Di dusun miskin ini saya melihat anak anak bermain dengan bahagia. Berlarian diantara rumah yang menjadi benteng terakhir mereka.
Penghasilan mereka didapatkan dari bekerja serabutan, laki laki dewasa berangkat ke kota untuk mencari penghasilan, ada yang berkebun, ada yang menjadi tukang, atau pekerjaan kasar lainnya  untuk sekedar menyambung hidup.
Menurut cerita teman, mereka adalah generasi kedua dari pengungsi Timor Timur, generasi pertama sebagian banyak yang telah meninggal, tinggal anak anak mereka yang kini telah tumbuh dewasa .
24 tahun yang lalu mereka pindah karena konflik, teracam dan terintimidasi karena kalah dalam penentuan suara. Mereka adalah orang yang menjadi korban.
Di dusun ini saya melihat semangat nasionalisme yang begitu kuat, bendera merah putih berkibar. Tiap rumah yang dihuni ada satu bendera merah putih yang ditancapkan di bambu. Saya membayangkan kegembiraan perayaan kemerdekaan di lingkungan komplek perumahan saya yang penuh tawa kebahagian.
Berbagai permainan khas 17 Agustusan  dilombakan dengan  suasana sukacita. Tapi di dusun ini saya merasakan makna kemerdekaan sejati. Mereka yang teguh memilih sang merah putih walau  hidup seadanya dalam keterbatasan.
Mereka tetap memilih bergabung bersama NKRI,
Sekali Merdeka , Tetap Merdeka
Salam Kemerdekaan....Berbahagialah
Sumber Tulisan :