Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kenapa Kita Perlu Sedekah Daging?

19 Juni 2023   09:05 Diperbarui: 20 Juni 2023   13:31 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca pandemi Covid 19  bukan saja memberi pengaruh dibidang kesehatan namun juga memberi dampak yang signifikan terhadap asupan gizi anak anak Indonesia. Terutama kecupakan akan protein hewani yang masih jauh dari standar kesehatan nasional dan dunia.

Angka kecukupan gizi (AKG)  menurut Permenkes nomer 28/ 2019 untuk anak anak balita mencapai 25 gram untuk anak dengan badan 19 Kg , atau setara 0,76 gram per kilogram. Angka kebutuhan protein menjadi sangat penting dalam masa pertumbuhan anak anak.

Untuk anak-anak dengan usia 10--12 tahun, kebutuhan protein mencapai angka 50 gram untuk anak laki laki dan 55 gram untuk anak perempuan. Padahal dalam kenyataan AKG anak anak Indonesia masih jauh dibawah standar. Hal ini tentu akan membuat persoalan serius. Tumbuh kembang anak akan terganggu, apalagi bila AKG tak tercapai dalam masa waktu yang lebih panjang

Sumber: Kemenkes
Sumber: Kemenkes
 

Dampak anak penderita stunting, anak akan  tumbuh pendek atau tinggi badan kurang maksimal. Perkembangan otak yang terhambat atau IQ rendah. Proteinn hewani butuhkan untuk perkembangan otak. Anak anak yang kekurangan protein.

Di Jakarta, sebagai Ibu kota negara masih terdapat angka stunting sebesar 14,8%. Secara grafik nasional prevalansi balita stunting di Indonesia , DKI Jakarta berada di 2 provinsi terendah dan berada di bawah angka yang ditolerir badan Kesehatan dunia sebesar 20%.

Jawa barat dan Banten masih menempati posisi 22 dan 23 dengan angka prevalensi 20,2% dan 20%. Angka yang masih tinggi. Dua provinsi yang sebagian berbatasan dengan DKI Jakarta ini masih memerlukan usaha maksimal untuk bisa menurunkan angka prevalensi. 

Pemerintah Indonesia menargetkan angka prevalensi stunting 14% pada tahun 2024 dan hanya satu tahun lagi. Dan sepertinya hanya Bali yang telah berhasil karena angka prevalensinya sudah dibawah 14%. ( Data Susesnas 2022)

Secara nasional Indonesia tercatat angka prevalansi balita stunting 21,6% masih diatas ambang batas walau angka ini turun 2,8% dari tahun lalu. Nusa tenggara timur, Sulawesi Barat, Papua , Nusa Tenggara Barat masih menempati 4 provinsi tertinggi  prevalensi balita stunting.

Sumber: GoodStats
Sumber: GoodStats

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun