Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cerita tentang Gang Senggol (Autobiografi #8)

12 Juni 2023   22:46 Diperbarui: 12 Juni 2023   23:35 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini adalah lanjutan dari artikel sebelumnya , untuk membaca sila dibaca

Ditahun 1980 ayahku memutuskan pindah rumah sewaan. Jarak dari rumah sebelumnya tak terlalu jauh. Tak sampai 100 meter, terletak disebuah gang yang hanya bisa dilalui dua buah sepeda motor.  Jakarta mulai padat, pertumbuhan perumahan sangat cepat. Lahan lahan kosong telah berubah menjadi rumah atau kios.

Alasan kepindahan rumah tak aku ketahui dengan pasti. Rumah sewaan baruku  tidak lebih luas dari rumah sebelumnya. Namun memiliki dapur dan kamar mandi yang lebih baik. Yang masih kuingat dengan baik dinding rumah sewaan yang baru terbuat dari triplek yang bila aku tempelkan telingaku aku bisa mendengar percakapan rumah sebelah.

Semasa kanak kanak kegiatan itu menarik untukku tapi selalu dilarang oleh ayah dan ibuku. Kata kedua orang tuaku tidak baik mendengar percakapan orang lain. Tapi diam diam aku selalu melakukannya. Tentu bila kedua orangtuaku lengah.

Gang tempat rumah sewaanku diberi nama gang senggol. Kemungkinan karena seringnya orang bersenggolan bila saling berpapasan. Gang Senggol dihuni pendatang dan penduduk asli Betawi. Warganya cukup guyup , banyak anak anak sebaya denganku. Jadilah aku memiliki banyak teman.

Berasal dari berbagai suku, ada Sunda, Jawa, Betawi, Batak , Manado dan Cirebon. Untuk suku terakhir ini cukup mendominasi. Orang orang asal Cirebon ini kebanyakan bekerja sebagai buruh bangunan hingga mandor. Mereka bekerja pada perusahaan property , atau pemborong mandiri.

Aku merasakan kehidupan yang cukup damai. Hanya sesekali perkelahian antar anak anak saja  Aku tumbuh di gang senggol, sejak kanak kanak hingga aku menikah.

 Di gang senggol ini ada banyak hal yang menarik untuk masa kanak kanakku. Ada seorang laki laki penderita epilepsi atau biasa disebut penyakit ayan. Semasa kanak kanak melihat laki laki ini menakutkanku. Ia biasa di panggil Bang Dower.

Karena penyakit ayannya ini ia tak pernah menikah dan putus sekolah namun punya kebiasaan  menggoda Wanita muda. Ia hidup berdua dengan Ibunya yang seorang janda. Kegiatannya menganggur, duduk duduk, mengobrol atau ikut bermain kelereng dengan anak anak yang umurnya jauh dibawahnya.

Bila ia kumat , ia akan jatuh dan mengerang erang. Dari mulutnya keluar seperti busa. Karena ketika kumat ia bisa jatuh dimana saja sehingga diwajah atau badannya sering ada luka. Aku takut sekali bila melihat Bang Dower kumat. Aku akan lari pulang ke rumah dan bercerita kepada ibuku.

Di Gang Senggol juga ada Mang Yamin, seorang laki laki tuna netra sejak kecil. Mang Yamin juga dikenal sebagai Ustadz dan sering diundang untuk meminpin tahlilan atau membacakan doa. Ingatannya sangat baik. Ia juga mampu bermain gitar dengan baik dan sesekali bernyanyi lagu lagu lawas.

Aku suka sekali duduk bersama teman teman lainnya mendengarkan Mang Yamin bercerita, bercanda dan bermain gitar. Mang Yamin memiliki seorang istri dan dua orang anak laki laki. Seorang anaknya seusia denganku bernama pungut dan sang kakak Bernama Wawang . Pungut meninggal saat masih kecil. Siingatku hari itu aku masih bermain main dengannya dan keesokan harinya Pungut meninggal karena sakit.

Walau masih kanak kanak aku mengalami kesedihan yang cukup dalam. Kehilangan seorang teman bermain. Teman berlari lari karena aku dan pungut senang sekali berlari di gang gang sempit.

Di Gang Senggol juga ada seorang anak muda nyentrik, seorang jagoan berkelahi, Namanya Bang Madi. Ia memilki nama beken Bang Belly. Tubuhnya yang tinggi , kekar  dengan tato di lengannya. Kata orang orang Bang Madi adalah Jagoan. Dirumahnya ada sebilah clurit dengan ukuran cukup besar.

Clurit ini sering dibawa bawa bila Bang Madi keluar rumah, entah untuk apa keperluannya. Sebenarnya Bang Madi orang yang produktif , suka mereparasi alat alat eketronik . Radio, Tape, Televisi , kipas angin dan bermacam macam barang elektronik lainnya.

 Ayahku tak pernah mau mereparasi ke tempat Bang Madi karena pernah mengalami hal yang tidak memuaskan. Tapi Bang Madi pernah membantu ayahku untuk menebang pohon beringin besar yang ditakuti karena angker. Pohon beringin besar ini ditebang karena tanahnya dibeli ayahku untuk membangun rumahku saat ini di Kemayoran.

Gang Senggol merupakan tempatku tumbuh, banyak cerita dan kenang kenangan ditempat ini. Termasuk di gang inilah ayahku membeli sebidang tanah dan membangun sebuah rumah. (Bersambung....)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun