Mohon tunggu...
Novel Abdul Gofur
Novel Abdul Gofur Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan di Bidang Kepemerintahan yang sudah pengalaman di sektor / isu pembangunan berkelanjutan selama 20 tahun

Lahir di Jakarta 28 Maret 1975 dan menempuh pendidikan S1 di UI Jurusan Adm Negara (FISIP) 2000, dan S2 di Makati, Phillipine, Asian Institute of Management (AIM), jurusan Development Management, 2005. Bekerja di sektor kepemerintahan untuk pembangunan berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyiapkan Pengelolaan Pelayanan Umum di Bidang Persampahan di Kabupaten dan Kota yang Efisien, Produktif, Highly Good Corporate Business dan (Bahkan) Menguntungkan

9 April 2020   15:23 Diperbarui: 9 April 2020   15:26 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelolaan PPK-BLUD dalam pengelolaan persampahan pada dinas / SKPD di kabupaten dan kota di Indonesia belum banyak dibuat. Padahal, penerapan PPK-BLUD banyak manfaatnya, selain penerapannya yang menggunakan prinsip efisiensi, high productivity, good corporate / financial management dan (bahkan) dibolehkan untuk profit seeking (tanpa mengabaikan prinsip utama (jaminan) pelayanan publik-nya).

Pengelolaan pelayanan umum yang disandingkan fungsi regulatory bersamaan dengan fungsi operasi pemberian pelayanan, pada titik tertentu akan menemukan conflict of interest, yang mengakibatkan pelayanan itu tidak professional dan output / keluaran pelayanan tersebut sangat tidak maksimal. 

Pelayanan kebersihan persampahan yang saat ini jauh dari sempurna, bahkan baik sekalipun, amat patut mencoba penerapan PPK BLUD di Dinas / SKPD nya guna prinsip-prinsip diatas diaplikasikan, dan jasa/barang yang dihasilkan melewati batas kewajaran/baik, bahkan tembus pada tataran kepuasan.

Menuju PPK-BLUD di Dinas / SKPD di Kabupaten dan Kota tidak mudah, karena ada peraturan pedoman di tingkat kementerian (Permendagri) yang dirasa tidak mendukung / selaras dengan peraturan diatasnya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP), baik itu PP mengenai BLUD itu sendiri ataupun PP mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah-nya. 

Menjadi penting untuk PPK BLUD diterapkan secara massif di kabupaten dan kota di Indonesia guna fungsi operasi pelayanan umum kepada warga menjadi baik. Untuk itu, sudah barang tentu melalui upaya revisi / merubah pasal yang ada di Permendagri itu menjadi penting adanya, yaitu merubah pasal atau menambah pasal untuk Dinas / SKPD dapat menerapkan PPK-BLUD.

 

 Umum

Semenjak dilaksanakan perubahan sistem kepemerintahan di Indonesia pada awal tahun 2000-an yang mana ditandai dengan diterapkannya pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia, serta gemuruh Reinventing Government-nya David Osborne dan Ted Gaebler (dalam bukunya Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector) yang membisingkan birokrasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada awal-awal tahun 2000-an tersebut, telah membuat pemangku kebijakan dalam hal ini pemerintah dan DPR untuk merubah pola pelayanan umum di berbagai bidang untuk menuju prinsip Good Corporate Governance tersebut.

Semangat ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah (PP) No. tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), serta PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Melalui keempat peraturan perundang-undangan ini, babak baru pemberian pelayanan publik/umum kepada masyarakat telah terjamin untuk dikelola dengan efisien, produktif dan (bahkan) menguntungkan, dan tentunya memuaskan masyarakat yang menerima pelayanan umum tersebut.

Pelayanan umum ini dapat dilakukan oleh Lembaga / Kementerian di tingkat Pusat, Dinas atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Prinsipnya ini dapat dilakukan apabila kementerian/dinas yang secara Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)-nya / (Rencana Strategis/Renstra-nya) mempunyai unsur pemberian pelayanan / services kepada internal organisasi / kementerian/ dinas-nya, atau bahkan juga kepada masyarakat umum.

Harapan besar muncul atas terbitnya peraturan perundang-undangan ini, dan menjadi tanggung jawab pemerintah (pusat s/d kabupaten/kota) untuk menyelenggarakan pelayanan umum yang paripurna kepada masyarakat luas, salah satunya adalah pelayanan umum kebersihan persampahan yang sampai saat ini performa pelayanannya masih sangat amat jauh dari sempurna, bahkan baik sekalipun.

 

Quasi-Public Goods

Seperti diketahui bahwa pelayanan umum itu dapat didasari pada public goods atau private goods. Untuk konteks pelayanan umum yang berkategori public goods antara lain jalanan umum seperti jalan raya, fasilitas selokan/drainase di perumahan atau jalan-jalan, gedung sekolah negeri SD -- SMA, lampu-lampu jalan raya, pertahanan dan keamanan (TNI dan POLRI), fasilitas untuk ramalan cuaca yang dikeluarkan oleh BMKG, pembangunan mercusuar, pembangunan buoyant devices untuk tsunami warning, dan lain-lainya. Untuk pelayanan umum yang bersifat private goods adalah penggunaan jalan tol, pelayanan jasa kesehatan Rumah Sakit Swasta, menggunakan angkutan Kereta Api Super Cepat Jakarta -- Bandung, penggunaan kapal ferry cepat (speed boat) untuk penyebrangan antar pulau, dan lain-lainya.

Secara prinsip, menikmati pelayanan umum dengan kategori public goods itu tidak dapat dinikmati secara langsung, dan umumnya dinikmati secara bersama-sama, contohnya jalan (raya) umum, keamanan dan pertahanan, dan lain-lainnya. Untuk kategori private goods, pada saat pelanggan / masyarakat umum ingin menggunakan jalan tol, maka prasyarat utamanya adalah pembelian jasa/barang tersebut dengan nilai rupiah tertentu. Barang / pelayanannya langsung diterima atau dinikmati langsung oleh pelanggan atau pemakai jalan tol tersebut.

Dengan dinamika pelayanan umum yang berkembang di kalangan pemerintah, dan maraknya semangat pelaksanaan good corporate governance di sektor birokrasi, perlahan operasional pelayanan umum untuk public goods beralih menggunakan pola pelaksanaan penyelenggaraan pelayannnya ke private goods. Pola management keuangannya yang beralih, tetapi masih kategori public goods, itu dinamakan quasi-public goods. Esensi dari quasi-public goods adalah mekanisme pengelolaan penyelenggaraan untuk tersedianya public goods-nya (barang dan jasa) dilakukan dengan prinsip / ciri-ciri seperti pengeloaan usaha di sektor swasta. Efisiensi, high productivity, good corporate-financial management, dan profit seeking merupakan beberapa ciri-ciri pengelolaan usaha bersifat swasta.

Dalam konteks birokrasi pemerintah, baik itu di tingkat pemerintah pusat yaitu kementerian, serta provinsi dan kabupaten/kota yaitu dinas, quasi-public goods diketemukan juga. Contohnya untuk di sektor kesehatan, semisal RSUD yang selevel Badan / Dinas di tatanan Pemerintah Provinsi / Kabupaten/Kota itu dapat melaksanakan pola pengelolaan pelayanannya dengan menggunakan quasi-public goods, atau dalam konteks pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah di kenal dengan Badan Layanan Umum (BLU) untuk kementerian, dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk provinsi dan kabupaten/kota.

Prasyarat utama untuk kementerian di pemerintah pusat atau dinas-dinas di pemerintah daerah untuk menerapkan BLU / BLUD adalah kementerian atau dinas tersebut harus memberikan pelayanan umum (apakah itu jasa atau barang), dan perubahan menuju BLU / BLUD itu terdapat pada Pola Pengelolaan Keuangan-nya (PPK). Untuk itu, apabila dinas menerapkan BLUD untuk jasa pelayanan tertentu, maka dalam konteks pengelolaan keuangan daerah dikenal sebagai Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK -- BLUD).

 

 Pentingnya Penerapan PPK BLUD untuk Pelayanan Umum Kebersihan Persampahan di Kabupaten dan Kota

Pelaksanaan salah satu fungsi pemerintahan dan satunya pelaksanaan pelayanan umum dalam suatu dinas / Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) sudah banyak yang ditinggalkan baik di negara maju ataupun di negara berkembang. Seperti yang disampaikan diawal, bahwa Pemerintah Indonesia semenjak tahun 2005 telah mengeluarkan kebijakan peraturan yang mendukung ini, yaitu dalam konteks pelayanan umum yang diselengarakan oleh kementerian dan dinas / SKPD sudah seharusnya memisahkan fungsi regulatory dengan fungsi operasional pelayanan/service.

Syarat untuk penerapan PPK-BLUD yaitu harus memisahkan fungsi regulatory dengan fungsi operasional pelayanan/service. Pada saat dinas / badan ingin menerapkan BLUD, maka diasumsikan bahwa dinas / badan tersebut sebelumnya telah memberikan pelayanan atas jasa / barang kepada masyarakat. Ini bisa dilakukan, baik itu oleh dinas / SKPD tersebut, atau bidang dibawah dinas/SKPD. Misalnya, dinas kebersihan yang secara Renstra-nya dinas itu memberikan pelayanan kebersihan sampah kepada masyarakat di kabupaten atau kota tertentu, maka dinas kebersihan tersebut dapat menerapkan PPK-BLUD.

Pada Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), penerapan PPK-BLUD juga sudah dilaksanakan, namun masih terbatas - setahu saya - pada sektor kesehatan (yang relatively berjalan dengan baik) yaitu penerapan PKK -- BLUD di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), serta di sektor Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan SDM.

Perlu dimasifkan lagi oleh berbagai kalangan baik dari dalam pemerintah daerah maupun dari pihak luar bahwa PPK-BLUD sudah seharusnya diterapkan kepada dinas-dinas / SKPD yang di dokumen Renstra-nya menugaskan memberikan pelayanan umum, salah satunya adalah pelayanan umum kebersihan persampahan.

Momentum untuk membuat pelayanan kebersihan persampahan berkualitas menjadi sangat penting saat ini dan telah mendapatkan tempatnya, penerapan PPK-BLUD.

Pelayanan kebersihan persampahan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten dan Kota saat ini kondisinya sangat tidak menguntungkan untuk masyarakat, yaitu sampah tidak tertangani dengan benar, baik itu dari timbulan sampah di rumah-rumah atau di sekitar kawasan perumahan, sekolah, gedung-gedung umum, pasar, dan lain-lainya. Konsekuensinya atas kesemuanya ini dapat menyebabkan kesehatan warga yang terganggu, lingkungan sekitar yang terpolusi, serta tampilan fisik lingkungan yang tidak estetik/bersih. Di Indonesia, tingkat waste collection masih pada tingkatan 39 %, yang ini berarti sisa yang tidak ter-collected itu dapat berakhir dibakar; tercecer di daratan; terbuang di selokan/drainase lalu mengalir ke sungai-sungai dan berujung di muara / lautan. Indonesia di tahun 2018 menyabet polutan sampah di lautan ke-2 setelah Cina dan Sungai Citarum pernah menjadi sungai tekotor di dunia dari sampah / limbah padat dan cair di tahun 2017. Hal lainnya seperti pemanfaatan Waste to Energy yang ramah lingkungan dari sampah organic belum banyak dimanfaakan, atau sangat amat sedikit presentasenya dibandingkan dengan kebutuhan bauran kebutuhan energi terbarukan di Indonesia.

Pemanfaatan sampah dengan konsep ekonomi sirkular, khususnya daur ulang, yang belum banyak dimanfaatkan secara structural baik oleh Pemerintah (Pusat s/d Desa) maupun masyarakat itu sendiri. Walhasil, presentase kegiatan sampah daur ulang secara nasional hanya 7 %. Selain itu para pelaku pemanfaatan daur ulang sampah, seperti Bank Sampah {yang resmi (mempunyai lembaga), atau hanya pelapak} dan pelapak, itu masih menjadi bulan-bulanan oleh para pelapak besar/utama maupun oleh para industri daur ulang sampah plastik untuk penjualan sampah plastik (dan sejenisnya) serta sampah kertas/kardus (dan sejenisnya). Dalam hal ini, para pelaku Bank Sampah mendapatkan harga yang tidak setimpal atau dimainkan sepihak oleh para pelapak besar dan industri daur ulang tersebut (memonopoli harga). Semestinya, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) selaku regulator, dapat membantu menstabilkan harga, atau membantu subsidi pelaku Bank Sampah ini. Atau, melalui PPK-BLUD dapat menjadi pelapak besar yang salah satu unit bisnis PPK-BLUDnya dapat memfokuskan pada bisnis daur ulang sampah.

 

Peluang PPK-BLUD untuk Peningkatan Kinerja Pelayanan Kebersihan Sampah di Kabupaten dan Kota

Melihat kondisi masalah persampahan yang ada di kabupaten dan kota diatas, dan adanya kesempatan / opportunity yang bagus untuk pemberian pelayanan kebersihan sampah di kabupaten kota melalui PPK BLUD, maka sudah seharusnya Dinas atau SKPD yang terkait dengan pemberian pelayanan umum kebersihan sampah ini untuk memfokuskan pada pemberian pelayanan (jasa/barang) nya menggunakan pola PPK BLUD.

Sudah semestinya fungsi regulatory tidak menempel bersamaan dengan fungsi operasional pemberian pelayanan. Sehubungan dengan hal tersebut, dibawah ini beberapa positive factors untuk PPK BLUD dapat diterapkan di pelayanan umum kebersihan persampahan.

Setelah membaca point-point pendukung seperti diatas yang mana untuk diterapkannya PPK-BLUD pada Dinas / SKPD pada fungsinya untuk memberikan pelayanan kebersihan persampahan, maka sudah menjadi keharusan untuk kabupaten dan kota di Indonesia untuk tidak perlu lagi menunggu terlalu lama penerapannya, serta tidak ada alasan untuk tidak menerapkan PPK -- BLUD ini. Selain itu, peluang ekonomi sirkular (circular economy) di bidang persampahan itu sangat luar biasa. Bahwa sampah dapat membiayai dirinya sendiri sampai dengan 93 % itu (daur ulang, daur ulang materi, waste to energy, dll-nya) menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan pendapatan, selain dari retribusi persampahan serta dana transfer dari APBD.

 

Telaah Peraturan Perundang-Undangan untuk Pendirian BLUD

Pasang-surut pelaksanaan PPK-BLUD ditandai dengan berbagai peraturan pendukungnya, baik itu yang berdasarkan pada PP tentang BLUD beserta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)-nya, dan juga PP tentang Pengelolaan Keuangan Daerah beserta Permendagri tentang Pedoman Keuangan Daerah-nya.

Dibawah ini matrix perihal peraturan perundang-udangan terkait dengan PPK-BLUD yang mana menjadi catatan tersendiri untuk penerapan PPK BLUD sebaiknya langsung pada tataran Dinas / SKPD. Artinya, penerapan PPK-BLUD tidak perlu disyaratkan adanya UPT di dalam dinas / SKPD terlebih dahulu.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dok. pribadi

Melihat penjabaran perundangan-undangan diatas, maka menjadi titik sentral dimana Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah itu bertentangan dengan aturan diatasnya, baik itu PP mengenai BLUD maupun PP mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah.

Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah tidak mengakomodasi Dinas / SKPD untuk menerapkan PPK-BLUD. Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah ini mengharuskan adanya UPT terlebih dahulu di dinas/SKPD.

Menjadi jelas bahwa Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah bertentangan dengan PP yang ada. Selain itu, Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah ini juga dapat menghilangkan peran Dinas / SKPD yang secara prakteknya atau Renstranya telah melaksanakan pemberian pelayanan umum kebersihan persampahan kepada masyarakat.

Seperti diketahui, isu negative persampahan di kabupaten dan kota di Indonesia sudah begitu buruk dan tanpa solusi yang membangun. Sementara itu, apabila kabupaten dan kota tidak bisa menerapkan PPK BLUD di dinas / SKPD nya, sementara harus melalui PPK BLUD UPT terlebih dahulu - yang ini akan memakan waktu kira-kira sampai 3 -- 4 tahun (untuk PPK-BLUD Dinas / SKPD dapat terbentuk) - maka permasalahan sampah akan semakin menggunung, dan siap kapan saja untuk meledakan lahar bencananya. Tentunya ini tidak kita inginkan!

 

Kesimpulan

Penerapan pengelolaan management dan keuangan yang berprinsip pada efisiensi, high productivity, good corporate-financial management, dan profit seeking untuk pelayanan publik / umum oleh kabupaten dan kota, yang salah satunya tentang pelayanan kebersihan persampahan, menjadi tak terelakan saat ini. Selain untuk menangani permasalahan persampahan yang sudah akut, juga menerobos paham lama bahwa dalam dunia persampahan tidak ada kesempatan ekonominya/keuntungan.

Dengan penerapan PPK BLUD di dinas / SKPD, tentunya ini menjawab prinsip good governance yang harus ada di Kabupaten dan Kota. Karena PPK BLUD dioperasikan dengan prinsip efisiensi, high productivity, good corporate-financial management, dan (bahkan) profit seeking, maka selain PPK BLUD dapat memberikan pelayanan kebersihan persampahan yang baik bahkan sempurna, PPK-BLUD juga dapat mengelola kesempatan berbisnis di pengelolaan persampahan dan atau menerima pendanaan dari sektor EPR/Extended Producer Responsibility; CSR/Corporate Social Responsibility; cukai plastik dan tipping fee dari Kantong Plastik Berbayar / Kantong Plastik Tidak Gratis.

Pendapatan dari pengelolaan persampahan ini bisa sangat besar apabila dikelola dengan model bisnis yang benar. Pada akhirnya atau secara aggregate ini akan membantu menambah fiskal kabupaten dan kota yang ini (tambahan keuntungan /pendapatan dari PPK-BLUD untuk kas daerah) tentunya untuk pembangunan kabupaten dan kota.

Untuk itu, kesemuanya dapat terlaksana apabila langkah awal untuk merevisi Permendagri No. 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah, yaitu untuk memasukan satu pasal bahwa penerapan PPK BLUD dapat dilakukan di level Dinas / SKPD, tanpa terlebih dahulu melalui proses PPK - UPT.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Novel Abdul Gofur

Ahli Tata Kelola Kepemerintahan - Governance / Institutional Specialist 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun