Indonesia saat ini yang  jauh dari harapan para founding fathers menjadi fokus diskusi ,berbagai permasalahan seperti  tingkat kemiskinan yang masih tinggi, korupsi yang merajalela, kesenjangan yang terus menganga, mutu Pendidikan yang tidak merata, hukum yang dilecehkan, dan keadilan yang tak bisa dinikmati semua anak bangsa.
Kerisauan dan kegalaun akan keadaanGagas RI menjadi salah satu ruang diskusi menarik. KG Media melalui Kompas TV nampaknya sadar akan problem bangsa yang harus diurai. Urun rembuk dari para cendikiawan, akademisi hingga wakil birokrat coba dihadirkan.
Gagas RI mungkin tak akan menyelesaikan masalah bangsa secara seketika seperti makan cabai. Tapi Ruang diskusi dengan isu isu pinggiran meminjam istilah Budiman Tanurejo untuk didesakkan ke ruang publik . Sehingga publik akan menjadi aware dan menjadi isu publik dan  bersama sama secara kolektif untuk duduk berdiskusi dan berkomitmen untuk melakukan koreksi.
Dalam episode 3, Gagas RI mengambil tema Ekonomi, Keadilan dan Kemanusiaan. Buya Haidar Nasir , selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah hadir sebagai narasumber. Hadir pula tiga Panelis , Mutia Ganie sosiolog organisasi dan pembangunan , Hendri Saparini ekonom senior sekaligus pendiri CORE Indonesia dan Arif Budimanta staf khusus Presiden bidang ekonomi.
Dalam pengantarnya  Buya Haedar Nashir memberikan banyak  permasalahan bangsa yang terus membelit dan akan menjadi beban bangsa bila tidak bersama sama duduk untuk mendiskusikan secara terbuka dan jujur.Buya menyoroti secara khusus oligarki yang telah merambah dari ekonomi ke ranah politik dan mempunyai peran dalam menghasilkan produk undang undang.Bahkan mengalihkan arah ekonomi dan politik ke titik yang hanya menguntungkan segelintir kelompok tertentu.
Walau secara sangat halus Buya Haedar Nashir tak ingin saling menyalahkan dan lebih memilih untuk menyelesaikan secara santun dan  damai. Buya Haedar Nashir  memiliki pandangan bahwa bangsa ini akan banyak kehilangan momentum kebangkitan apabila tahun politik 2024 kita tak berusaha melakukan perbaikan.
Bahkan kita hanya mengeluarkan begitu besar dana dan tidak mendapatkan solusi dari permasalahan bangsa. Siapapun yang kelak memimpin bangsa ini akan menghadapi persoalan yang semakin berat.
Sukidi Mulyadi yang menjadi moderator pada Gagas RI mengambil kegelisahan seorang professor Amerika, penerima Nobel ekonomi  terhadap apa yang terjadi di Amerika Serikat. Kegelisahan akan tujuan bangsa yang berubah menjadi antitesa. Kerisauan ini dirasakan juga Buya Haedar Nashir , tokoh bangsa ini merasakan ada hal yang harus dikoreksi.
Meutia Ganie dalam pemaparannya melihat permasalahan bangsa dari sisi sosiologi tak bisa diselesaikan hanya dengan mengambil bagian bagian kecil yang malah tak menyentuh esensi. Menurut data Bank Dunia 40% penduduk Indonesia masuk dalam kerentanan. Itu menunjukkan persoalan bangsa sudah dalam taraf yang berat. Penyelesaiannya tak bisa dilakukan hanya mengambil sisi sisi tertentu saja. Metia Ganie mempertanyakan peran kehadiran negara dalam problem bangsa. Negara harus hadir mengambil peran besar.
Negara yang diwakili pemerintah harus hadir dan tak boleh tinggal diam. Penanganan UMKM yang 97% memiliki kontribusi pendapatan nasional harus dilakukan secara komprehensif, tak hanya bicara bantuan bantuan sosial yang sifatnya parsial.
Hendri Saparini lebih lugas lagi memaparkan kegelisahannya terhadap liberalisasi yang semakin mengkhawatirkan. Liberalisasi masuk disemua sisi kehidupan. Ekonom Senior ini memberikan paparan di bidang liberalisasi didunia kerja, yang menghilangkan kesempatan calon pekerja dengan kompetisi. Di Indonesia lulusan pendidikan rendah masih sangat tinggi. Mereka seharusnya mendapatkan akses pekerjaan sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.
Hendri Saparini melihat permasalahan bangsa harus tidak dilihat hanya di pasal 33 tapi lengkap melalui 6 pasal di UUD 1945. Kewajiban negara yang diwakili pemerintahan harus memenuhi hak terhadap apa yang diamanatkan konstitusi. Seperi pasal 23 ayat 1 : Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Di pasal  ini dengan gamblang konstitusi mengamanatkan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat dan bukan untuk kemakmuran pejabat negara atau penyelenggara negara. Hendri Saparini bahkan berujar jangan sampai ada kalimat : Atas nama negara , aku foya foya , atas nama negara aku kaya raya.
Liberalisasi juga terjadi disektor Pendidikan, dimana menurut Hendri Saparini banyak anak bangsa hanya mendapatkan pendidikan ala kadarnya karena mereka tak bisa masuk ke lembaga pendidikan yang layak karena sekali lagi sebuah : Kompetisi.
Permasalahan Oligarki yang disampaikan secara halus dan santun oleh Buya Haedar Nashir bisa terdengar sangat dalam. Bisa jadi apa yang terjadi jauh lebih kompleks.
Gagas RI memang ruang diskusi dalam memaparkan permasalahan bangsa. Isu isu yang harusnya menjadi isu public yang akan mendesak semua pihak untuk mengambil aksi. Dalam konstruksi berpikir , permasalahan yang terjadi dibangsa ini adalah buah dari perjalanan bangsa. Oligarki mungkin sudah muncul dan subur sejak orde baru, namun membiarkannya hingga terus tumbuh diera partisipasi yang telah dibuka adalah cela .
Seluruh stake holder bangsa harus berkomitmen serius, Penyelenggara negara, pengawas negara, pembuat aturan negara, media massa, akademisi, cendiakawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, pengusaha, mahasiswa, hingga masyarakat umum harus bersinergi dalam koreksi nasional.
Bersama sama mengambil peran nyata, jujur, terbuka dan transparan untuk mengakui bila ada hal yang salah dan keliru. Memang tak mudah , bahkan hampir mustahil tapi  harapan itu masih ada. Bukankan bila esok langit akan runtuh sekalipun , tak pantas kita berputus harapan. Satu Langkah perbaikan akan lebih baik dari sejuta keluhan yang dilontarkan.
Jangan sampai kita berhenti dalam wacana, masalah ekonomi, keadilan dan kemanusian yang belum dinikmati seluruh anak bangsa. Tak ada kata putus asa, semua harus merasa, bila bangsa ini masih punya kebesaran jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H