Selanjutnya E-Perpus, atau perpus digital berbasis aplikasi yang pengelolaannya seperti perpustakan pada umumnya. Dimana didalam aplikasi sudah disiapkan daftar buku yang tersedia berikut statusnya yang masih tersedia maupun yang sudah dipinjam baca oleh pengunjung di aplikasi tersebut.
Selanjutnya E-Arsip, aplikasi surat menyurat PKS yang bisa diakses secara cepat.
Selanjutya adalah E-iuran. Aplikasi yang disediakan untuk pelaporan keuangan dan infaq anggota oleh PKS yang status notifikasinya terhubung ke bendahara disemua jenjang struktur.
Dan bahkan disiapkan satu aplikasi pengaduan utk masyarakat dengan berbasis foto dan menandai lokasi yang butuh dilayani dan diadvokasi oleh pejabat publik PKS.
Ini adalah sederet inovasi yang disiapkan dan harapannya semua kader PKS dimanapun bisa langsung menyesuaikan diri dengan transformasi yang digagas terlebih dahulu oleh pengurus di tingkat pusat.
Kolaborasi itu bekalnya adalah kokoh diri dan luas bergaul. Ini juga tantangan internal yang cukup serius, dimana barangkali masih ada stigma ekslusif tadi. Tetapi diusianya yang mulai beranjak dewasa, PKS berikut kader-kadernya sudah cukup mahfum memposisikan diri.
Kolaborasi ini kunci utama untuk mengantarkan PKS pada cita-cita besarnya. PKS sangat menyadari bahwa visi besar yang hari ini diemban tidak bisa dituntaskan sendiri, harus dengan kerja-kerja kolaborasi antara anggota, struktur partai disemua jenjang, dan anggota dewan sebagai etalase partai, serta dengan pihak luar yang se-visi dalam membangun Idonesia.
Kita boleh beda warna baju tetapi dalam visi kebangsaan dan keummatan kita mesti bergandeng tangan. Kita boleh saja berbeda partai politik dan warna organisasi tetapi dalam visi membangun Indonesia kita harus menghilangkan sekat apapun itu.
Sebagai contoh, Soekarno dan Hatta memiliki ketidaksamaan pemikiran dalam mengelola negara. Mereka sempat berpisah karena perbedaan pandangan politik, tetapi bukan karena masalah pribadi. Hal itu juga tidak sampai membuat hubungan pribadi antar keduanya terganggu, meski suhu politik sedang tinggi ketika itu.
Salah satu bukti yang bisa kita lihat juga adalah ketika Hatta terkena stroke, Soekarno lah yang mendesaknya untuk berobat ke Swedia dengan biaya yang ditanggung oleh negara.
Kita juga tau yang dikatakan oleh Imam Syafi'I "Pendapatku benar, tapi memiliki kemungkinan untuk salah. Sementara pendapat orang lain salah, tapi memiliki kemungkinan untuk benar,".