Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPBD Antara Niat dan Kenyataan Pendidikan Berkualitas dan Berkeadilan

29 Juni 2024   06:01 Diperbarui: 1 Juli 2024   09:09 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Mencari bangku sekolah. (Sumber: KOMPAS/SPY)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk sekolah negeri memang punya cerita dan drama tersendiri. Awal ajaran baru menjadi momen 'berburu' sekolah sekolah negeri berkualitas. Para orangtua yang sangat ingin anak anaknya bersekolah di sekolah dan lingkungan 'terbaik' akan memasukkan ke sekolah yang disebut sebagai sekolah negeri favorit.

Sayangnya, sekolah negeri favorit hanya ada di beberapa wilayah. Jumlahnya sangat terbatas. Dengan sistem zonasi membuat sekolah yang tadinya favorit menjadi tidak mungkin dimasuki untuk anak anak berprestasi yang tidak tinggal dalam zona tersebut.

Dulu, di zaman saya masuk sekolah negeri menggunakan nilai ebtanas murni (NEM). Nilai yang dimiliki calon siswa bisa digunakan untuk masuk sekolah sesuai mengikuti range angka NEM. Semakin tinggi nilai NEM akan semakin leluasa menentukan dimana calon siswa bersekolah. 

Sehingga ada anak yang sekolah berjarak cukup jauh dari rumah ke sekolah. Karena sekolah yang sesuai dan diinginkan berada jauh dari lingkungan rumah. 

Hal ini lah yang menjadi catatan, Hal lainnya ada sekolah yang isinya anak anak cerdas sementara ada sekolah lainnya yang mayoritas diisi anak anak 'biasa biasa' saja. fasilitaspun terlihat berbeda antara kedua sekolah ini.

Maka dua catatan ini coba diperbaiki dengan sistem penerimaan siswa baru dengan sistem zonasi. Namun dalam prakteknya hal ini menimbulkan 'masalah' baru. 

Timbulnya usaha usaha memanipulasi data tempat tinggal calon siswa agar tetap bisa diterima di sekolah negeri favorit. Atau ada 'main mata' oknum sekolah negeri dengan calon orang tua siswa.

Sistem pendidikan dengan menerapkan zonasi wilayah sejatinya menginginkan keadilan untuk semua peserta didik. Semua sekolah akan memiliki anak anak yang beragam, ada yang jenius, ada yang cerdas dan ada yang rata rata. Walau dalam dunia pendidikan seluruh anak memiliki bakat kecerdasan masing masing yang berbeda. Semua anak cerdas pada bidangnya.

 Dengan sistem zonasi yang diinginkan agar sekolah terus berbenah untuk menaikkan kualitas sekolah. Sehingga dengan adanya zonasi maka sekolah favorit akan hilang dengan sendirinya karena semua sekolah akan menjadi favorit. Ini merupakan langkah untuk adil dalam mendapatkan kualitas pendidikan.

Calon siswa juga akan mendapatkan sekolah yang tidak jauh dari lingkungan rumah, hal ini punya imbas menurunkan biaya untuk orangtua dan keamanan siswa.

Karena saya dulu bersekolah SMP dan SMA cukup jauh, harus menggunakan sarana transportasi bus yang saat itu cukup berbahaya karena maraknya tawuran anak sekolah.

Sumber gambar Kompas.TV
Sumber gambar Kompas.TV

Pandangan Orang Tua tentang Zonasi

Sebagai orangtua saya sendiri setuju dengan sistem zonasi namun memang ada beberapa kekurangan yang butuh waktu cukup lama untuk mengatasinya. Anak saya yang pertama dan ketiga memiliki nilai akademik yang sangat baik, sering juara kelas atau juara umum.

Punya potensi yang baik karena sering ikut dalam kompetisi akademik baik tingkat kabupaten hingga provinsi. Sementara sekolah menengah atas (SMA) di wilayah kami cukup memprihatinkan secara kualitas lulusan. Dari informasi yang saya dapat , jumlah lulusan SMA ini sangat sedikit yang diterima perguruan tinggi negeri (PTN) baik dari jalur prestasi, UTBK hingga jalur penerimaan mandiri.

Pihak sekolah tampaknya tidak terlalu peduli dengan lulusan sekolah diterima di PTN atau tidak. Semuanya diserahkan ke siswanya, silahkan menambah pelajaran di bimbel yang menawarkan persiapan masuk PTN. Yang tidak semua orang tua mampu karena terbentur biaya yang cukup mahal.

Sedangkan ada sekolah yang saya nilai cukup baik karena memiliki lulusan yang banyak diterima di PTN. Sekolahnya pun membantu dan berusaha agar siswanya diterima di semua jalur penerimaan. 

Sekolah ini menyiapkan dan membantu memotivasi siswanya sejak jenjang kelas 10. Sayangnya sekolah ini jauh dari rumah , butuh 17 kilometer untuk mencapai sekolah ini. Sehingga terbentur sistem zonasi

Untung masih ada sekolah lain di bawah Kementerian Agama (Kemenag) yang cukup berkualitas yang masih menerima siswa dari wilayah rumah. Karena secara jumlah sekolah dibawah kemenag jauh lebih sedikit dibanding di bawah kementerian pendidikan , riset dan teknologi (Kemendikristek). Di Sekolah ini anak saya masuk menggunakan jalur prestasi.

Sebagai orang tua saya sangat berkepentingan agar anak diterima di sekolah negeri yang berkualitas, karena dari jenjang menengah atas (SMA) anak akan terima di perguruan tinggi. Untuk saya, jenjang menengah atas sangat penting dan krusial.

Saya sangat berharap anak-anak bisa mendapat pendidikan tinggi negeri yang baik di kampus yang memiliki rangking nasional yang baik. Karena sekolah adalah lingkungan, maka memilih lingkungan pendidikan yang berkualitas, berkompetisi dan memiliki arah yang sejalan menjadi impian para orangtua. 

Anak sulung saya di terima dan lulus UIN Jakarta , anak ketiga di terima di UNESA Surabaya, dan anak ketiga lulus dari SEBI di Depok. Maka bisa memahani bila ada orangtua yang rela berbuat 'lebih' agar anaknya bisa diterima sekolah yang menurut mereka 'favorit'.

Daya Tampung dan Kuota Siswa

Rata rata sekolah negeri di Indonesia masih seperti kurva seperti piramid, kapasitas jenjang pendidikan lebih tinggi lebih sedikit alias lebih kecil. Dari Jenjang SD ke SMP dan ke SMA, jumlah daya tampung mengalami pengurangan.

Karena jumlah daya tampung yang mengecil ke atas maka muncullah kuota siswa yang bisa diterima di sekolah negeri. Alhasil bisa ditebak, terjadi perebutan jumlah kursi yang kadang menimbulkan drama. Ditambah sistem zonasi, daya tampung anak yang bisa diterima sekolah negeri semakin terbatas.

Belum lagi bila dilakukan kontestasi kemampuan akademik, semakin meranalah anak anak dengan kemampuan akademik rata rata. Anak anak ini hanya bisa diterima sekolah swasta. Yang tentu kualitasnya ditentukan oleh nilai kemampuan keuangan orangtua.

Sekolah swasta dengan kualitas baik biasanya memasang biaya pendidikan yang lebih mahal. Bahkan bila orang tuanyanya mampu secara finansial, kuota sekolah swasta berkualitas juga terbatas. Masih perlu perjuangan untuk masuk ke sekolah swasta yang berkualitas apalagi masuk sekolah bonafid.

Pendidikan memang memerlukan biaya, pemerintah yang memiliki regulasi sekaligus juga sebagai operator pendidikan perlu melakukan evaluasi, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten perlu menyamakan visi dan misi.

Tarik ulur regulasi jenjang sekolah tingkat menengah atas yang dipegang provinsi atau kota/kabupaten perlu diperjelas. Ada baiknya semua stakeholder diberikan kesempatan untuk memberikan masukan.

Jangan Berbohong untuk PPDB Zonasi

Berapapun kuatnya keinginan kita sebagai orangtua untuk memasukkan anak ke sekolah negeri berkualitas dengan sistem zonasi. Mengakali atau berbuat curang agar anak kita diterima disebuah sekolah negeri favorit adalah perbuatan tidak terpuji.

Anak kita akan melihat dan menilai apa yang dilakukan orang tuanya. Bisa jadi anak anak kita menganggap perbuatan bohong untuk sebuah keinginan adalah sah dan benar. Mereka bisa jadi mencontoh dan melakukan perbuatan lain untuk memuluskan keinginan mereka.

Selain perbuatan kita akan berdampak merugikan bila ada anak yang lebih berhak masuk ke sekolah malah batal karena perbuatan kita. Ini tentu lebih menyakitkan. Sekolah negeri berkualitas memang penting namun jauh lebih penting akhlak anak kita kelak.

PPDB sistem zonasi memang perlu dievaluasi, perlu ada jalan keluar agar keinginan semua pihak dapat diakomodir dengan ketentuan yang jelas. 

Bila perlu kelas atau sekolah khusus untuk akselerasi anak-anak berprestasi, mungkin perlu dibuatkan panitia khusus untuk anak-anak berprestasi bisa ditampung dalam program khusus. 

Salam Bahagia...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun