Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibuku dan Jakarta (Autobiografi #6)

9 Juni 2023   23:53 Diperbarui: 9 Juni 2023   23:54 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini adalah sambungan dari artikel sebelumnya, sila dibaca di sini

kisah sebelumnya 

Setelah memutuskan untuk  membangun rumah tangga, ayah dan ibuku kembali ke Jakarta untuk memilih hidup baru. 

Lanjutan dari Kisah Sebelumnya

Ibuku sebelum  menikah berprofesi sebagai guru SD dan telah diterima menjadi seorang PNS di Pesisir Barat. Namun karena harus mengikuti sang Suami , seluruhnya dilepaskan. Ibuku memilih menjadi seorang Ibu rumah tangga.

Tinggal di Jakarta merupakan pengalaman istimewa yang dialami ibuku. Gambaran kemilau Jakarta nampaknya tak seutuhnya dialami Ibuku. Sebagai guru muda dengan golongan PNS rendah tentu penghasilan ayahku tidaklah besar.

Cerita megah tentang Ibukota Jakarta memang coba ayahku kenalkan kepada Ibuku. Diawal penikahan dan pindah ke Jakarta sebisa mungkin ayahku mengajak Ibuku ke tempat tempat yang mewakili kemegahan Jakarta di tahun 1973.

Ayah dan Ibuku mengontrak sebuah rumah di  wilayah Harapan Mulia Jakarta pusat. Sebuah rumah sedehana yang hanya memiliki satu kamar tidur. Air bersih menjadi kendala karena harus membeli dalam jerijen.

Rumah yang disewa ayahku berada dilingkungan keluarga besar Betawi. Seperti sebuah cluster saat ini. Jadi beberapa rumah memiliki hubungan keluarga. Tradisi dan adat orang Betawi sedikit banyak mulai mempengaruhi karakter Ibuku. Apalagi keluarga besar Betawi bisa menerima dengan baik keberadaan Ibuku

Sejatinya kumuhnya Jakarta membuat Ibuku tidak betah. Namun tanggung jawabnya sebagai istri yang membuatnya tetap bertahan. Semuanya berbanding terbalik dari kehidupan Ibuku di Lampung. Sebagai pasangan muda yang baru merintis kehidupan baru. Ibuku berusaha untuk beradaptasi

Sedikit banyak ibuku baru bisa merasakan hal  hal baru di Jakarta beberapa bulan setelah kepindahan, seperti  makanan yang sebelumnya asing. Bakso, Nasi Goreng, Gado gado , lalapan adalah hal yang menurut Ibuku baru ia temukan di Jakarta. Belum lagi pengalamannya menonton film di bioskop, film Indonesia, India dan film asal Amerika yang ternyata membuatnya tertarik.

Saat itu sudah marak bioskop dengan harga ekonomis . Bioskop rakyat yang biasa disebut Misbar alias gerimis bubar. Film film Indonesia cukup banyak digandrungi. Pertunjukan jalanan seperti Topeng Monyet, Kuda lumping juga marak di Jakarta.

Sebagai pasangan muda ayah dan ibuku berusaha menikmati Kota Jakarta. Monas merupakan tempat yang sering dikunjungi, Bangunan megah bertingkat mulai dibangun , Sarinah , Hotel Indonesia, Bundaran HI , Semanggi adalah wajah megah Jakarta. Blok M,   Pasar Baru, Proyek Senen menjadi salah satu pusat perbenjaan yang sering Ibuku ceritakan. 

Ibuku Dipulangkan Ke Lampung

Diawal tahun 1975 Ibuku merasakan ada hal berbeda ditubuhnya, mual mual di pagi hari. Ayahku memeriksakan Ibuku ke dokter dan hasilnya Ibuku dinyatakan positif hamil.

Kehamilan pertama yang membuat ayah dan ibuku berbahagia. Kabar baik ini juga disampaikan ke keluarga besar ayah dan ibuku di Lampung. Berbagai nasehat dan pendapat dari para tetua di lampung menginginkan Ibuku melahirkan di Lampung. Mengingat di Jakarta tak banyak keluarga yang akan bisa membantu persalinan Ibuku.

Hal ini membuat gamang ayahku. Berpisah dengan istri kesayanganya untuk beberapa bulan membuatnya tidak nyaman.  Belum lagi perjalanan ke pesisir barat walau  sudah bisa menggunakan jalur darat namun banyak jalanan berkualitas buruk bahkan ada beberapa jembatan yang masih dalam proses pembangunan. Sehingga bila menyebrangi jembatan seluruh penumpang bus harus turun dan berjalan kaki karena cukup berbahaya.

Tentu membawa wanita hamil dengan kondisi seperti itu memiliki resiko besar.  Bisa jadi perjalanan panjang yang melelahkan dengan jalan yang sering berguncang guncang bisa berpengaruh buruk untuk kandungan ibuku.

Maka ayahku meminta agar menunggu hingga kandungan ibuku lebih kuat baru Ibuku dipulangkan ke Lampung untuk melahirkan. Maka setelah tujuh bulan kandungan Ibuku, Ayahku dengan berat hati memulangkan sementara Ibuku.

Perpisahan sementara antara Ayah dan ibuku karena kehamilan anak pertama yang kelak anak itu lahir sebagai seorang laki laki yang bernama Rushans Novaly.

Neneku Wafat Dalam Penantiannya

Ibuku diputuskan tinggal di rumah Nenek Hafiah, Ibu dari Ayahku. Karena Nenekku tinggal seorang diri di Pesisir barat. Nenekku sangat sayang dan ingin sekali  membantu merawat kehamilan Ibuku..

Ibuku bercerita , saking sayangnya dengan calon bayi dikandungan Ibuku. Nenekku  menyelipkan benda benda yang dipercaya bisa mengusir pengaruh jahat yang bisa mengganggu kandungan. Nenekku masih sangat percaya dengan mitos dan larangan larangan

Tapi karena rasa hormat kepada Nenekku, Ibuku tak banyak protes. Ibuku juga dilarang untuk bekerja yang membuatnya Lelah. Pekerjaan rumah tak banyak dikerjakan Ibuku.

Nenekku juga sudah mulai menyiapkan keperluan persalinan, bahkan baju baju bayi mulai dijahit. Kain kain juga disiapkan. Nenekku sangat berkeinginan menimang cucu pertamanya. Melihatnya lahir kedunia. Kegembiraan itu terpancar setiap hari.  

Nenekku sering bercerita dengan bangga kepada keluarga besarnya akan memiliki seorang cucu yang hebat. Bila ada tetangga yang menjenguk dirumahnya Nenekku akan bercerita tentang kandungan Ibuku.

 Nenekku adalah Wanita yang gemar bercerita, tentang masalalu hingga cerita tentang  keluarga besarnya. Cerita yang kadang sering diceritakan berulang ulang. Begitulah Nenekku. Hal yang biasa terjadi kepada orang tua.

Menjelang Lebaran Nenek sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Apalagi Ayahku juga akan pulang kampung menjenguk ibuku dan kandungannya. Banyak jenis makanan dibuat nenek. Makanan kering, Lemang Tapai, kacang tujin , dan makanan khas lebaran lainnya.

Saat itu masih shubuh , Nenekku sudah menyiapkan banyak makanan di rumah yang menurut ibuku sangat berlebihan. Mengingat mereka hanya tinggal bertiga di rumah. Namun Nenekku beralasan akan ada banyak tamu yang akan datang ke rumah.

Setelah sholat Ied , nenek menyuruh ibuku pulang lebih dulu ke rumah. Sementara Ia akan berkeliling ke rumah saudara saudara keluarga besarnya dengan menyewa becak. Hampir seharian Nenekku berkeliling menyambangi semua keluarga besar dan tetangganya.

Ibuku tak memiliki firasat apapun. Makanan dan minuman dalam jumlah banyak , perjalanan keliling yang dilakukan Nenekku. Dan sebuah pesan yang disampaikan Nenekku kepada Ibuku , nanti akan ada banyak tamu yang akan datang ke rumah dan nenekku secara khusus minta tamu tamunya dilayani dengan baik karena mungkin besok besok tak akan bertemu lagi.

Pada lebaran hari kedua, Nenekku wafat secara tiba tiba . Tak ada tanda tanda sakit , Nenekku meninggal dalam penantianya menunggu sang cucu tercintanya lahir.

Hampir seluruh orang di pesisir barat kaget dengan kematian Nenekku yang tiba tiba. Pelayat banyak berdatangan dari segala penjuru. Sanak saudara yang jauh dan dekat berdatangan. Apalagi saat itu masih suasana lebaran.

Ayahku sangat terpukul, saat lebaran kedua ia baru saja ziarah ke kuburan kakekku dan mendapat kabar kematian Nenekku yang mendadak. Maut memang misteri , tak ada yang menduga sama sekali. Ibuku menagis dan baru sadar dengan segala tingkah laku Nenekku beberapa hari ini.

Nenekku sudah memberi pertanda dengan menyiapkan banyak makanan dan minuman, menyampaikan pesan khusus dan meminta maaf kepada seluruh keluarga, sanak saudara yang ia kunjungi secara khusus pada hari lebaran pertama.

Nenekku meninggal dalam penantian menimang calon cucu kesayangannya  yang lahir pada 13 November 1975. Seorang cucu laki laki yang akan menuliskan kisah kisahnya. (Bersambung...)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun