Setiap senin pagi, saya harus menyiapkan waktu lebih pagi untuk sampai di stasiun Tigaraksa. Walau ada kereta yang stand by di jam 05: 40 dalam kenyataannya kereta sudah penuh bila telat 10 menit. Tak ada lagi bangku kosong.Â
Terpaksa saya harus menguatkan hati untuk mampu berdiri dan berdesak desakan selama hampir 1 jam 20 menit. Kalau hati sudah Ikhlas dan kuat maka berdiri selama 1 jam  akan menjadi lebih ringan. Sambil tentunya melakukan aktivitas bermanfaat dan berguna selama berada di dalam gerbong kereta.
Sesampainya di Tanah Abang, antrian untuk naik tangga sudah mengular hingga 10-15 meter. Semua tangga penuh dan harus berbagi dengan pengguna yang akan turun. Kadang karena ingin buru buru terjadi perselisihan kecil antar pengguna yang  biasanya diatasi dan didamaikan.
Dari stasiun Tanah Abang saya harus berganti kereta menuju stasiun Manggarai di jalur 3. Di Titik ini juga harus bersabar karena akan bertemu pengguna yang akan turun. Walau tidak sepadat kereta dari arah Rangkasbitung. Jalur Tanah Abang ke Manggarai akan dilewati kereta menuju arah Cikarang, Bekasi dan kereta bolak balik Manggarai -- Kampung Bandan.
Dari data KAI jumlah pengguna KRL per Senin,13 November 2023 mencapai angka 926.068 orang, angka ini lebih tinggi 28% dari angka rata rata volume pengguna pada libur akhir pekan sepanjang November yang jumlahnya mencapai 723.843 orang.
Tentu bila melihat data yang disampaikan pihak KAI Commuter , angka ini sudah sangat besar. Keadaan stasiun transit juga sangat penuh pada jam sibuk, terutama yang terjadi di stasiun Tanah Abang. Sebagai pengguna KRL setiap hari, saya merasa ada hal yang perlu dibuat terobosan.
Saat Ini menurut KAI Commuter line ada 1.095 perjalanan kereta di Jabodetabek dari pukul  04:00- 24:00. Dengan  perjalanan jam sibuk sejak pukul 05:30 -- 07:30 pada pagi hari dan 16:00 -- 18:00 WIB pada sore hari.
Saya menduga jumlah rangkaian kereta yang  tersedia tidak sebanding dengan jumlah pengguna. Dengan jumlah gerbong yang rata rata tersedia 10 gerbong bahkan sebagian hanya tersedia 8 gerbong. Walau ada kereta dengan 12 gerbong tapi jumlahnya tidaklah banyak. Selain desain stasiun yang belum bisa melayani 12 gerbong karena harus menambah panjang peron.
Dengan penggunaan 12 gerbong bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi kepadatan penumpang, walau belum tentu juga bisa mengurai secara keseluruhan tapi minimal ada sedikit perbaikan.
Beroperasi 24 Jam, Sebagai  Layanan Aglomerasi Kawasan  Metropolitan
Jakarta sebagai kota besar yang tidak pernah tidur membutuhkan transportasi publik yang mampu melayani selama 24 jam. Banyaknya profesi yang harus bekerja hingga larut malam bahkan hingga dini hari.
Saya sendiri pernah mengalami pekerjaan yang harus pulang larut malam, saat itu saya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang retail. Perusahaan yang menjual fashion, aksesoris, dan semua kebutuhan gaya hidup.
Jam operasional Outlet atau gerai baru tutup pukul 22:00 dan itupun  tidak bisa langsung pulang karena harus merapikan outlet, menghitung keuangan dan membuat laporan harian tutup gerai. Semua aktivitas penutupan gerai bisa memakan waktu 1 jam  bila lancar tidak ada masalah.
Dari gerai yang biasanya berada didalam sebuah Mall atau pusat perbelanjaan, saya harus naik kendaraan umum untuk mencapai stasiun terdekat. Waktunya sangat mepet, karena kereta terakhir saat itu jam 23 : 30, bila terlambat persoalan besar akan saya hadapi.
Karena tanpa moda kereta saya harus naik moda lainnya yaitu bus yang waktu tempuhnya jauh lebih lama dengan biaya yang lebih mahal, selain faktor keamanan yang  sangat rawan.
Profesi yang saya jalani mungkin masih lebih baik dan lebih mudah. Bayangkan bila profesi seperti penjaga malam, pekerja caf, pekerja hiburan malam atau pekerjaan lain yang harus pulang dini hari. Mereka biasanya naik kendaraan tidak resmi yang diselenggarakan secara personal. Biasanya kendaraan plat hitam (sekarang putih) yang menawarkan jasa transportasi antar kota, seperti menuju Bekasi, Depok , Bogor dan Tangerang.
Biayanya tentu sesuai kesepakatan bersama yang sudah ditentukan oleh si sopir. Kaum urban yang pulang larut malam memang tidak sebanyak yang pulang normal, namun mereka adalah pejuang ekonomi keluarga yang selayaknya juga mendapatkan haknya untuk bisa kembali ke rumah dengan selamat dan nyaman.
Setelah transJakarta yang beroperasi 24 jam untuk beberapa koridor, saatnya juga KAI Commuter  juga bisa melayani perjalanan selama 24 jam. Mungkin perlu dilakukan kajian dan uji coba terlebih dahulu. Jalur dan stasiun mana yang bisa beroperasi 24 jam.
Menurut saya , KAI Commuter line hanya perlu menambah operasional selama 4 jam saja dari operasi normal. Headway yang disiapkan mungkin lebih jauh antara 30-45 menit dengan jumlah kereta yang terbatas.
Saya yakin bila KRL bisa beroperasi 24 jam, orang orang yang bekerja hingga dini hari sangat terbantu dan orang yang baru kembali dari luar kota yang tiba saat dini hari bisa langsung kembali ke rumah dan tidak perlu tidur di stasiun.
Perekonomian juga akan lebih bergeliat, karena ada pekerjaan yang terimbas karena KRL beroperasi 24 jam. Baik transportasi pengumpan seperti ojek daring dan ojek pangkalan, atau kuliner dini hari . Belum lagi kegiatan ekonomi atau pertunjukan  yang bisa diadakan seperti Midnight Sale, Midnight Show atau apapun kegiatan dini hari  positif lainnya.
Dengan jumlah train set yang saat ini dimiliki saya yakin KAI Commuter  mampu menyediakan layanan 24 jam. Sebagai kota megapolitan yang tidak pernah tidur, transportasi publik harus mampu mengimbanginya.
Bahkan untuk kaum urban yang biasa melakukan migrasi mingguan bisa berubah untuk bisa pulang pergi sehingga masih bisa bertemu keluarga tercinta di rumah.
Semoga artikel ini mendapat perhatian KAI Commuter Jabodetabek dan bisa direalisasikan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H