Tiga kondisi inilah yang menjadi tantangan awal Risna untuk segera membuat perubahan. Hal pertama, Risna mendirikan Rumah Cerdas Wanita Arfak, dalam sejarahnya suku Arfak biasa mendiami puncak puncak gunung dan bukit. Hidup di alam dengan fasilitas dari alam yang tinggal mereka ambil dan mereka nikmati. Suku Arfak sudah terbiasa berburu, mengambil hasil hutan.
Oleh karena itu Risna harus berhadapan dengan masyarakat suku yang terbiasa hidup dialam, membaca dan menulis dinilai tak memberikan manfaat apa apa, terutama bagi anak anak dan Wanita. Pendirian Rumah Cerdas Arfak harus merubah pola pikir terlebih dahulu. Memberikan kebiasaan baru bahwa membaca dan menulis penting untuk mengenal hal hal yang terkait dengan kemajuan kehidupan mereka sendiri.
Sambil merubah pola pikir tentang pentingnya pendidikan, Risna mengajak wanita wanita dewasa suku Arfak untuk membuat produk asli suku Arfak, berupa  Tas Noken dan aksesoris lainnya. Kalau sebelumnya pembuatannya hanya untuk keperluan sendiri dan dan tidak dijual secara khusus. Sehingga harga yang ditawarkan tidaklah menarik, satu tas noken hanya dihargai Rp 50ribu.
Namun setelah Risna melakukan edukasi dan membuka cara baru untuk memasarkan, harga Tas Noken bisa dijual empat kali lebih tinggi senilai Rp 200ribu. Hal yang tentu bisa menambah penghasilan keluarga suku Arfak. Pola pembinaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) dilakukan Risna. Hasil aksesoris dan Tas Noken ketika dijual pada pasar yang tepat dengan pola pemasaran yang lebih luas maka akan menaikkan citra dan harga produk.
Untuk pelajaran membaca dan menulis dilakukan Risna saat sore hari, ketika masyarakat suku Arfak memilki waktu senggang. Antara jam 15-16 sore. Seminggu tiga kali. Dari proses belajar, mengenal abjad, angka dan membentuk kata dan kalimat.Â
Prosesnya tidaklah mudah, karena fasilitas yang dimiliki masih terbatas. Semua keperluan masih menggunakan dana pribadi Risna. Satu per satu anak anak dan wanita Suku Arfak mulai tertarik untuk belajar. Hasilnya setelah satu tahun , anak dan Wanita suku Arfak sudah bisa menuliskan dan membaca nama mereka masing masing. Sesuatu hal yang mungkin terlihat sederhana tapi begitu luar biasa bagi suku yang letaknya ribuan kilometer dari pusat Ibukota di Jakarta.
Usaha Risna untuk memberikan pencerahan  tentang pendidikan berjalan terus, perpustakaan sekolah dan perpustakaan keliling ia inisiasi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga ia dirikan dibeberapa lokasi di Manokwari. Para relawan diajak untuk ikut terlibat mengajar. Seperti yang ia lakukan diawal awal masuk ke Papua.
Merubah Keadaan Hari ini Untuk Indonesia Lebih Baik
Apa yang dilakukan Risna Hasanudin adalah hal yang patut dicontoh dan diberikan apresiasi. Angka buta huruf (ABH) Â di Papua masih tinggi dibandingkan angka secara nasional. Tecatat menurut data Badan Pusat statistik (BPS) tahun 2021 penduduk papua berusia 15 tahun keatas yang tidak bisa membaca dan menulis kalimat sederhana dalam huruf latin dan huruf arab mencapai angka 21,11 % atau setara 1 dari 4 penduduk Papua tidak dapat membaca dan menulis.
Apa yang dilakukan Risna Hasanudin mendapatkan apresiasi  sebagai salah satu penerima Semangat ASTRA terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards  pada tahun 2015 pada kategori Pendidikan. SATU Indonesia merupakan event penghargaan  dari ASTRA International yang sudah dilakukan sejak 2010.
Diberikan kepada individu atau kelompok yang menjadi pelopor perubahan yang memiliki dampak positif untuk wilayah sekitarnya dalam lima pilar, pilar Kesehatan, pilar Pendidikan, pilar lingkungan , pilar kewirausahaan (UMKM) dan pilar teknologi.