Di Ruangan ini sudah tersedia meja dengan empat kursi. Jadi 3 kursi untuk pengunjung dan 1 kursi untuk warga binaan. Di ruangan besar inilah semua hal menguras perasaan. Ada sedih, ada Bahagia, ada senyum , ada hal yang menyentuh hati.
Saya merasakan sendiri bagaimana kembali bertemu dengan teman yang telah kehilangan kebebasannya sesuai putusan hakim yang telah inkrah.
Ada tangisan dan pelukan hangat Ketika bertemu secara langsung. Beberapa pasangan dan keluarga terlihat menangis haru ketika bertemu kembali dengan anggota keluarganya yang berstatus narapidana dengan rompi berwarna kuning dengan tulisan warga binaan lapas kelas 1 Cipinang.
Ada tangisan, Ada ciuman kerinduan
Selama saya berada di ruangan pertemuan, saya merasakan aura kebahagian yang hilang. Pertemuan yang kembali bersatu walau dalam hitungan menit.
Ada satu keluarga lengkap dengan anak anak yang juga ikut serta. Mereka duduk mengelilingi sambil makan yang mereka bawa. Bercakap cakap dalam kebahagian sesaat. Saling memotivasi dan menguatkan diantara mereka sendiri.
Ada pasangan yang langsung berpelukan erat sambil berurai air mata. Lama mereka berpelukan tak lagi malu bila di ruangan banyak orang lain yang sedang berkunjung juga. Seakan pertemuan yang singkat itu sebuah pertemuan terakhir.
Siang itu, warga binaan didominasi anak anak muda. Perkiraan saya mereka masih berumur dibawah 30 tahunan. Entah kasus apa yang menjerat mereka masuk ke dalam lapas.
Di Dalam ruangan besar itu kita masih bisa membeli makanan dan minuman yang ditawarkan. Ada kantin yang dikelola koperasi. Ada yang bertugas menawarkan makanan dan minuman ke setiap meja. Tinggal pilih jenisnya , bayar dan nikmati. Sayang, siang itu saya tidak membeli apapun karena lebih memanfaatkan waktu yang terbatas dengan berbincang bincang ringan.
Sambil berbincang saya bisa melihat beberapa pasangan terbawa emosi sehingga tanpa sadar berciuman melepaskan rindu. Pasangan ini mungkin telah memendam rindu yang begitu lama dan menggebu gebu. Pemandangan ini lebih terlihat sebagai sebuah kenyataan miris yang menyedihkan ketimbang adegan sensual yang berbau syahwat.
Waktu jualah yang membuat pertemuan harus diselesaikan. Perbincangan akhirnya disudahi. Entah kapan lagi saya bisa kembali berkunjung. Saya berharap pertemuan selanjutnya terjadi tidak di dalam lapas tapi disebuah cafe yang bebas tanpa batasan waktu.
Karena dibalik pertemuan di ruang besar itu masih banyak warga binaan yang jarang bahkan tidak pernah dikunjungi oleh keluarganya. Entah karena kasus yang begitu berat dan menyakitkan sehingga tidak ada anggota keluarga yang mau datang. Atau seperti orang asing yang terkena masalah hukum di Indonesia yang tidak ada yang berkunjung.