Si gila diam.
"Sudah lama kamu di sini? Apa yang kamu tunggu?"
Si gila tidak menjawab pertanyaan pertanyaan yang kuberikan pada si gila, namun ia diibaratkan pertanyaanku seperti lagu yang berjudul musim kemarau menantikan hujan, lagu itu cipta si gila.
Tanpa berkata apa-apa, si gila memberikan nokenya padaku, jawabku pada diriku sendiri, aku harus periksa Noken ini. Aku mulai memeriksa dalam nokennya, dalam Noken milik pemilik gila itu aku menemukan sepucuk kertas putih, surat itu penuh dengan coretan, tulisannya agak jelas, namun bisa dibaca isinya seperti berikut ini ;
Kepada yang terhormat bapak Direktur Rumah Sakit Jiwa di Abepura Jayapura Papua di tempat.
Saya mewakili orang gila yang lain di Papua, kami masih menunggu kedatangan bapak kepala rumah sakit jiwa dan jajarannya. Kami masih menunggu di emperan toko, di bawah kolom jembatan, di bibir jalan raya. Dan di tempat lain. Kami masih menunggu tidur dan bangun kami pun di tempat itu.
Sebagian kecil dari kami orang gila meninggal dalam penantian! sebagian dari kami ada di Rumah Sakit Jiwa dan sebagainya kami terlantar di emperan took, jalan raya di bawah jembatan di rumah sakit jiwa Abepura. Kami orang gila se-tanah Papua berharap dan menunggu kedatangan bapak Direktur Rumah Sakit Jiwa Jayapura Papua.
Semoga dapat diperhatikan melalui surat ini. Semoga bapak bapak Direktu-- Direktur Rumah Sakit Jiwa yang ada di tanah Papua bisa dimengerti dan menghargai kesabaran yang kami menunggu sampai saat ini.
Sekian dan terimakasih, selamat bekerja. Tuhan Yesus memberkati.
Ditulis oleh seorang gila, dan surat itu di tunjukkan kepada kepala (direktur) rumah sakit jiwa, yang ada di tanah Papua.
Penutup;