Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Ayahku di Kampung Halaman (Autobiografi #4)

7 Juni 2023   22:37 Diperbarui: 7 Juni 2023   22:43 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini adalah sambungan dari artikel sebelumnya, disila baca disini

Setelah kakekku wafat, ayah kembali ke kampung dan mencari uang untuk menopang kehidupan keluarga. Sebagai anak semata wayang. Ayah mengambil peran tulang punggung keluarga

Lanjutan dari kisah sebelumnya

Menurut perkiraanku , Ayahku Kembali ke Lampung di tahun 1960 setelah hampir tiga tahun tinggal menumpang di rumah sang Kakak dan bersekolah di SMP Taman Siswa Kemayoran . Untuk Kembali ke Lampung di tahun 60-an hanya bisa melalui kapal penumpang dari Pelabuhan Tanjung Priuk.

Perjalanan memakan waktu  satu  hari penuh . Kapal juga tidak bisa merapat ke pelabuhan Krui yang kecil  dan akan dijemput oleh kapal kapal kecil. Turun dari kapal besar ke kapal kecil yang dibiasa disebut sekoci (sebuah istilah)  menurunkan muatan baik orang dan barang. Kalau sedang angin kencang atau ombak besar proses menurunkan bisa beresiko besar

Karena jalan darat belum tersedia , jadi hanya mengandalkan jalur laut saja.setelah ada jalur darat maka jalur laut ditiadakan. Padahal menurut ayahku, lebih enak menggunakan jalur laut hanya tantangannya Ketika turun di Pelabuhan Krui.

Setelah kembali di kampung halaman praktis ayahku tidak memiliki pekerjaan. Sekolahpun putus karena ia tak memiliki ijazah tanda lulus dari jenjang SMP. Selain itu sekolah jenjang SMA di pesisir barat berjarak cukup jauh.

Sementara Ayahku harus menjadi tulang punggung keluarga. Menghidupi Sang Ibunda. Sebagai anak tunggal ia harus bertanggung jawab. Pekerjaan di kampung tentu tak banyak pilihan. Rumah ayahku saat itu berada tak jauh dari Pelabuhan. Hanya berjarak kurang dari 100 meter.. Sekarang rumah itu sudah dijual dan berubah menjadi sebuah Gudang.

Ayah Menjadi Nelayan

Menjadi nelayan akhirnya menjadi pilihan hidup seorang remaja berusia 15 tahun. Tentu proses menjadi nelayan bukan perkara mudah. Kapal  ayahku tak punya, jadi harus menjadi kenek (orang yang membantu seorang nelayan) . Tugasnya tentu menjadi orang yang disuruh suruh selama di kapal ataupun setelah sampai ke Pelabuhan.

Untuk menangkap ikan di lautan lepas , nelayan menyiapkan diri sejak sore hari dan berangkat menjelang senja , malam adalah waktu bekerja menangkap ikan. Jangan bayangkan peralatan menangkap yang canggih. Semuanya manual dengan alat sederhana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun