Love,
Aku rasa, aku kehabisan kata-kata menulis rasa bahagiaku yang ditemukan kembali olehmu. ~Ehm, sebenarnya kamu selalu bisa menemukanku di mana saja. Tapi mungkin, baru ini aku merasakan bahagia menjadi permatamu yang sempat hilang.
Love,
Dalam keterbatasan yang kumiliki sekarang, aku tak ingin bermimpi apapun karena aku takut jika terlalu memimpikanmu hanya akan berahkir menjadi mimpi buruk. Aku tidak mau lagi mendapat mimpi buruk tentang kehilangan.
Love,
Cukuplah saja aku senang dan bahagia dengan segala celotehmu yang pendek-pendek atau bentuk teguranmu yang terlalu lembut. Cukuplah, Love, kunikmati semua itu.
Seperti malam ini,ketika ku aminkan pamitmu yang hendak belajar mengaji.
Aku kehilangan seribu kata yang biasanya bergantungan di bibir dan lidahku. Aku bahagia mendengar pamitmu. Bahagia walau akhirnya aku tahu suatu saat kelak kau dan aku akan kembali berada di dimensi yang penuhi banyak pertanyaan. Dan akhirnya kita harus membuat satu keputusan – lagi-
Tepatnya kau, kau yang harus mengambil satu keputusan. Tetap bersamaku atau meninggalkanku.
Tapi aku sudah siap, Love. Aku merasa cintaku kini telah berubah menjadi sebuah keinginan yaitu melihatmu bahagia. Tidak hanya di dunia yang fana ini namun juga di dunia setelah ini.
Love,
Aku ingin berteriak mengatakan kalimat ini. Kalimat yang dulu ku anggap belum tepat ku ucapkan.
Adalah “Aku cinta kamu, Love”
Teruslah belajar mengaji, agar kelak saat aku berpulang, lantunan kalimat suci mengalir deras dari bibirmu.
Akan kunanti hembusan angin yang membawa kabar suaramu mengaji.
Oil City 19-09-15
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H