Mohon tunggu...
Nova Ermawati
Nova Ermawati Mohon Tunggu... Apoteker - Guru, Apoteker, Mahasiswa S2 USD Yk

seseorang yang masih terus belajar...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pharmaceutical E-Commerce di Indonesia: Keuntungan, Risiko, dan Kesadaran Masyarakat

14 Juni 2022   22:57 Diperbarui: 16 Juni 2022   14:16 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obat. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Lalu, kalau demikian apakah boleh membeli antibiotik, atau obat lain yang memiliki tanda K dalam lingkaran berwarna merah tersebut, secara bebas, tanpa batasan jumlah secara online? 

Tentu saja tidak boleh seperti itu. Pembelian obat keras selain jenis obat yang dilarang peredarannya secara online, tetap harus disertai dengan upload resep asli dari dokter. 

Sebagai contoh dalam salah satu platform market place milik anak bangsa, telah membuat aturan pembelian antibiotik dan beberapa obat keras dengan syarat mengupload resep. 

Lalu, lebih jauh lagi, mengapa kok harus ada peraturan yang terasa membebani seperti itu ya? Mengapa jika pharmaceutical e-commerce itu bisa meningkatkan keterjangkauan ke seluruh wilayah di Indonesia, lalu mengapa kebebasan ini harus dibelenggu oleh aturan-aturan tersebut? 

Padahal semestinya e-commerce ini bisa menjadi sarana yang sangat menguntungkan. Menguntungkan bagi penjualnya, juga bagi pembelinya. Kan jadinya sama-sama untung, sama-sama senang? Lalu kenapa ada aturan larangan peredaran obat-obat di atas secara online?

Jawaban dari pertanyaan di atas kiranya adalah usaha dari Pemerintah, dalam hal ini BPOM, untuk melindungi keselamatan konsumen yaitu masyarakat Indonesia itu sendiri. Legalitas dari obat yang diedarkan secara daring melalui digital market place, tidak seluruhnya dapat terjamin. 

Obat palsu, obat substandard, obat ilegal bisa saja dengan bebas beredar melalui daring, karena pengawasannya tidak semudah mengawasi obat yang dijual di apotek secara langsung. 

Risiko yang timbul dari obat-obat tersebut pastinya cukup berbahaya apalagi jika diminum jangka panjang. Mengkonsumsi obat palsu dengan zat aktif yang tidak diketahui isinya secara pasti, sudah tentu tidak akan menyembuhkan pasien yang mengkonsumsinya. 

Belum lagi efek-efek negatif yang bisa mengancam jiwa dari si pasien. Demikian juga dengan obat substandard (obat yang kandungannya sama/sesuai, namun jumlahnya jauh lebih kecil), yang akhirnya outcome terapi juga tidak akan tercapai. 

Lalu, apalagi risiko-risiko yang bisa terjadi dari pembelian obat keras secara bebas, tanpa batasan jumlah dan tanpa disertai resep dokter? Tentunya risiko efek samping bisa dirasakan oleh pasien, dan ini tergantung pada jenis obatnya. 

Sebut saja penggunaan antibiotik secara serampangan, dapat menimbulkan risiko resistensi antibiotik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun