Jayapura,  Pada prinsipnya penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 Tentang Kelayakan LIngkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Dengan Kapasitas 90 Ton TBS/Jam Seluas 36.094,4 Hektar Oleh PT Indo Asiana Lestari Di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua Tertanggal 02 November 2021 telah menuai protes dari Masyarakat Adat Awyu khususnya Pemimpin Marga Woro. Untuk itu kami minta supaya segera Cabut Hal ini dikatakan ketua koalisi peduli masyarakat adat suku Aywu juga sebagai direktur LBH Papua Emanuel Gobai, kepada  Selasa (12/9/2023).
Berkaitan Gugatan Pimpinan Marga Woro di PTUN Jayapura, lebih lanjut nya, Gobai Mengatakan "Pada perkembangannya ada beberapa pihak yang melibatkan diri sebagai Gugatan Intervensi. seperti Walhi Nasional, dan Pusaka Bentala Rakyat yang melibatkan diri sebagai Penggugat, Intervensi sementara PT.Indo Asiana Lestari sebagai Tergugat Intervensi. Sampai saat ini, proses persidangan telah dilakukan sebanyak 20 (dua puluh) kali terhitung pertanggal 7 September 2023 dimana telah memasuki agenda Pembuktian," jelasnya.
Dalam pembuktian, kata dia "kuasa hukum Penggugat mengajukan 92 (Sembilan puluh dua) alat bukti surat sementara kuasa hokum Tergugat mengajukan 31 (tiga puluh satu) alat bukti surat. Berkaitan dengan Alat Bukti Saksi kuasa hokum Penggugat, Penggugat I Intervensi dan Penggugat II Intervensi menghadirkan 6 (Enam) orang saksi, 1. Kasimilus Awe, 2. Arief Rossi, 3. Antonia Noyagi, 4. Tadius Woro, 5. Yustinus Bung dan 6. Rikarda Maa," Ujarnya.
Sementara Kuasa Hukum Tergugat mengatakan, bahwa tidak akan menghadirkan Alat Bukti Saksi sedangkan Kuasa Hukum Tergugat Intervensi mengatakan sedang berusaha untuk menghadirkan Alat Bukti Saksi.
Untuk diketahui keenam saksi fakta yang dihadikan oleh Kuasa Hukum Penggugat, Penggugat I Intervensi dan Penggugat II Intervensi telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai termuat dibawah Berikut adalah Kesaksian 6 saksi yang hadir di sidang.
Pertama Saksi KASIMILUS AWE mengatakan saksi ikut dalam pertemuan yang diselenggarakan di Rumahnya Fabianus Senfahagi selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Boven Digoel dimana dalam pertemuan itu saksi diminta untuk datang, duduk, dengar dan pulang. Selanjutnya saksi juga mengatakan bahwa sebagai jawaban dari Aksi Demostrasi ke DPRD, Bupati dan Kantor PMPTSP Kab Boven selanjutnya digelas medias. Proses mediasi permasalahan penolakan perusahaan PT Indo Asiana Lestari (IAL), pihak pemerintah Kepala Distrik Fofi meminta difasilitasi Kepolisian Resor (Polres) Boven Digoel dan berlangsung di Kantor Polres.
Kasmilus menjelaskan dalam pertemuan "Mediasi di Kantor Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu atau SPKT Polres Boven Digoel pada 16 November 2020. Saat itu, Kepala distrik mengajak masyarakat yang pro perusahan hadir dengan membawa alat tajam, berdiri di depan SKPT. Saya hadir bersama kepala suku dijemput oleh polisi. Saat saya bicara, saya diminta untuk berhenti berbicara. Ada suara bentakan dari masyarakat yang pro perusahan. Pihak kepolisian dan kepala distrik meminta kami menandatangani surat persetujuan menerima perusahaan. Kepala Suku Awyu Igedinus Pius Suam menandatangani karena dalam situasi tekanan, ada ancaman". Kasmilus menyatakan sejak awal masyarakat adat marga Abubhadi menolak kehadiran PT Indo Asiana Lestari. Kasmilus menyatakan penolakan itu didasari alasan bahwa kehadiran perusahan akan menghilangkan sumber penghidupan dan hak ulayat Suku Awyu.
Kedua Saksi ARIEF ROSSI menegaskan bahwa proses pemetaan partisipatif itu dilakukan sejak 2019 hingga 2021. Menurutnya, pemetaan partisipatif merupakan pemetaan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap hak ulayat dan untuk kepentingan pengakuan hak ulayat masyarakat adat. Arief menjelaskan. "Kami memandu masyarakat membuat peta sketsa [yang] digunakan untuk melakukan survei tempat penting dan batas-batas wilayah. Setelah peta sketsa dibuat, kami membentuk tim untuk melakukan pemetaan, mengambil titik koordinat [di batas adat seperti] di kali, sungai, hutan dan tempat penting lainnya". Menurut Arief, semua data titik koordinat yang diambil sesuai arahan masyarakat adat marga Woro itu kemudian diolah secara digital melalui aplikasi ArcGIS. Hasil pengolahan itu menunjukkan peta lahan masyarakat adat marga Woro tumpang tindih dengan lahan konsesi perusahaan PT Indo Asiana Lestari. Luasan lahan yang tumpang tindih itu mencapai 2.014 hektare. "Lahan warga Woro di-overlay atau ditumpang susun lahan konsesi perusahaan. [Ada tumpang tindih] 2.014 hektare lahan adat masyarakat adat Woro dengan [konsesi] PT IAL".
Ketiga Saksi ANTONIA NOYAGI mengatakan kehidupan masyarakat adat Suku Awyu sangat bergantung terhadap hutan dan tanah. "Biasa berkegiatan di hutan pangkur sagu, berburu, memancing, dan cari kayu gaharu. [Saya] cari kayu gaharu untuk biaya pendidikan anak-anak, menjualnya ke kios-kios terapung. [Saya] punya anak sembilan, ada yang sudah tamat SMA, sudah jadi tentara, dan ada yang kuliah di Jakarta. Mama sendiri yang biaya,". Noyagi juga mengatakan ia tidak pernah diundang dalam acara sosialisasi atas terkait kehadiran perusahan sawit PT IAL. "[Saya] tidak tahu perusahan PT Indo Asiana Lestari". Noyagi mengatakan "[Kami] tidak menerima kehadiran perusahan sawit. Kami ambil sagu,ikan, daging dari hutan. [Saya] terlibat dalam penolakan perusahan, dan menanam patok adat, patung salib [di sana]," katanya.
Keempat Saksi TADIUS WORO mengatakan Tidak pernah ada sosialisasi akan kehadiran perusahan. Tidak ada pertemuan apapun terkait kehadiran perusahan, baik dari perusahaan, maupun pemerintah di Kampung Yare. [Saya] pernah dengar [ada] perusahaan, tetapi tidak pernah lihat kantornya ada di mana". Woro menyatakan masyarakat adat memberi kuasa kepada Hendrikus Woro untuk melakukan gugatan TUN terhadap izin kelayakan lingkungan yang diterbitkan DPMPTSP Papua kepada PT IAL. Ia juga bersaksi bahwa masyarakat adat sudah melakukan upacara adat penancapan salib atau patok adat di lokasi hak ulayat masyarakat adat, sebagai bentuk penolakan terhadap PT IAL. Woro mengatakan tanah dan hutan merupakan warisan leluhur Suku Awyu yang harus dijaga, dilindungi dan dirawat. "Kegiatan berburu babi, memancing, pangkur sagu. Kami hidup dari alam. Jadi kami tidak bisa kasih [tanah] kepada perusahaan. Saya tidak bisa kasih hutan ke perusahaan. Saya hidup dari hutan," katanya.
Kelima Saksi YUSTINUS BUNG mengatakan "Saya tidak pernah mendengar surat izin kelayakan lingkungan hidup yang diterbitkan oleh DPMPTSP Papua. Hal itu, tidak pernah disampaikan. Saya tidak pernah diundang konsultasi publik terkait kehadiran perusahaan".Bung mengatakan ia baru mengetahui tanah ulayat marga Mukri Tiga masuk dalam konsesi perusahaan sawit PT IAL setelah ia terlibat dalam pembuatan peta partisipatif yang dibuat masyarakat ada Suku Awyu bersama Yayasan Pusaka Bentala Rakyat. Ia menegaskan masyarakat adat tidak pernah melepaskan tanah untuk perusahan sawit PT IAL. Menurut Bung, masyarakat adat juga tidak pernah memberikan kuasa kepada Ketua Lembaga Masyarakat Adat Boven Digoel Fabianus Senfahagi untuk mewakili masyarakat adat Awyu. "[Kami] tidak pernah memberi kuasa kepada Febianius untuk mendatangkan [kesepakatan dengan] PT Indo Asiana Lestari. Kalau hendak melepaskan tanah adat, kami [marga-marga] harus kumpul bersepakat tanah itu dijual atau tidak". Bung menyatakan masyarakat adat sangat menolak kehadiran PT IAL. Ia khawatir kehadiran perusahaan perkebunan kelapa sawit itu akan menghancurkan sumber kehidupan masyarakat adat dan lokasi-lokasi keramat serta sumber obat tradisional mereka.
Keenam Saksi RIKARDA MAA menjelaskan masyarakat adat termasuk keluarganya menolak kehadiran perusahan sawit di atas hak ulayat mereka. Ia menyatakan penolakan itu sudah dilakukan sejak dulu, baik terhadap perusahan sawit PT Menara Grup maupun PT Indo Asiana Lestari. Maa mengatakan PT IAL pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di Kampung Ampera, Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel pada 19 Agustus 2017. "Saya hadir saat itu. Sosialisasi di Balai kampung Ampera. Mereka bicara perusahaan [akan menyediakan] air bersih, pendidikan, dan [bangun] perumahan rakyat," ujar Maa menirukan janji manajemen PT IAL dalam pertemuan itu. "Saat sosialisasi perusahaan itu, saya [bersama] bapak saya [dan] saudara saya, dan bapak Hendrikus Woro menolak kehadiran perusahan. [Tetapi] Kepala Satpol PP membentak bapak saya dan Hendrikus Woro. Ada tekanan dari Pace Fabianus [kepada] masyarakat untuk menerima perusahaan. Dia bilang, 'macam ko bisa kasih makan orang' kepada bapak saya dan Bapak Hendrikus Woro". Rikarda Maa membenar pamannya yang bernama Yulinus Maa ikut menandatangani berita acara tersebut. Akan tetapi, Maa mengatakan tindakan Yulinus Maa menandatangani berita acara itu merupakan insiatif pribadi yang bersangkutan, dan bukan didasarkan kesepakatan marga Maa. Rikarda Maa juga mengatakan tidak ada pertemuan marga untuk membicarakan penerimaan kehadiran perusahan kelapa sawit tersebut. "Bapak adek Yulianus Maa tanda tangan sendiri sebagai pribadi [yang] menerima perusahaan. Tidak pernah ada musyawarah marga terkait [menerima] kehadiran perusahaan [itu],". "Kami punya tanah cuma sepenggal, tidak besar. Kalau jual kami tidak ada tempat makan. Kami tetap mempertahankan [tanah adat kami] walaupun bapak ade sudah tandatangan menerima perusahan". Menurut Maa setiap marga memiliki tanah adatnya, dan tidak diperbolehkan mengambil hasil hutan marga lainnya. Maa mengatakan kehadiran perusahaan ini membuat hubungan keluarga juga tidak harmonis.dasar itu jelas-jelas melanggara salah satu asas amisitrasi pemerintahan yaitu "Asas kepastian hukum" dimana "asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan" sebagaimana diatur pada penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Fakta persidangan yang jelas-jelas menunjukan pelanggaran undang-undang dana asas atministrasi pemerintahan itu tentunya akan menjadi sebuah kebenaran sebab Kuasa Hukum Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua selaku Tergugat mengatakan bahwa tidak akan menghadirkan Alat Bukti Saksi.
Kuasa Hukum Emanuel Gobai Direktur Lembaga Bantuan Hukum LBH Papua menyebut, Berdasarkan Pengakuan Keenan saksi itu jelas-jelas melanggara salah satu asas amisitrasi pemerintahan yaitu "Asas kepastian hukum" dimana "asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan" sebagaimana diatur pada penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
"Berdasarkan keterangan 6 (enam) orang saksi fakta diatas sudah dapat menunjukan bahwa proses penerbitan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 bertentangan dengan ketentuan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin Lingkungan. Atas dasar itu jelas-jelas melanggara salah satu asas amisitrasi pemerintahan yaitu "Asas kepastian hukum" dimana "asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan" sebagaimana diatur pada penjelasan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Fakta persidangan yang jelas-jelas menunjukan pelanggaran undang-undang dana asas atministrasi pemerintahan itu tentunya akan menjadi sebuah kebenaran sebab Kuasa Hukum Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua selaku Tergugat mengatakan bahwa tidak akan menghadirkan Alat Bukti Saksi," ungkapnya.
Penulis Yulianus Magai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H