Tiga tahun rumah perjuangan ini pintunya terkunci, lampunya mati, gelap gulita seperti rumah hantu.
Tak berpenghuni. Setiap orang nyaris tak berani mendekat, dia telah tumbuh menjadi momok dalam akar pikiran setiap mereka.
Kita semua terdiam lama, seperti meratapi kesalahan yg kita sadari tapi kita abai.
Bayangan keemasan itu seperti terkubur dihadapan mata kita bersama.
Dia seperti terkubur dalam-dalam. Rumah perjuangan kita telah ditinggalkan.
Sejarah gerakan kita kelam. Dan disebelah sana ada mereka yg merayakan kekelaman cerita yg sedang kita gores.
3 tahun pula kita merawat mimpi-mimpi itu di warung-warung kopi.
Mimpi yg kita ramu dalam kegalauan komunal yang mengisi gelas-gelas kopi kita.
Tapi kita tidak pernah bertemu kebosanan. Seperti ada saja pemantik buat kita memelihara tradisi.
Hingga saat ini ide-ide yg telah bercampur dengan kopi hitam kita menjadi jalan kita menghubungkan titik demi titik sejarah.
Pergulatan kita yang menembus siang dan malam di sosial media, membangunkan kita bahwa tidur panjang ini harus diakhiri.
Ide-ide kita tidak bisa dibiarkan terdiam lama. Dia harus dialirkan, supaya sumbat proses ini memproduksi rijal-rijal di zaman ini.
Kita sadar bahwa tidak boleh ada satu generasipun yang memonopoli, apalagi semakin kokoh dengan status quo.
Dia harus berganti dengan generasi-generasi yg lain, karena setiap zaman diciptakan dengan rijalnya masing-masing.
Itulah pemantik yang mempertemukan kita semua dalam dialog panjang tentang mimpi yg masih berserakan ini.
Dan kita akan memulai semuanya dari sini.
Sebelum langkah ini kita ayun, kita perlu sadar bahwa medan kata-kata tidak lebih baik dari medan aksi.
Kita harus bergulat di dalam arena perjuangan yang sesungguhnya.
Dan hampir sehari kita meramu itu semua dalam penerjemahan sederhana dari cita-cita besar kita tentang rumah perjuangan ini.
Kita sepakat kita tidak ingin melahirkan proses karbitan yang instan, yang mungkin akan mencekik sejarah kita.
Kita ingin langkah pelan tapi pasti.
Kita ingin langkah yang terpetakan, dan itu lahir dari kesadaran kita semua tentang jalan ini.
Dan itu semua butuh nafas panjang. Sehingga butuh kesabaran kita mengatur nafas kita hingga keberhasilan dakwah kita genggam kuat.
Karena butuh nafas panjang, pasti buat kita menuai banyak amal.
Karena butuh nafas panjang pasti lahirkan kita jadi orang-orang yang belajar.
Karena butuh nafas panjang pasti lahirkan kita jadi orang-orang yang sabar.
Karena butuh nafas panjang pasti akan buat kita terproses menjadi otak sekaligus pelaku jalan yg kita pilih ini.
Semoga sketsa cita-cita itu tercipta dari kesabaran kita berjuang.
Semoga suatu saat cerita ini akan jadi penyambung sejarah dimasa esok.
Dan semoga semua ini jadikan kita khairu ummah, dan jadikan kita sebagai calon kuat penghuni jannahnya. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H