Adat Aceh juga mengenal budaya makan daging saat memasuki bulan Ramadhan , Idul Fitri dan Idul Adha yang disebut budaya Meugang atau  Uroe Makmeugang. Budaya makan daging ini biasanya dilakukan dua hari sebelum memasuki Ramadhan, dua hari menjelang hari raya Idul Fitri dan dua hari menjelang hari raya Idul Adha.
Menurut data antropolog Belanda pada abad 19, Anthony Reid konsumsi masyarakat di Asia Tenggara umumnya mengkonsumsi daging sangat sedikit karena sebagian besar wilayahnya tertutup hutan yang rapat dan tidak memungkinkan menggembalakan ternak (Asia Tenggara dalam kurun waktu 1450-1680, 2011)
Inspirasi dari Budaya Meugang
Budaya meugang sejak zaman Kesultanan Aceh Darussakam, budaya berbagi daging sapi saat hari raya juga dijadikan sebagai upaya membantu masyarakat orang tidak beruntung.
"Bila telah mendekati hari Makmeugang, baik Meugang puasa, Meugang hari raya Fitrah, dan Meugang hari raya Haji, sebulan sebelum memasuki hari Meugang ini, semua keuchik, imeum meunasah, dan tuha peut di seluruh Aceh diwajibkan memeriksa tiap kampung yang dipimpinnya. Tujuannya untuk mengetahui jumlah fakir miskin, inong balee (perempuan janda), yatim piatu, orang sakit lasa (lumpuh), dan orang buta. Juga orang sakit lainnya yang tidak mampu mencari nafkah."
Sultan akan menerima laporan dari para perangkat masyarakat adat memberikan laporan kepada Sultan. Dari laporan tersebut inilah Sultan akan memerintahkan logistik Kesultanan untuk membeli sapi dan kerbau yang akan disembelih pada hari meugang. Setiap gampong (kampung) akan mendaptkan 2-3 ekor sapi dan kerbau untuk disembelih dan dagingnya dibagi bagikan.
Budaya berbagi daging untuk orang yang membutuhkan menjadi inspirasi untuk membuat program sedekah daging. Inspirasi ini terlintas saat menyiapkan program kurban tahun ini.
Daging kurban yang dibagikan saat Idul Adha dan tiga hari tasyrik akan membahagiakan orang yang mendapatkan, namun setelah hari raya Idul Adha berakhir perlu ada program yang berlanjut untuk memberikan tambahan makanan berprotein hewani.
Sedekah daging akan melibatkan semua stake holder,terutama dukungan publik. Sedekah daging diharapkan bisa menaikkan pemberdayaan petani dan peternak lokal baik domba maupun sapi. Usaha ini tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Tantangannya besar dan diperlukan usaha serius dalam jangka panjang harus dilakukan upaya kompleks dari berbagai sisi. Baik Kesehatan, ekonomi, pemberdayaan peternak hingga kebijakan makro ekonomi terkait impor daging.