Jumlah anggota KJB dari waktu ke waktu bertambah karena 'member get member'; banyak anggota yang mengajak serta teman, pasangan, atau anggota keluarganya di tur-tur yang diselenggarakan KJB.
Pengetahuan mas Kartum yang mendalam seputar sejarah zaman kolonial di Jakarta menjadi daya tarik tur-turnya KJB. Namun, kalau saya ditanya soal keunggulan KJB dari penyelenggara tur lainnya, saya akan menjawab KJB adalah spesialis tur luar Jakarta khususnya Pulau Jawa dan ujung selatan Pulau Sumatera yang mengajak peserta berpelesir ke sisa-sisa zaman pra-kolonial.Â
Tur KJB di Jakarta dan sekitarnya biasanya dibanderol antara Rp75.000,00 sampai tidak lebih dari Rp180.000,00, berdurasi 2 sampai 3 jam. Sayangnya, karena kesibukan mas Kartum dalam pekerjaan, KJB tidak rutin menyelenggarakan tur di Jakarta maupun luar Jakarta.Â
Tur-tur yang diselenggarakan KJB sangat cocok bagi siapapun yang mengutamakan pengetahuan sejarah di Jakarta ketimbang keragaman destinasi, dan menggemari program tur yang tidak menuntut aktivitas fisik yang padat.
Komunitas Historia Indonesia (dulu disebut IndoHistoria)
KHI dirintis sejarawan Asep Kambali, yang juga merupakan pemimpin dari mayoritas tur yang diselenggarakan KHI. Seperti mas Kartum, kang Asep juga punya pengetahuan yang komprehensif seputar sejarah Jakarta dan zaman kolonial di Pulau Jawa.
Di tur-tur mereka yang pernah saya ikuti, kang Asep ditemani 4-7 orang voluntir (jumlahnya disesuaikan dengan jumlah peserta) yang bertugas memobilisasi peserta untuk dapat mengikuti seluruh rangkaian tur dengan tepat waktu. Satu sampai dua orang voluntir akan mengurus administrasi pembayaran tiket sementara kang Asep memimpin jalannya tur.
Sampai saat ini, hanya dua tur KHI yang pernah saya ikuti. Tahun 2012 adalah pertama maupun terakhir kalinya saya mengikuti tur KHI; bagi saya, 'bang for the buck' bukanlah frasa yang tepat menggambarkan tur-turnya KHI waktu itu.Â
Voluntir KHI di tur terakhir yang saya ikuti cukup banyak, namun sempat terjadi miskoordinasi antarvoluntir sehingga tur tidak terlaksana tepat waktu.Â
Saya berharap saya tidak bias usia, namun saya memahami bahwa saat itu mayoritas voluntir adalah anak muda dan sebagian besar dari mereka (entah kebetulan atau tidak) gemar mencari teman baru; dulu, saya kerap dapati voluntir santai berbincang dengan beberapa peserta tur ketimbang memastikan seluruh peserta mengikuti rangkaian tur.