Oleh: Novanka Ramadhanti
Indonesia adalah negara yang memiliki letak strategis karena diapit oleh dua benua dan dua samudera yaitu, benua Asia & Afrika dan samudera Hindia & Pasifik. Wilayah Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang menyebabkan adanya keberagaman dan dikenal sebagai bangsa yang majemuk, dimana negara ini memiliki suku, ras dan agama yang berbeda.
Tetapi perbedaan tersebut terkadang menyebabkan konflik, salah satunya agama. Konflik tersebut dapat disebabkan oleh keegoisan dan kepentingan tersendiri. Indonesia sendiri adalah  negara yang memiliki mayoritas penduduk Muslim, dimana menurut hasil sensus penduduk Indonesia pada tahun 2010 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam.
Seperti yang kita ketahui, Pancasila dalam sila pertama berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" dan didalam sila ini menjelaskan tentang percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Agama dalam falsafah negara Indonesia telah dijelaskan dalam sila pertama, yang mana dalam hal ini Indonesia berdasarkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa atau monotheisme. Sejarah sila pertama ini tidak lepas dari pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Dalam pidatonya, Ir. Soekarno mengatakan, "Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing Indonesia hendaknya ber-Tuhan, Tuhannya sendiri.
Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al-Masih, yang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tapi marilah kita semuanya ber-Tuhan.
Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya menyembah Tuhan dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada "egoisme agama." Â Dan hendaknya negara Indonesia suatu negara yang ber-Tuhan." (MK, 2010: 89).
Tetapi dari paparan pidato yang telah disampaikan oleh Ir. Soekarno, Indonesia pada era sekarang belum sepenuhnya menerapkan toleransi beragama. Hal ini diakibatkan oleh alasan kuat, diantaranya adalah sikap kelompok mayoritas yang menganggap dirinya memiliki kekuasaan atau pengaruh lebih besar dibandingkan kelompok minoritas dan merasa paling benar serta sikap belum bisa menerima perbedaan.
Contoh kasus intoleransi agama di Indonesia salah satunya adalah di Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta, seorang laki-laki bernama Slamet Jurniarto mendapat perlakuan tidak menyenangkan karena tidak diizinkan untuk menetap di dusun tersebut lantaran adanya aturan menolak penduduk non-muslim di desa tersebut.
Hal ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari tetapi juga terjadi di dalam sistem politik di Indonesia yang mengaitkan agama di dalamnya.Â
Contohnya dapat kita lihat dalam peristiwa pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 dimana Basuki Tjahja Purnama yang kerap disapa Ahok mencalonkan dirinya sebagai gubernur tetapi ditolak oleh sebagian kelompok umat Islam yang dipelopori oleh FPI (Front Pembela Islam), puluhan tokoh dan pimpinan ormas se-Jakarta lantaran agamanya yang non-muslim.
Hal ini bertentangan dengan sila pertama Pancasila yang menekankan kepada sikap saling menghormati dalam memeluk suatu agama. Karena didalam agama sendiri diajarkan hal-hal kebaikan, diantaranya: tolong menolong, menghormati perbedaan, dan lain sebagainya. Intoleransi merupakan sisi gelap yang muncul mengiringi demokrasi dan sekaligus merusaknya.
Karena dalam praktik demokrasi meniscayakan kemenangan suara mayoritas, maka konsekuensinya, yang minoritas merasa terpaksa menerima aspirasi, kepentingan, serta kemauan-kemauan politik pihak mayoritas. Intoleransi akan terjadi ketika kedua kelompok (mayoritas-minoritas) tidak menjalin hubungan yang harmonis.
Di negara ini, intoleransi benar-benar berkembang dengan mengatasnamakan demokrasi. Yang kita dapatkan, intoleransi itu sering diekspresikan oleh pemilik suara mayoritas untuk mengecam bahkan menista suara minoritas dan juga sering kali kita temukan para penganut mazhab mayoritas mengucilkan dan mengusir yang minoritas.
Demokrasi yang tidak diiringi toleransi dan dibiarkan berkembang secara perlahan pasti akan membunuh demokrasi itu sendiri. Selain itu, jika otoritas pemerintahan tak lagi dihiraukan dan hak-hak orang lain diabaikan, saat itulah demokrasi akan mati. Padahal, negara Indonesia sendiri dikenal sebagai negara demokratis yang seharusnya rakyat bebas untuk berpendapat dan memiliki hak untuk hidupnya.
Jadi, apakah di Indonesia Pancasila masih dijunjung tinggi? Dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara ini, saya melihat masih kurangnya pengamalan nilai-nilai Pancasila dimana Pancasila bukanlah sebagai hiasan semata, melainkan sebagai ideologi dan pedoman bangsa.
Terkadang, kaum mayoritas enggan memberikan rasa toleransinya kepada kaum minoritas. Sehingga, kaum minoritas merasa hak-haknya terbatasi. Jika hal ini terus menerus dibiarkan negara Indonesia yang memliki ragam suku, ras, agama dan budaya akan tercerai-berai. Â
Sejatinya setiap masyarakat berhak untuk mendapatkan haknya dan berhak untuk menjadi pemimpin jika memiliki potensi dan tujuan yang baik untuk bangsa. Sudah semestinya kita sebagai rakyat Indonesia bisa saling merangkul satu sama lain. Dalam agama Islam sendiri, diajarkan untuk saling toleransi dan tidak memaksakan kehendak orang lain.
Sebuah hadist dari Ibnu 'Abbas r.a, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah SAW. "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah As-Samhah" (yang lurus akan toleran).
Pada hakikatnya, di akhir zaman nanti dajjal akan turun dan menghancurkan dunia dan pada saat itu Nabi Isa AS. turun ke bumi untuk memperbaiki dunia termasuk sistem kekuasaan. Karena sesungguhnya kekuasaan akan terpacu oleh kebenaran yang absolut. Yang mana kebenaran itu bersumber dari Kausa Prima sehingga pada saat itu kekuasaan tidak bisa diganggu gugat kebenarannya.
*Ditulis oleh mahasiswi semester 1 mata kuliah Pengantar Ilmu Politik, prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI