Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengenali Risiko dan Manfaat Pendidikan Nonformal

12 Juli 2024   15:11 Diperbarui: 13 Juli 2024   03:21 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Risna Hasanudin sedang mengajari anakanak Suku Arfak (sumber: IG @hasanudinrisna)

Diawal tak banyak yang mau ikut, hanya beberapa gelintir yang percaya. Motifnya masih coba coba hingga berjalannya waktu, program Kejar Paket A, B dan C semakin dibutuhkan.

PKBM Khatulistiwa juga memberikan ruang baca gratis dan pelatihan ketrampilan yang kelak dibutuhkan anak-anak yang ada disekitar rumahnya. Surya Dharma tak patah arang walau keterbatasan fasilitas yang ada. Semuanya dilakukan dengan tekad mulia yang tak mau menyerah.

Risiko Besar dari Memperjuangkan Pendidikan Nonformal

Di Papua, tepatnya di Manokwari Selatan Distrik Ransiki di dusun Kobrey, ada seorang gadis pemberani asal maluku yang rela berjibaku memberikan pendidikan nonformal untuk anak-anak wanita dan para ibu suku Arfak. Salah satu suku terbesar di Papua

Risna Hasanudin, ia memilih jalan sunyi yang nyaris tak pernah diikuti gadis sebayanya yang lebih memilih bekerja di kota kota besar dengan fasilitas lengkap. Ia rela berjuang sendirian jauh dari rumahnya di Pulau Banda Naira.

Bahaya keselamatan mengancam, ia hampir menjadi korban tindak perkosaan dan kekerasan. Risma juga pernah dipukul hingga wajahnya lebam. Sebuah hal yang mengerikan. Tapi Risna tak bergeming. Ia tetap bertahan dan meneruskan upayanya memberikan pendidikan keterampilan. 

Risma membangun pendidikan nonformal yang diberi nama Rumah Cerdas Arfak. Sasaran awalnya adalah membuka pola pikir suku Arfak yang sudah terbiasa di alam bebas. Suku yang biasa hidup di puncak puncak Gunung ini tak terbiasa dengan pendidikan formal, duduk dibangku sekolah.

Kebaikan alam telah memenuhi semua kebutuhan Suku Arfak. Sehingga bagi anak-anak suku Arfak terutama yang wanita, pendidikan formal hampir tak pernah dirasakan. Sekedar bisa membaca dan menulis sudah sebuah keajaiban.

Risma membuka kelas kelas sederhana di rumah ketua suku yang saat itu baru berumur 27 tahun. Untuk anak-anak dan kaum wanita dewasa, para mama, Risma mengajari membaca, menulis dan menambahkan keterampilan membuat kerajinan sehingga layak dijual dengan harga yang pantas.

Kerajinan Tas Noken yang biasanya dihargai paling mahal Rp 50 ribu kini bisa dipasarkan hingga Rp 200 ribu. Jangkauan pasarnya pun jauh lebih luas berkat dipasarkan melalui sosial media. Risma terus berupaya memberikan bukti kemajuan agar semakin banyak anak suku Arfak mau menerima pendidikan.

Kesabaran Risma akhirnya berbuah manis, satu per satu anak-anak Suku Arfak bisa membaca, buku-buku kini menjadi hal yang biasa mereka bawa. Pengetahuan tentang dunia luar mulai merambah. keinginan berubah mulai tumbuh subur.

Pendidikan Nonformal Bisa Menjadi Penyelamat 

Remaja tak lulus sekolah dasar itu kini menjadi seorang bos di sebuah bisnis konstruksi rumah tinggal. Penghasilannya sudah mencapai ratusan juta, anak buahnya puluhan orang yang bekerja mulai dari kuli, tukang hingga arsitek dan insinyur sipil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun