Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perselisihan di Transportasi Umum, Imbas Tingkat Mobilitas Urban yang Tinggi

6 November 2023   14:22 Diperbarui: 7 November 2023   05:33 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Transportasi Umum (sumber: via Kompas.com)

"Ibu kalau ga mau kesenggol naik taksi aja, naik KRL penuh kayak gini pasti kesenggol ya buuu..." Teriak seorang bapak yang emosi karena kena damprat seorang ibu muda yang terusik ketika salah satu bagian tubuhnya tercolek.

Keributan itu cepat dilerai pengguna lain, keduanya akhirnya saling menjauh. Hanya bisik bisik pengguna lain yang masih terdengar. 

Gerbong KRL yang penuh acap kali menimbulkan beberapa kericuhan kecil. Biasanya dipicu hal hal yang mengganggu pengguna lain. Saya sebagai pelaju yang setiap hari menggunakan transportasi umum seringkali menemukan keributan baik antar pengguna atau dengan petugas. 

Ada yang tidak mematuhi peraturan, ada yang egois, ada yang memaksakan diri. Hal yang sering terjadi adalah rebutan kursi prioritas. Antara wanita hamil dan lansia. Keduanya merasa punya hak yang sama untuk duduk di kursi prioritas. Kalau sudah begitu, petugas yang bisa membantu. 

Karena untuk membuka akses di kursi non prioritas kadang bisa membuat masalah baru. Pengguna yang niatnya membantu malah bisa bersitegang dengan pengguna lainnya. Merasa haknya duduk diganggu. 

Lelahnya perjalanan seringkali membuat seseorang menjadi mudah terpicu amarah. Stress karena pekerjaan, beban kehidupan sehari hari, atau permasalah sosial lainnya. Memang kehidupan urban yang serba cepat dan serba instan membuat orang suka lupa ada hak orang lain. 

Budaya antri yang biasanya mudah diterapkan kadang kacau karena pelayanan operator yang tidak sigap dan tidak siap. Seperti layanan eskalator di stasiun transit yang begitu crowded saat pagi dan sore hari. Akibat tidak adanya petugas yang membantu dan mengarahkan seringkali antar pengguna bersitegang, yang di sisi kanan escalator tak mau bergerak naik. yang dibelakang akhirnya marah marah dan berteriak kasar.

Saya menilai, beban transportasi umum luar biasa. Jumlah pengguna dan fasilitas tidak seimbang, yang terjadi penumpukan pengguna yang akhirnya tidak terkendali. Inilah bibit kericuhan dan keributan. 

Saya pernah merasakan kejadian di stasiun Tanah abang, penumpukan pengguna sudah overload sementara kereta belum tersedia. Pengguna dari jalur lain terus berdatangan. Keadaan stuck. Tak lagi bisa bergerak. Kericuhan mulai terjadi karena ada yang tidak sabar karena ingin buru buru, ada yang egois tak mau berbagi tempat berdiri sehingga menambah kekacauan. Petugas tidak cukup untuk mengatur keadaan. 

Jakarta, Kota dengan Tingkat Mobilitas yang Tinggi

Permasalahan di transportasi tidak bisa dilepaskan dari apa yang terjadi dengan warga yang tinggal di kota tersebut. Jakarta sebagai kota besar, pusat bisnis, pusat ekonomi, pusat pemerintahan memiliki tingkat mobilitas yang tinggi.

Dengan tingkat kemacetan lalu lintas yang tinggi, Jakarta pernah masuk dalam kota urutan keempat dalam tingkat kemacetan pada tahun 2017 berdasarkan data Traffic Index, tingkat kemacetan Jakarta mencapai angka 61%.

Apalagi penduduk Jakarta diisi oleh pekerja migran ulang alik, yang menurut data statistik komuter Jabodetabek  mencapai angka 12,7% penduduk migrasi komuter. 

Penduduk Jakarta yang tinggal di Kota penyangga seperti Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang juga terus meluas hingga Cikarang, Karawang, Lebak dan Serang.

Jadi bisa dibayangkan begitu tingginya jumlah pengguna transportasi umum, yang jumlahnya mencapai 1 juta orang. Beban besar inilah yang akhirnya membuat beberapa insiden perselisihan di transportasi umum terjadi. 

Hampir semua moda mengalami beban berat, baik moda berbasis rel, moda berbasis bus atau moda lainnya. Perselisihan juga terjadi di Trans Jakarta (TJ), baik di halte transit hingga di dalam bus. Perselisihan terjadi paling banyak saat menaiki bus yang penuh dan saat menunggu di halte transit yang overload.

3 Hal yang Perlu Diterapkan Untuk Mengurangi Perselisihan di Transportasi Umum

Apa yang terjadi di dalam transportasi umum merupakan cerminan dari budaya dan karakteristik para pengguna itu sendiri. Disamping menyangkut juga pelayanan dari pihak penyelenggara atau operator transportasi umum.

Perselisihan muncul karena ada yang yang terganggu, ada yang terusik sehingga ada reaksi berupa komplain, teguran hingga hal yang kurang terpuji lainnya. Pengguna transportasi memiliki hak dan kewajiban yang sama. Adil sehingga tak ada keistimewaan, kecuali untuk pengguna khusus seperti disabilitas, ibu hamil, lansia , anak anak dan balita.

Sebagai pelaju, apa yang sudah dilakukan sampai sejauh ini banyak hal yang positif, hanya saja jumlah pengguna yang terus tumbuh melewati kemampuan fasilitas yang ada. Pelajaran penting saat covid-19 beberapa tahun yang lalu, dimana ada penyesuain cara kerja dengan menggunakan metode daring. 

Hal ini jauh mengurangi jumlah pergerakan migran komuter di Jabodetabek, sehingga transportasi umum tidak mengalami overload. Ada 3 hal yang bisa dilakukan!

Pertama, perlu penegakan aturan dan edukasi kebiasaan dalam budaya bertransportasi. Perselisihan sering terjadi karena ada pihak yang tidak mematuhi aturan, seperti duduk di kursi prioritas, duduk di lantai KRl, tidak berjalan di sisi kanan escalator, berbicara dan bercanda berlebihan, berbuat asusila atau sengaja berbuat kegaduhan. 

Kedua, perlu menyeimbangkan pelayanan dan daya tampung transportasi umum. Saat jam sibuk maka penambahan personil layanan, baik di dalam stasiun maupun didalam unit layanan. Kesigapan dan antisipasi petugas sangat diperlukan. Titik krusial perlu diantisipasi. 

Ketiga, penggunaan teknologi perlu dilakukan untuk mengantisipasi pelayanan terbaik. Jumlah personil mungkin bisa dibantu dengan penggunaan teknologi dimana bisa diketahui dan diinformasikan keadaan dan situasi stasiun atau halte. 

Sebelum pengguna turun, mereka akan diberikan info update kepadatan stasiun/halte atau update jumlah pengguna di dalam rangkaian kereta atau bus. Sehingga pengguna bisa mengantisipasi atau mencari moda alternatif lainnya. Apalagi saat ini sedang gencar penggunaan AI untuk menjadi solusi kemacetan.

Bisa jadi perselisihan yang terjadi menjadi awal dari perbaikan layanan di transportasi umum. Selain sebagai pengguna transportasi umum bisa memberikan contoh yang baik, bijak dalam mengatasi permasalahan dalam perjalanan, berbagi untuk pengguna yang lebih berhak dan sadar diri transportasi umum adalah kendaraan kita bersama. Saling jaga dan saling berempati. Jauh lebih baik.

Salam Bahagia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun