Laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) Februari 2022 mengemukakan peningkatan suhu akan memaksa ikan berpindah dari wilayah tropis sehingga akan mengurangi pendapatan nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil di Indonesia sebesar 24 persen. 95 persen akan mencapai kategori level ancaman tertinggi, berdampak pada perikanan yang bergantung dengan karang. Â Di Asia Tenggara, 99 persen terumbu karang akan mengalami pemutihan dan mati dikarenakan krisis iklim pada tahun 2030.
Masyarakat yang berada di 3.658 desa pesisir di BANUSRAMAPA akan merasakan dampak dari kebijakan proyek strategis nasional terutama penggunaan energi fosil dalam pengembangan industri pertambangan terutama di wilayah timur Indonesia yang semakin mempercepat laju degradasi lingkungan serta krisis iklim yang berdampak pada kerentanan pangan, ketidakpastian hasil tangkapan nelayan, hilangnya pulau-pulau kecil dan bencana ekologi.
Walhi Region BANUSRAMAPA melihat rezim saat ini sepertinya melupakan bahwa Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam karena dikelilingi oleh gunung berapi aktif yang tersebar di darat dan dilaut, 12 sesar aktif yang berpotensi terjadinya gempa dan tsunami.
Kebijakan yang dipenuhi oleh industri ekstraktif justru akan mempercepat bencana ekologi serta menciptakan pengungsi iklim akibat dari hilangnya tempat bermukim di pesisir dan pulau-pulau kecil.
* Bali
Made Krisna Bokis Dinata Direktur WALHI Bali menjelaskan jika perusakan wilayah pesisir oleh pembangunan infrastruktur terus menjadi mimpi buruk yang menghantui pesisir Banusramapa. Bayangkan saja, pemerintah Provinsi Bali  dengan segala kewenangannya justru ingin menggunakan Mangrove Tahura Ngurah Rai dan Perairan Sanur untuk menjadi tapak Terminal LNG.
Terlebih, telah terungkap pemrakarsa dari proyek pembangunan Terminal LNG Sidakarya adalah PT Dewata Energi Bersih yang mana didalamnya mayoritas saham dipegang swasta bernama PT Padma Energi Bersih. Perumda Bali yang merupakan BUMD yang berada di bawah kewenangan Gubernur Bali paling ngotot menggunakan Mangrove hingga diduga melakukan perubahan blok Tahura untuk mengakomodir pembangunan Terminal LNG dikala saham Perumda hanya minoritas dan didapat dari hutang (saham kosong) . "Ini sungguh siasat privatisasi Blok Khusus terhadap lahan publik kepada swasta" tegasnya.
* Nusa Tenggara Barat
Direktur ED Walhi NTB, Amri Nuryadin menjelaskan, dari sederet pembangunan yang merupakan project maupun program strategis nasional dan investasi, baik itu pertambangan, pariwisata, pertanian dan kehutanan, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah salah satu daerah yang menjadi locus sejumlah pembangunan tersebut, namun keberadaan project maupun program strategis nasional dan investasi sebagian besar jauh dari harapan akan mendatangkan "berkah" bagi rakyat NTB.
Sebaliknya justeru telah meninggalkan berbagai kerugian dan kerusakan alam di Nusa Tenggara Barat baik di kawasan hutan sampai dengan pesisir, artinya sebagian besar pembangunan di NTB tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat justeru berdampak serius hingga terjadinya kerusakan ekologi, perubahan bentang alam baik Kawasan hutan maupun pesisir yang mengakibatkan meningkatnya resiko bencana di banyak wilayah di NTB.
Selain itu, pada kenyataannya sebagaimana data dan informasi yang banyak di release oleh media massa tentang masyarakat NTB masih hidup dalam kemiskinan yakni termasuk dalam urutan ke delapan dari sepuluh (8 dari 10) daerah termiskin di Indonesia, sebagaimana data yang diperoleh oleh WALHI NTB dari beberapa sumber dan data tahun 2021 yang menyebutkan bahwa angka kemiskinan di NTB sekitar 13,83 % dari jumlah penduduk di NTB atau total penduduk miskin di NTB mencapai 735,30 ribu jiwa.
Salah satu investasi yang digadang dan menurut Pemerintah Provinsi NTB akan mendatangkan berkah bagi pariwisata di NTB adalah pembangunan kereta gantung di kawasan hutan rinjani (RTK 1) dengan luas areal 500 Ha beserta pembangunan infstrukturnya dan rencana pembangunan resort dengan nilai investasi sebesar 2,2 Trilyun Rupiah. Walhi NTB melihat pembangunan tersebut akan meningkatkan terjadinya laju kerusakan hutan di NTB dan hanya memberikan keuntungan bagi investor bukan menjadi solusi dari kesulitan ekonomi rakyat pasca pandemi covid-19;