Mohon tunggu...
novance silitonga
novance silitonga Mohon Tunggu... Penulis - senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

senang baca, nulis, jalan-jalan apalagi nonton, masak dan mengurus taman.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Rakyat, Pilpres dan Masa Depan Indonesia

13 April 2019   23:05 Diperbarui: 14 April 2019   05:46 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebaliknya bukan elit (pemilik) partai politik yang menentukan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat. Walaupun partai politik merupakan representasi kehadiran rakyat yang berdaulat dalam negara bangsa, tetapi partai harus melakukan fungsi agregrasi dan akselerasi politik tersebut. Oleh karenanya partai wajib melakukan kaderisasi mencari kader/calon yang bisa dijadikan calon pemimpin bangsa (presiden).

Selama ini, partai politik belum maksimal melakukannya sehingga yang terjadi adalah mencitrakan calonnya dan dikemas sedemikian rupa sebagai calon pemimpin kemudian dijagokan sebagai calon presiden. Sayangnya, masyarakat lebih percaya pada hal-hal hasil pencitraan dan kurang memiliki inisiatif untuk melakuan pencarian (tracking) atas rekam jejak calon pemimpin yang diajukan oleh partai politik.

Kedua, kehidupan politik dikuasai oleh pemilik atau pendiri partai. Mereka memiliki dua kesempatan sekaligus dalam pilpres yaitu mencalonkan diri sendiri atau mencalonkan orang pilihannya sendiri.

Para pemilik atau pendiri partai mencari dan memberikan modal bagi partai untuk bergerak menjalankan roda partai. Mereka sekaligus bandar yang menghidupi partainya. Pengkaderan dalam tubuh partai tidak menjadi kebutuhan utama karena keputusan calon-calon pemimpin baik di daerah maupun di nasional ditentukan oleh para pemilik dan bandar partai.

Ketiga, oligarkhi partai yang akut. Hanya ada sekelompok kecil elit yang berkuasa dan memerintah partai. Sekelompok kecil elit itu yang selalu menentukan calon presiden partai. Hampir tidak pernah partai menggelar konvensi mencari calon presiden seperti yang dilakukan Golkar menjelang pilpres 2004. Figur penentu dalam pencalonan capres adalah tokoh-tokoh yang sama dari masa ke masa.

Keempat, ambisi yang kurang terkendali dari calon presiden. Menurut penulis, Prabowo Subianto merupakan figur yang tegas dan nasionalismenya sulit dibantah. Isu pindah warga negara yang pernah dideranya tetap saja membuat dirinya setia kepada republik. Prabowo berpengalaman dalam sejumlah kepemimpinan militer dan mapan dalam kehidupan ekonomi.

Pilpres 2009 beliau mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden dan pilpres 2014 sebagai calon presiden. Hasilnya rakyat tidak menghendaki Prabowo sebagai wakil presiden dan presiden. Pilpres 2019 kembali mencalon diri sebagai presiden. Penulis melihat Prabowo kurang mengukur diri dalam faktualitas yang ada. 

Bukankah seharusnya Prabowo lebih tepat menjadi king maker untuk menentukan siapa yang tepat menjadi presiden dan bukankah beliau juga pemilik partai politik (Gerindra) yang dapat digunakan sebagai instrumen penjaringan calon pemimpin alternatif yang punya elektabilitas lebih tinggi? Ambisi yang kuat, hadir dalam pencalonan kembali Prabowo sebagai presiden.

Apapun itu, rematch sebuah kenyataan yang harus diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Walaupun partai politik peserta pemilu 2019 ada 16 partai, tetapi yang disajikan kepada rakyat hanya 2 pasangan calon yang seharusnya rakyat bisa punya banyak pilihan calon presiden.

Tanggal 17 April 2019, rakyat telah memiliki preferensi diantara kedua calon presiden. Tanpa tekanan apapun dan dipengaruhi siapapun, pemilih berotoritas menentukan pilihannya. Toh, rakyat hanya berharap, presiden yang terpilih membawa kesejahteraan bagi hidup mereka.

Bangsa Indonesia Kedepan
Menjelang pemilihan presiden masyarakat terbelah di dalam pengkubuan. Rakyat terbagi dalam pengkubuan seperti kawan dan lawan, pro dan kontra, Islam dan kafir, kampret dan cebong. Kohesi sosial benar-benar terkoyak dan menciptakan permusuhan dan berbagai perilaku dan tindakan yang melanggar hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun