Mohon tunggu...
Yulianus Magai
Yulianus Magai Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis mudah Papua
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Yulianus magai, anak mudah Papua Yang kini aktif menulis di di www.wagadei.id

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ini 6 Kesaksian Suku Aywu di Sidang Melawan Perusahaan Sawit

12 September 2023   21:21 Diperbarui: 12 September 2023   22:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelima Saksi YUSTINUS BUNG mengatakan "Saya tidak pernah mendengar surat izin kelayakan lingkungan hidup yang diterbitkan oleh DPMPTSP Papua. Hal itu, tidak pernah disampaikan. Saya tidak pernah diundang konsultasi publik terkait kehadiran perusahaan".Bung mengatakan ia baru mengetahui tanah ulayat marga Mukri Tiga masuk dalam konsesi perusahaan sawit PT IAL setelah ia terlibat dalam pembuatan peta partisipatif yang dibuat masyarakat ada Suku Awyu bersama Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. Ia menegaskan masyarakat adat tidak pernah melepaskan tanah untuk perusahan sawit PT IAL. Menurut Bung, masyarakat adat juga tidak pernah memberikan kuasa kepada Ketua Lembaga Masyarakat Adat Boven Digoel Fabianus Senfahagi untuk mewakili masyarakat adat Awyu. "[Kami] tidak pernah memberi kuasa kepada Febianius untuk mendatangkan [kesepakatan dengan] PT Indo Asiana Lestari. Kalau hendak melepaskan tanah adat, kami [marga-marga] harus kumpul bersepakat tanah itu dijual atau tidak". Bung menyatakan masyarakat adat sangat menolak kehadiran PT IAL. Ia khawatir kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit itu akan menghancurkan sumber kehidupan masyarakat adat dan lokasi-lokasi keramat serta sumber obat tradisional mereka.

Keenam Saksi RIKARDA MAA menjelaskan masyarakat adat termasuk keluarganya menolak kehadiran perusahan sawit di atas hak ulayat mereka. Ia menyatakan penolakan itu sudah dilakukan sejak dulu, baik terhadap perusahan sawit PT Menara Grup maupun PT Indo Asiana Lestari. Maa mengatakan PT IAL pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kampung Ampera, Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel pada 19 Agustus 2017. "Saya hadir saat itu. Sosialisasi di Balai kampung Ampera. Mereka bicara perusahaan [akan menyediakan] air bersih, pendidikan, dan [bangun] perumahan rakyat," ujar Maa menirukan janji manajemen PT IAL dalam pertemuan itu. "Saat sosialisasi perusahaan itu, saya [bersama] bapak saya [dan] saudara saya, dan bapak Hendrikus Woro menolak kehadiran perusahan. [Tetapi] Kepala Satpol PP membentak bapak saya dan Hendrikus Woro. Ada tekanan dari Pace Fabianus [kepada] masyarakat untuk menerima perusahaan. Dia bilang, 'macam ko bisa kasih makan orang' kepada bapak saya dan Bapak Hendrikus Woro". Rikarda Maa membenar pamannya yang bernama Yulinus Maa ikut menandatangani berita acara tersebut. Akan tetapi, Maa mengatakan tindakan Yulinus Maa menandatangani berita acara itu merupakan insiatif pribadi yang bersangkutan, dan bukan didasarkan kesepakatan marga Maa. Rikarda Maa juga mengatakan tidak ada pertemuan marga untuk membicarakan penerimaan kehadiran perusahan kelapa sawit tersebut. "Bapak adek Yulianus Maa tanda tangan sendiri sebagai pribadi [yang] menerima perusahaan. Tidak pernah ada musyawarah marga terkait [menerima] kehadiran perusahaan [itu],". "Kami punya tanah cuma sepenggal, tidak besar. Kalau jual kami tidak ada tempat makan. Kami tetap mempertahankan [tanah adat kami] walaupun bapak ade sudah tandatangan menerima perusahan". Menurut Maa setiap marga memiliki tanah adatnya, dan tidak diperbolehkan mengambil hasil hutan marga lainnya. Maa mengatakan kehadiran perusahaan ini membuat hubungan keluarga juga tidak harmonis.dasar itu jelas-jelas melanggara salah satu asas amisitrasi pemerintahan yaitu "Asas kepastian hukum" dimana "asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan" sebagaimana diatur pada penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Fakta persidangan yang jelas-jelas menunjukan pelanggaran undang-undang dana asas atministrasi pemerintahan itu tentunya akan menjadi sebuah kebenaran sebab Kuasa Hukum Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua selaku Tergugat mengatakan bahwa tidak akan menghadirkan Alat Bukti Saksi.

Kuasa Hukum Emanuel Gobai Direktur Lembaga Bantuan Hukum LBH Papua menyebut, Berdasarkan Pengakuan Keenan saksi itu jelas-jelas melanggara salah satu asas amisitrasi pemerintahan yaitu "Asas kepastian hukum" dimana "asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan" sebagaimana diatur pada penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Berdasarkan keterangan 6 (enam) orang saksi fakta diatas sudah dapat menunjukan bahwa proses penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 bertentangan dengan ketentuan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan. Atas dasar itu jelas-jelas melanggara salah satu asas amisitrasi pemerintahan yaitu "Asas kepastian hukum" dimana "asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan" sebagaimana diatur pada penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Fakta persidangan yang jelas-jelas menunjukan pelanggaran undang-undang dana asas atministrasi pemerintahan itu tentunya akan menjadi sebuah kebenaran sebab Kuasa Hukum Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua selaku Tergugat mengatakan bahwa tidak akan menghadirkan Alat Bukti Saksi," ungkapnya.

Penulis Yulianus Magai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun