Bahwa selain laju kerusakan hutan di NTB yang begitu parah yakni hampir 60% dari 1,1jt Ha luasan hutan di NTB dalam keadaan kritis, keterancaman kerusakan ekologi juga terjadi di Pesisir pulau lombok dan pulau sumbawa yang sangat diduga kuat terjadi disebabkan oleh investasi skala besar dalam industri pariwisata yaitu KEK Mandalika di pesisir selatan Lombok Tengah seluas 1.250 Hektar,
Investasi tambak Udang yang merata berada di seluruh pesisir Pulau Lombok, investasi budidaya mutiara skala besar yang menyebabkan hilangnya sebagian besar ruang tangkap nelayan di pesisir jerowaru Lombok Timur, selain itu pula rencana pembangunan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara seluas 7.030 Hektar juga akan mengancam terjadinya kerusakan ekologi pesisir Lombok Utara.
Adapun sejumlah pertambangan besar yang menguasai lahan dalam wilayah hutan dan pesisir antara lain: Â PT. Aman Mineral Nusa Tenggara (dahulu PT. NNT) dengan luas 125.341,42 Hektar di Kabupaten Sumbawa Barat dengan dampak seriusnya juga terjadi karena pembuangan limbah tailing nya ke pesisir pantai.Â
Dan industri tambang yang sedang memulai eksplorasinya yaitu PT. STM memegang izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Hu'u dompu dengan luas 19.260 hektar yang merupakan wilayah Kawasan hutan di Hu'u Dompu (masuk dalam KPHL-Toffo Pajo) yang juga mengancam kerusakan di pesisir pantai lakey -- dompu, begitu pula dengan Proyek Smelter di Kabupaten Sumbawa Barat yang saat ini tengah dibangun di Kabupaten Sumbawa Barat seluas 100 Hektar yang mengancam pesisir di Benete-Maluk, Sumbawa Barat.
Keterancaman akan terjadinya kerusakan ekologi dan privatisasi pulau-pulau kecil juga sangat kita khawatirkan terjadi terhadap 403 pulau-pulau di NTB baik itu karena investasi pariwisata dan juga investasi skala besar lainnya maupun privatisasi serta penjualan pulau pulau kecil di NTB, adapun pulau-pulau kecil di NTB yaitu: Lombok Barat sebanyak 126 pulau; Lombok Tengah 44 pulau; Lombok Timur 65 pulau; Kabupaten Sumbawa 23 pulau; Kabupaten Bima 23 pulau; Dompu 58 Pulau; Kabupaten Sumbawa Barat 19 pulau dan Lombok Utara 3 pulau.
Nusa Tenggara Timur
Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi menyampaikan, NTT saat ini berada dalam dua ancaman besar yang sedang dan akan menggempur bumi nusa lontar ini. Pertama, perubahan iklim memberikan dampak yang buruk bagi keberlanjutan lingkungan di NTT. Beberapa pulau kecil di NTT seperti pulau Komodo, Salura, Kera, dan gugusan pulau kecil lainnya terancam hilang akibat kenaikan permukaan air laut. Belum lagi meningkatnya bencana iklim di NTT menambah kerentanan bagi kelompok rentan di NTT.
Ancaman kedua datang dari masifnya investasi kotor yang masuk di NTT. Investasi yang rakus lahan dan berujung pada privatisasi serta alih fungsi kawasan memberikan dampak buruk bagi daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup NTT. WALHI NTT mencatat NTT saat ini dikepung oleh 309 IUP Minerba, Industri Pariwisata, Monokultur, Food Estate, serta beberapa Proyek Strategis Nasional yang tersebar di seluruh wilayah NTT.
 Proyek-Proyek kotor ini diwarnai dengan perampasan lahan dan alih fungsi kawasan tanpa kajian daya dukung dan daya tampung yang mendalam dengan dalil peningkatan kesejahteraan rakyat. Legitimasi ini bertolak belakang dengan catatan BPS pada 2021 yang mencatat 20 persen masyarakat NTT mengalami kemiskinan ekstrim. Ini membuktikan pertumbuhan investasi tidak menjadi solusi mengatasi kemiskinan di NTT. Meningkatnya kemiskinan di NTT justru membuat jumlah kelompok rentan semakin bertambah. Karena kelompok miskin lebih memiliki sedikit alternatif untuk menghadapi krisis iklim dan dampak bencana ekologi. Â
*Maluku Utara
Direktur Walhi Maluku Utara Faizal Ratuela menyampaikan bahwa Maluku Utara yang luasan lautnya 100.731,44 Km2 sedangkan luas daratannya hanya 45.069,66 Km dan telah dipenuhi oleh Investasi pertambangan berjumlah 110 IUP Seluas 615.179,44 Ha yang tersebar di 10 Kabupaten/kota (2 kabupaten yaitu Halmahera Tengah dan Halmahera Selatan masuk dalam proyek strategis nasional sedangkan Halmahera Timur masuk dalam program strategis nasional dengan industri pertambangan nikel), perkebunan monokultur 59949,14 Ha, 867.352 Ha industri kehutanan.