Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengakali Uang Jajan dan Gila Buku (Autobiografi #12)

20 Juni 2023   16:11 Diperbarui: 20 Juni 2023   16:27 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini sambungan dari artikel sebelumnya, sila dibaca disini

Sejak masuk sekolah aku mendapatkan jatah jajan disekolah, sekedar membeli makanan dan minuman. Aku sejak kecil termasuk anak yang tidak  membawa bekal makanan atau minuman. Disamping uang jajan hasil cuci piring dan mengisi bak mandi, ada jatah jajan sekolah yang jumlahnya Rp 10 .

Uang Rp 10 bisa membeli es sirop warna warni dengan tambahan soda dan membeli satu makanan seperti gorengan atau kerupuk. Untuk ukuran anak SD sebenarnya uang jajan  ini sudah cukup , tapi untuk membeli mainan aku harus berkorban tidak makan atau tidak minum. Pilihan yang tentu tidak menyenangkan.

Apalagi melihat teman sebayaku bisa jajan lebih banyak karena diberi jajan lebih besar oleh orang tua mereka. Yang aku bisa lakukan berkorban tidak makan mie goreng Surabaya karena uangnya aku belikan mainan.

Mainan ketika itu seperti ada musimnya. Bila lagi ramai main yoyo, maka anak anak ramai beli yoyo. Kalau lagi ramai main biji karet , semua anak akan beli biji karet untuk diadu. Sampah biji karet dimana mana. Seperti itu anak anak di awal 1982-1988.

Permainan anak anak zamanku lebih beragam dan menurutku lebih menarik. Tak ada handphone, tak ada game online seperti saat ini. Anak anak malah lebih kreatif membuat mainan sendiri.

Membuat mainan dari kaleng susu kental manis, kardus, kulit jeruk bali atau sisa sisa kayu yang tak terpakai. Ide kreatif selalu ada. Berkelompok membuat mainan lalu dengan bangga dipamerkan ke teman yang lain. Semua dibuat mandiri tanpa biaya sepeserpun.

Layangan Putus

Bila musim kemarau, saatnya musim layangan. Permainan favoritku. Walau lebih sering sebagai penonton daripada menerbangkan layangan sendiri. Dan salah satu kebahagianku adalah berburu layangan putus. Berlari mengejar dimana layangan putus akan turun.

Untuk urusan kejar mengejar layangan putus biasanya seorang anak akan membawa galah (  terbuat dari bambu Panjang yang ujungnya diikatkan ranting pohon). Perang antar galah sering terjadi dan malah membuat layangan malah robek dan rusak. Biasanya akan diakhiri dengan perkelahian yang akan cepat dilerai.

Aku lebih senang membeli layangan putus dari tukang galah (sebutan anak yang memiliki galah dan layangan putus untuk dijual kembali) . Alasannya karena bisa langsung  dimainkan karena sudah ada tali kama. Aku memiliki kesulitan untuk hal yang semetris.

Tempat bermain layangan favoritku disebuah kuburan yang sudah tidak aktif. Karena sudah tak lagi digunakan untuk menguburkan jenazah karena lokasi sudah penuh . Sebagian besar sudah rata dengan tanah tak ada lagi nisan atau patok kayu yang menandakan kuburan. Sebenarnya agak horor bermain main diatas kuburan. Sebagai informasi Kuburan Harapan Mulia tak mengenal waktu, selalu ramai. Bahkan bila malam hari pun ada saja orang iseng yang sekedar  bermain gitar dan bernyanyi dengan bahagia.

Saat itu kuburan seperti tempat bermain. Sebagian besar  dijadikan lapangan bola, bahkan turnamen antar kampung (tarkam) dilakukan di kuburan ini. Saat ini kuburan harapan mulia sudah berubah fungsi menjadi sekolah SMPN 269, Puskesmas Kelurahan , lapangan olahraga dan Taman bermain.

Sumber : BaleBengong
Sumber : BaleBengong

Semua permainan tentu membutuhkan uang jajan. Apalagi bila sedang ramai membeli ikan cupang dan jangkrik aduan yang harganya lumayan mahal untuk ukuranku saat SD. Sejak kanak kanak aku sudah menyukai memelihara hewan. Selain ikan, aku juga memilihara burung, ayam , jangkrik aduan. Khusus untuk jangkrik aku tak berani membawa pulang ke rumah karena ibuku akan marah karena berisik dengan suaranya Ketika malam. Jadi aku simpan ditumpulan kayu bakar milik tetanggaku. Tiap pagi sebelum berangkat sekolah aku memberi makan jangkrik yang berada dalam  bambunya.

Untuk membeli bermacam macam peliharanku , aku mengumpulkan uang jajan dari Ibuku dan menjual jasa 'khusus'. Sebenarnya ini rahasia ,  akan kuceritakan disini tapi bukan untuk ditiru.

Jasa Khusus yang aku maksud adalah memberi jasa memberi contekan ketika ulangan atau jasa membuatkan PR untuk beberapa temanku yang pemalas tapi memiliki cukup banyak uang. Jasa ini aku lakukan hingga jenjang SMA.

Jasa rahasia ini tidak menargetkan jumlah uang , karena tak semua 'klien' membayar dengan uang. Ada yang membayar dengan segelas coca cola,semangkok bubur ayam, atau jajanan khas kantin sekolah.

Kegiatan memberikan contekan ini hanya aku lakukan ke teman yang bisa menjaga rahasia, khawatir akan jadi masalah  dari sekolah. Nah, kenapa aku bisa dipercaya mampu memberikan contekan, karena prestasi sekolahku yang cukup baik (kata orang sih.

Matematika dan Mengarang Bebas

Aku lulus SD dengan nilai ebtanas murni (NEM) tertinggi , dikelas akupun masuk tiga besar. Kecerdasan yang aku miliki berkat gemblengan ayahku. Setiap malam dihadapannya aku belajar. Hanya dua pelajaran. Matematika dan Bahasa Indonesia yaitu membuat karangan bebas.  Untuk pelajaran lainnya aku diminta belajar sendiri, membaca sendiri.

Khusus untuk pelajaran mengarang dilakukan tiap malam. Aku diminta mengarang bebas, apasaja cerita harus kutulis. Setelah selesai ayahku akan mengecek karanganku dan memberikan masukan. Jadi bisa dibayangkan bila saat ini aku terbiasa membuat tulisan karena ayahku.

Kemampuan menulis terus terasah hingga aku dewasa dan pada masa tertentu aku hidup dari hasil menulis ( akan aku kisahkan secara khusus). Menulis  dan membaca adalah satu kesatuan. Keduanya adalah hal yang aku sukai.

Aku sudah menceritakan pada artikel sebelumnya bila aku sangat terobsesi dengan membaca buku. Selain membaca di perpustakaan Balai Pustaka aku juga 'mencuri' baca di toko buku besar seperti Gunung Agung di Kwitang Senen (sayang toko ini tutup saad pandemi covid-19) atau di Gramedia Matraman (untuk toko ini karena jauh dan harus ongkos naik mikrolet,hanya sesekali kali saja)

Aku bisa membaca cepat untuk menghabiskan satu buku. Sambil makan , sambil mendengarkan radio atau aktifitas lainnya. Kebiasaanku membaca inilah yang memudahkan aku bisa menulis. 

Saat SMP dan SMA aku menerbitkan buku 'khusus' yang selalu ditunggu teman temanku (akan aku tulis pada artikel selanjutnya) 

Bersambung .....

.  

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun