Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Konsep Uang Dimulai dari Uang Jajan

10 September 2024   09:15 Diperbarui: 10 September 2024   10:54 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Uang (Sumber: ksheneider/Pixabay)

Hanan anak saya paling bungsu saat ini sudah duduk di kelas 2 SD. Setiap pagi, dengan mimik lucunya ia akan meminta uang jajan, ia akan merajuk ke ibunya untuk mendapatkan Rp4.000. 

Maka seperti kebiasaan yang sudah terpola, sebelum diantar ke sekolah (karena harus diantar dengan sepeda motor) ia akan mendapatkan 'income' nya setiap pagi, biasanya setelah mendapatkan uang jajan, ibunya (istri saya-red) akan memberikan wanti wanti, agar jajan yang benar, tidak boleh jajan sembarangan.

Konsep jajan yang benar, Hanan tidak boleh beli es warna warni yang tidak jelas, tidak boleh beli makanan dengan warna mencolok, dan tidak boleh tidak boleh lainnya. Sebagai bapak, saya tidak ikut memberikan wanti wanti. Karena sudah cukup banyak wanti wanti yang diberikan istri saya khawatir anak semakin bingung.

Selain uang jajan, Hanan mendapatkan bekal makanan dan minuman. kalau hitungan saya, uang Rp4.000 bisa dibelikan hal lain selain makanan dan minuman. Seperti mainan ala bocah, seperti gangsing, yoyo, layangan, pistol kayu, pistol air dan lain lain. Atau dibelikan ikan cupang, ikan mas, ikan sapu sapu, dan ikan lainnya.

Nah, sekarang bagaimana memulai mengajarkan anak tentang keuangan yang sangat sederhana. Memperlakukan uang dengan bijak, tidak boros dan tidak pelit. termasuk bagaimana mengajarkan kepada anak tentang uang yang harus disedekahkan. 

Hanan usianya 7 tahun, ia anak yang aktif layaknya anak sebayanya. Ia penyuka mainan. Saking sukanya dengan mainan ia hafal channel Youtube yang melakukan unboxing dan mereview mainan mainan.

Maka uang jajan yang diberikan setiap pagi akan habis untuk membeli mainan. Bila harganya lebih dari Rp4.000, kami (saya dan istri) mengajarkan untuk melakukan 'saving', menunda membeli mainan agar uangnya terkumpul dan cukup untuk membeli mainan yang diinginkan

Bagaimana cara agar anak mau menabung, tentu diedukasi dengan cara paling mudah dan bisa dimengerti anak usia 7 tahun. 

"Hanan kan punya uang empat ribu, kalau mau ditabung uangnya, dua ribu saja yang dijajanin, sisanya disimpan di sini, ini ajaran istri saya sambil menunjukan dompet kecil sebagai tempat menyimpan uang.

Kalau saya mengajari lebih advance lagi, "Hanan beli mainan, dua ribu terus jual sama teman tiga ribu, Jadi nabungnya bisa tiga ribu," saya mengajarkan konsep transaksi jual beli dengan mendapatkan keuntungan. Ternyata hal sederhana mengajari anak berjualan berhasil.

Transaksi jual beli sudah saya ajarkan ke anak pertama, kedua dan ketiga. Saat mereka masih duduk di bangku SD. Mereka dibelikan pensil, rautan, penghapus yang menarik dan lucu dalam jumlah untuk dijual kembali. Hasilnya mereka berhasil menjual dan mendapatkan uang lebih alias 'revenue'

Pelajaran keuangan untuk anak, tidak hanya bagaimana menabung (saving). tapi mengajari anak untuk melakukan dasar transaksi jual beli yang secara tidak langsung mengajari anak tentang 'sales' dan 'marketing'.

Imbasnya, anak pertama (sudah lulus kuliah) sangat jeli untuk melihat peluang, ia memiliki toko online dan terbiasa melakukan live selling (online) dengan pendapatan yang lumayan.

Anak kedua (sudah lulus kuliah), terbiasa untuk memasarkan produk, menjual apapun yang bisa menghasilkan cuan. ia lebih suka melakukan digital marketing, membuat poster, flyer digital, dan memaksimalkan media sosialnya.

Anak ketiga (kuliah di Surabaya) juga terbiasa berjualan online seperti anak pertama. Ia juga melakukan live selling di sebuah marketplace sejak duduk di bangku SMA. Tapi saat ini karena baru memulai kuliah, ia harus fokus terlebih dahulu dengan dunia baru di kampus.

Kemampuan anak-anak yang akhirnya paham bagaimana mencari passive income, mereka tetap bekerja pada bidangnya masing masing tapi bisa memperoleh pendapatan dari kegiatan bisnis sampingan. Yang kelak bisa dipilih menjadi pendapatan utama.

Hal ini tidak terlepas dari cara mengajari anak tentang konsep uang. Bahwa uang bukan segala galanya tapi segala galanya butuh uang. Uang bisa membuat orang menjadi baik atau sebaliknya uang akan membuat orang menjadi jahat.

Mengajari Keuangan Tidak Hanya Teori

Anak-anak seusia Hanan mungkin belum sepenuhnya paham dengan konsep uang. Mereka masih suka bermain. Kerjanya anak seusia Hanan ya bermain. Jadi konsep mengajarinya dengan gaya bermain.

Untuk mengatur uang jajan, saya dan istri memberikan kepercayaan bagaimana anak membelanjakan uangnya. Walau untuk alasan kesehatan, istri saya sangat peduli sehingga ia sangat khawatir dengan jajanan yang tidak sehat.

Salah satu indikator anak bisa mengatur uang jajan nya, ia tidak kehabisan uang, ia bisa memilih apa yang ia akan beli dengan uang yang dimiliki. Hanan contohnya, ia sadar uangnya hanya empat ribu , hanya bisa membeli makanan (jajanan) dua ribu, sisanya ia belikan mainan.

Hanan sangat jarang minta tambahan uang jajan untuk membeli jajanan atau mainan. Ia paham uang empat ribu harus diatur agar semua keinginan terpenuhi. ia juga paham kalau ada mainan yang hanya cukup dilihat saja di youtube tanpa merengek untuk dibelikan. Karena harganya tak mungkin dibeli orang tuanya.

Bahkan ia akan menolak dibelikan mainan yang harganya mahal, karena ia juga paham uang sebesar itu sayang kalau dibelikan mainan. Uniknya ia bisa menunda membeli mainan hingga lebaran tiba, karena saat lebaran ia akan mendapatkan uang 'tanggokan' yang jumlahnya bisa ratusan ribu rupiah. Maka panen membeli mainan mahal hanya dilakukan saat lebaran. 

Anak harus diberikan pengetahuan tentang konsep uang, tidak hanya teori tapi dengan praktik langsung. Mereka dibelikan barang dagang yang bisa mereka jual kembali yang hasil selisihnya bisa mereka dapatkan.

Anak-anak dilibatkan dalam proses transaksi jual beli, mereka melihat langsung bagaimana orangtuanya juga mendapatkan uang dari transaksi jual beli. Mereka ikut terlibat aktif dalam menyusun barang dagang, menawarkan barang dagang kepada calon pembeli hingga belajar mencatat secara sederhana keuangan bisnis.

Hal ini biasa didapatkan anak-anak Tionghoa saat orangtuanya berjualan, sejak kecil mereka melihat dan merasakan langsung bagaimana bisnis dijalankan. Maka jangan heran bila saat dewasa mereka piawai dalam melakukan bisnis, karena sudah terbiasa sejak kecil. 

Hal inilah yang saya terapkan juga. Anak-anak akan menyerap pengalaman dan informasi sejak ia kanak kanak. Bila pengalaman dan informasi bisnis yang ia dapatkan, bukan mustahil saat dewasa mereka akan memulai bisnis dengan mudah. 

Satu hal yang saya tanamkan dalam konsep uang, 'tidak boleh boros dan tidak boleh pelit'. Seimbang dalam mengelola uang, tidak terlalu menahannya tapi juga tidak sembarang mengeluarkannya. Uang harus dijadikan kuda tunggangan, buka terbalik ditunggangi uang.

Sebagai disclaimer apa yang saya lakukan hanya untuk saya pribadi dan keluarga, mungkin hal ini tidak bisa dan tidak cocok dilakukan di keluarga lain, silahkan menggunakan metode lainnya.

Salam bahagia 

Solear City, 10/9/24

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun