Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Risna Hasanudin, Memilih Jalan Sunyi untuk Kemajuan Anak dan Wanita Suku Arfak

19 September 2023   21:36 Diperbarui: 20 September 2023   10:26 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah kaki Seribu di dusun Kobray | Sumber gambar: IG @hasanudinrisna

Nasib memang tak ada yang  bisa menerka. Seperti apa yang dialami sebagian anak anak dan wanita di Indonesia yang  belum mendapatkan kesempatan menerima pendidikan yang setara. Entah dengan alasan gender, alasan budaya, alasan ekonomi dan alasan lainnya.

Pendidikan adalah hak setiap warga negara yang harus dinikmati di negeri ini. Tapi masih ada beberapa wilayah dipelosok negeri ini yang belum bisa mendapatkan pendidikan dengan layak. Seperti yang dialami sebagian anak anak dan  Wanita dari suku Arfak yang tinggal di dusun Kobrey .

Dusun Kobrey terletak di distrik Ransiki, Kabupaten Ransiki Manokwari Selatan  Butuh 4-5 jam perjalanan darat menuju  dusun  ini dari Ibukota provinsi Kota Manokwari,  ditempati sekitar 250 kepala keluarga (KK)  suku Arfak. Suku asli Papua ini termasuk suku terbesar di Papua yang menempati kepala burung pulau Papua.

Suku Arfak tersebar dibeberapa kabupaten. Mulai dari Kabupaten Manokwari, Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Bintuni, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Wondama. Luasnya persebaran suku Arfak menjadikan suku ini sebagai suku terbesar di Provinsi Papua Barat.

Risna Hasanudin, Wanita  pemilik nama lengkap  yang lahir di Banda Naira, 1 Februari 1988. Tempat bersejarah dimana para pejuang kemerdekaan pernah dibuang, Bung Hatta, Syahrir, dr Cipto Mangunkusumo adalah beberapa nama yang pernah merasakan masa pembuangan di pulau yang indah ini.

Risnabersama wanita Suku Arfak | sumber gambar: IG @hasanudinrisna
Risnabersama wanita Suku Arfak | sumber gambar: IG @hasanudinrisna
 

Kuliah kerja nyata (KKN) menjadi awal perkenalan Risna Hasanudin dengan Papua. Ditahun 2006 Risna melakukan KKN di Papua, bukan saja alamnya yang eksotis menarik hati tapi segala hal tentang Papua membuat Risna jatuh hati.

Risna yang berkuliah di Kota Ambon menetapkan tekadnya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat saat ia melihat dengan langsung problematika yang dihadapi anak anak dan wanita di Papua . Sekolah belum menjadi prioritas utama. Banyak anak anak yang  tidak sekolah, tidak bisa membaca dan menulis.

Terutama untuk anak anak wanita yang rata rata putus sekolah saat duduk di bangku sekolah dasar. Risna miris melihat kenyataan banyak anak anak suku Arfak akhirnya tertinggal dengan saudara lainnya yang tinggal di wilayah barat Indonesia.

Wanita  lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura ini memutuskan pindah dan tinggal di dusun Kombrey. Wanita pemberani ini tinggal disalah satu rumah warga. Sebuah pilihan hidup yang tidak biasa dilakukan anak muda seusianya.

Bila sebagian teman kuliahnya memilih pekerjaan di lingkungan pemerintahan atau  sekolah sekolah favorit di tengah kota, Risna malah memilih dusun terpencil di Papua. Sebuah pilihan yang mungkin dianggap 'gila'.

Apa yang dilakukan Risna membantu para anak dan Wanita suku Arfak bukan perkara mudah, halangan dan rintangan menghadang karena apa yang diupayakan Risna bisa dianggap mencoreng nama baik karena  membuka aib. Bahkan keluarga besar Risna belum mendukung penuh apa yang ia perjuangkan mengingat kekhawatiran atas keselamatan dirinya di tempat yang jauh

Halangan dan rintangan berbentuk  kekerasan fisik bahkan kekerasan seksual pernah dirasakan , Risna nyaris diperkosa pemuda setempat, beruntung Risna berhasil melawan dan lolos dari tindakan keji tersebut , hal ini terjadi hingga dua kali. Selain kekerasan fisik juga pernah dirasakan Risna, dipukul hingga wajahnya lebam, apa yang dialami Risna sempat membuatnya goyah dan berpikir untuk kembali ke Maluku. Namun permintaan anak anak didiknya membuatnya mengurungkan niatnya untuk meninggalkan Papua.

Baginya membuat sebuah perubahan adalah tantangan dalam hidupnya walau ia harus berkorban. Harus ada yang berani mengupayakan perbaikan pendidikan anak anak dan wanita suku Arfak.

Pada tahun 2012, Risna bersama teman temannya menjadi relawan untuk wilayah binaan Fakfak dan Sorong. Sebuah pengalaman yang semakin menebalkan semangatnya. Setelah masa KKN lalu menjadi relawan, Risna telah melarung harapan besar untuk membantu anak anak dan Wanita di Papua.

Semangat Belajar Anak anak Papua | Sumber Gambar: IG @hasanudinrisna
Semangat Belajar Anak anak Papua | Sumber Gambar: IG @hasanudinrisna
 

Mendirikan Rumah Cerdas Arfak

Tahun 2014 Risna dengan biaya dari kantung sendiri datang ke dusun Kobrey. Kedatangannya tentu bukan karena nekat atau pelarian mencari jatidiri. Risma paham apa yang harus ia perbuat. Ia perlu dukungan dari  pemimpin suku Arfak. Ia sadar kehadirannya bisa menajdi sia sia apabila tidak mendapatkan pemimpin atau tokoh lokal.

Beruntung kepala suku (kampung) Kobrey Esap Inyomusi yang masih berusia 27 tahun menyambut dengan tangan terbuka, begitu pula dengan sang istri Yosina Inyomusi yang usianya terpaut satu tahun dengan sang suami.

Kepala Kampung Kobrey memberikan fasilitas tempat tinggal dan fasilitas berkegiatan kepada Risna. Problem utama suku arfak adalah pandangan minor terhadap wanita yang menempuh pendidikan formal. Bila pun, ada biasanya akan putus sekolah di kelas 3. Dan belum bisa membaca dan menulis.

Suatu hal yang menyedihkan, belum lagi kualitas kesehatan suku Arfak. Banyak Wanita Arfak meninggal karena terkena kanker. Hal ini terbanding lurus dengan literasi yang sangat rendah. Selain Kesehatan, pendapatan masyarakat suku Arfak sangatlah terbatas, sebagian besar hidup dalam kondisi miskin.

whatsapp-image-2023-09-19-at-21-08-17-1-6509af714addee4a642f4662.jpeg
whatsapp-image-2023-09-19-at-21-08-17-1-6509af714addee4a642f4662.jpeg
Bantuan buku untuk papua | sumber gambar: IG @hasanudinrisna

Tiga kondisi inilah yang menjadi tantangan awal Risna untuk segera membuat perubahan. Hal pertama, Risna mendirikan Rumah Cerdas Wanita Arfak, dalam sejarahnya suku Arfak biasa mendiami puncak puncak gunung dan bukit. Hidup di alam dengan fasilitas dari alam yang tinggal mereka ambil dan mereka nikmati. Suku Arfak sudah terbiasa berburu, mengambil hasil hutan.

Oleh karena itu Risna harus berhadapan dengan masyarakat suku yang terbiasa hidup dialam, membaca dan menulis dinilai tak memberikan manfaat apa apa, terutama bagi anak anak dan Wanita. Pendirian Rumah Cerdas Arfak harus merubah pola pikir terlebih dahulu. Memberikan kebiasaan baru bahwa membaca dan menulis penting untuk mengenal hal hal yang terkait dengan kemajuan kehidupan mereka sendiri.

Sambil merubah pola pikir tentang pentingnya pendidikan, Risna mengajak wanita wanita dewasa suku Arfak untuk membuat produk asli suku Arfak, berupa  Tas Noken dan aksesoris lainnya. Kalau sebelumnya pembuatannya hanya untuk keperluan sendiri dan dan tidak dijual secara khusus. Sehingga harga yang ditawarkan tidaklah menarik, satu tas noken hanya dihargai Rp 50ribu.

Tas Noken dari serat kayu khas Papua | sumber: IG @hasanudinrisna
Tas Noken dari serat kayu khas Papua | sumber: IG @hasanudinrisna

Namun setelah Risna melakukan edukasi dan membuka cara baru untuk memasarkan, harga Tas Noken bisa dijual empat kali lebih tinggi senilai Rp 200ribu. Hal yang tentu bisa menambah penghasilan keluarga suku Arfak. Pola pembinaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dilakukan Risna. Hasil aksesoris dan Tas Noken ketika dijual pada pasar yang tepat dengan pola pemasaran yang lebih luas maka akan menaikkan citra dan harga produk.

Untuk pelajaran membaca dan menulis dilakukan Risna saat sore hari, ketika masyarakat suku Arfak memilki waktu senggang. Antara jam 15-16 sore. Seminggu tiga kali. Dari proses belajar, mengenal abjad, angka dan membentuk kata dan kalimat. 

Prosesnya tidaklah mudah, karena fasilitas yang dimiliki masih terbatas. Semua keperluan masih menggunakan dana pribadi Risna. Satu per satu anak anak dan wanita Suku Arfak mulai tertarik untuk belajar. Hasilnya setelah satu tahun , anak dan Wanita suku Arfak sudah bisa menuliskan dan membaca nama mereka masing masing. Sesuatu hal yang mungkin terlihat sederhana tapi begitu luar biasa bagi suku yang letaknya ribuan kilometer dari pusat Ibukota di Jakarta.

Usaha Risna untuk memberikan pencerahan  tentang pendidikan berjalan terus, perpustakaan sekolah dan perpustakaan keliling ia inisiasi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga ia dirikan dibeberapa lokasi di Manokwari. Para relawan diajak untuk ikut terlibat mengajar. Seperti yang ia lakukan diawal awal masuk ke Papua.

Merubah Keadaan Hari ini Untuk Indonesia Lebih Baik

Apa yang dilakukan Risna Hasanudin adalah hal yang patut dicontoh dan diberikan apresiasi. Angka buta huruf (ABH)  di Papua masih tinggi dibandingkan angka secara nasional. Tecatat menurut data Badan Pusat statistik (BPS) tahun 2021 penduduk papua berusia 15 tahun keatas yang tidak bisa membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin dan huruf arab mencapai angka 21,11 % atau setara 1 dari 4 penduduk Papua tidak dapat membaca dan menulis.

Apa yang dilakukan Risna Hasanudin mendapatkan apresiasi  sebagai salah satu penerima Semangat ASTRA terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards  pada tahun 2015 pada kategori Pendidikan. SATU Indonesia merupakan event penghargaan  dari ASTRA International  yang sudah dilakukan sejak 2010.

Diberikan kepada individu atau kelompok yang menjadi pelopor perubahan yang memiliki dampak positif untuk wilayah sekitarnya dalam lima pilar, pilar Kesehatan, pilar Pendidikan, pilar lingkungan , pilar kewirausahaan (UMKM) dan pilar teknologi.

Tahun 2023 merupakan gelaran ke 14 tahun dengan mengambil tema : Perubahan untuk Hari Ini dan Masa Depan Indonesia. Indonesia membutuhkan anak anak muda pelopor yang menjadi agen perubahan di daerahnya masing masing. Sebuah perubahan kecil yang dilakukan dengan serius akan memiliki pengaruh besar. Keteladanan, inovasi, kreatifitas, konsistensi adalah kunci dalam merubah bangsa besar ini. Anak anak muda yang memiliki nyali untuk merubah problem yang terjadi di masyarakat  walau tantangan dan hambatan menghadang.

Kisah Inspirasi dari Risna Hasanudin penerima SATU Indonesia Awards 2015 Kategori Pendidikan

sumber berita :

Archipelago.id

Antaranews.com

Kompas.com

Sumber Foto : IG @hasanudinrisna



 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun