajahnya.
“Nay...”
“Mbuh...”
“Nay, ojo nesu tho”
“Mbuh...”
Ali menghela nafasnya. Ikan piranha dalam wajahnya mulai hilang satu persatu. Berganti dengan lembutnya aroma kamboja.
“Nay, kalau kamu acuh pada nasehat dokter, sama saja kamu mempercepat kematianmu” Ali meraih tangan kanan Naya dan mengenggam jemarinya “Dan, aku belum siap dengan kematianmu”
Naya menoleh manja pada Ali “Tapi kalau aku mati, bukannya malah baik. Kan aku bisa jadi arwah gentayangan. Aku bisa ada di sisi kamu kapan saja. Dari pagi ke pagi lagi. Iya, kan, Al?” Senyum manja Naya makin terkembang. Nampak sebentuk lesung pipit yang samar di kedua pipinya yang tembem.