Sederhananya, Tapera dapat kita anggap sebagai program subsidi silang yang dilegalkan Pemerintah dalam bentuk UU. Tidak semua masyarakat mampu memiliki tempat tinggal yang layak. Jika WNA yang dikecualikan dari pemanfaatan dana Tapera  masih diwajibkan berkontribusi dalam penyelenggaraan Tapera apalagi sebagai WNI tentu harus mendukung program ini. Anggap saja sebagai bentuk pendisiplinan diri menabung, membantu sesama, bahkan dalam konteks yang lebih luas Tapera dapat berkontribusi membantu pemerintah menguatkan kegiatan perekonomian nasional melalui sektor properti perumahan.
Bagaimana Program Tapera dapat berkontribusi menjadi penguat ekonomi nasional? tapera-x-eco-new-5ede2545d541df040d6192d2.jpg
Menteri Keuangan memperkirakan kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan mengalami penurunan sampai dengan titik 2,3% akibat pandemi Covid-19 yang jauh dari target APBN pertumbuhan ekonomi, yakni sebesar 5%. Selain itu, risiko pandemi Covid-19 juga mempengaruhi peningkatan rasio kredit macet (Non Performing Loan/ NPL).Â
Hal ini dikarenakan banyaknya kreditur yang mengalami dampak kesulitan ekonomi mulai dari pemotongan gaji, PHK, sampai pengusaha yang kesulitan mengembalikan modal. Peningkatan NPL tersebut dapat mengurangi pengaruh volatilitas ekonomi ke laba dan juga permodalan perusahaan.Â
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menghindari risiko sistemik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi demi menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) secara makro. Salah satu upaya stimulus pertumbuhan ekonomi adalah diterbitkannya PP Tapera yang diharapkan dapat menumbuhkan minat MBR untuk mengambil KPR atau membangun rumah karena adanya fasilitas suku bunga rendah yang ditawarkan oleh Tapera. Peningkatan kegiatan di sektor properti perumahan nantinya dapat menjadi pendongkrak ekonomi.Â
Bagaimana sektor properti perumahan dapat mendongkrak kondisi ekonomi?
Sektor properti perumahan merupakan sektor menjanjikan untuk mendongkrak perekonomian karena sektor tersebut diyakini memiliki dampak turunan terhadap sekitar 170 industri terkait seperti industri bahan bangunan, transportasi logistik, bahkan optimalisasi lapangan kerja baru. Bank Indonesia (BI) juga berpendapat bahwa karakteristik sektor properti memiliki efek pengganda (multiplier effect) cukup besar terhadap perekonomian nasional.Â
Sebelum Pandemi Covid-19, BI sudah mengeluarkan beberapa kebijakan stimulus untuk meningkatkan minat kredit di bidang properti perumahan sejak tahun 2016 hingga 2019 melalui berbagai peraturan yang melonggarkan uang muka (DP) untuk sektor properti.Â
Hal ini dilandasi dengan kondisi perekonomian nasional yang meliputi pertumbuhan kredit dan pembiayaan properti yang masih berada pada fase akselerasi dan belum mencapai puncak diikuti dengan penyediaan dan permintaan terhadap produk properti yang mulai meningkat, kemampuan debitur yang masih cukup baik, serta risiko kredit dan pembiayaan yang relatif terjaga. (link)
Berikut adalah Grafik Property Index di Indonesia yang bergerak positif:
Apakah ada peraturan terbaru yang diterbitkan BI terkait kebijakan Kredit Properti?
BI menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/13/PBI/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/8/PBI/2018 Tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor yang mulai berlaku per 02 Desember 2019.
Apa itu Rasio Loan to Value/ Financing to Value (LTV/FTV)?Â
Rasio LTV/FTV adalah rasio antara nilai kredit/pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank Umum Konvensional maupun Syariah terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit/pembiayaan berdasarkan hasil penilaian terkini. LTV/FTV merupakan salah satu dari lima instrumen makroprudensial untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap menjaga SSK. Instrumen kebijakan Makroprudensial ini bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan.