Tiba-tiba saja, aku merasakan paru-paruku seperti akan meledak. Sesak sekali rasanya. Nafasku menjadi tersenggal, saat mencoba memutar grendel pintunya.
" Semoga, untuk kali ini, bumi melupakan sejenak hukum Gravitasinya ." Bisikku dalam hati.
###
Aku teringat pada kenangan itu.
Ketika waktu harus bertukar tempat, dari siang menuju senja. Kau memaksa kan sesuatu padaku.
"Apakah perlu untuk mengucapkan Selamat tinggal, pada pertemuan terahkir kita ini? Masih belum cukupkah bagimu, teriknya pijar surya ternyata sudah menguapkan sebagian kisahnya, hingga tanpa ampun kau tetap memaksaku untuk ucapkan serangkaian kata-kata biadab itu." Isakku tanpa hiraumu.
"Kau tau?"
"Bagaimana rasanya harus melangkahkan sepasang kaki, berjalan pergi menjauh darimu. ? Seperti sedang menikmati indahnya mawar, dengan mengenggam dahannya yang penuh duri, dan membiarkan dengan sengaja duri-duri itu melesak menancapkan ujung-ujung runcingnya tanpa ampun."
###
"Hhhuuuuuuhhhhhh..." Nafasku berat.
Paru-paruku rasanya seperti didatangi segerombolan virus pneumoconiosis, datang bergerombol dengan membawa berkantung-kantung zigot. Seolah paruku adalah ladang subur.