Mohon tunggu...
Nova Elfrida
Nova Elfrida Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

suka matcha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Lari: Olahraga Beneran atau Cuma Buat Kasih Makan Media Sosial?

1 September 2024   15:15 Diperbarui: 1 September 2024   15:16 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Lari mungkin salah satu aktivitas fisik paling kuno yang masih populer sampai sekarang. Dari zaman nenek moyang kita hingga era digital ini, lari tetap jadi pilihan olahraga banyak orang. Tapi, di zaman serba digital ini, lari nggak cuma soal kebugaran atau biar jantung sehat. Sekarang, lari juga bisa jadi ajang buat pamer konten di media sosial. Jadi, lari masih murni buat olahraga, atau hanya jadi bahan konten story semata?

Buat banyak orang, lari itu simpel tapi manjur buat jaga badan tetap oke. Lari bikin jantung lebih kuat, dan juga membakar kalori. Nggak cuma itu, lari juga bikin otak tetap dingin buat lawan stres dan bikin suasana hati senang.

Lari dan Media Sosial: Antara Mencari Validasi dan Bikin Konten?

Di sisi lain, lari sekarang sering banget jadi bahan konten media sosial. Sejak Instagram, TikTok dan Strava merajalela, banyak yang lari bukan cuma buat kesehatan, tapi juga biar tetap bisa update progres lari di media sosial. Story lari jadi semacam bukti bahwa mereka aktif, produktif, dan punya gaya hidup sehat.

Tidak bisa dipungkiri, media sosial telah membawa lari ke level yang beda. Lari telah menjadi ajang pamer prestasi, dari jumlah kilometer yang ditempuh, catatan waktu, sampai dengan pemandangan yang bikin gimana mereka terlihat menarik di dunia maya.

Namun, di balik semua mewahnya, ada juga sisi gelap dari fenomena ini. Salah satu contohnya adalah munculnya tren "joki Strava." Joki Strava adalah orang-orang yang dibayar untuk berlari menggunakan akun Strava milik orang yang joki, demi meningkatkan statistik lari si pemilik akun. Biasanya, orang yang menggunakan jasa joki Strava ini agar terlihat lebih hebat di mata teman-teman atau komunitas lari mereka. Padahal nyatanya itu bukan hasil usaha mereka sendiri.

Maraknya Event Lari di Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami ledakan jumlah event lari, seperti fun run dan marathon. Event lari semakin populer di berbagai kota, tidak hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, bahkan di kota-kota kecil pun sudah sering diadakan acara lari dengan berbagai tema yang menarik.

Event-event ini menarik berbagai kalangan, dari yang memang sudah rutin berlari hingga mereka yang baru saja memulai. Yang menarik, banyak dari event ini yang menawarkan medali, kaos, hingga kesempatan untuk tampil di foto finish yang tentunya sangat Instagrammable. Di sinilah dunia lari dan media sosial semakin berbaur, di mana banyak peserta yang ikut event-event ini demi mendapatkan konten yang bisa dipamerkan di akun media sosial mereka.

Namun, dengan maraknya event lari ini, muncul juga fenomena lain, banyak orang yang lari bukan karena ingin mencapai kesehatan optimal, melainkan demi mendapatkan medali, foto, atau hanya sekedar ikut trend. Apakah ada yang salah? Tentu tidak, selama masih mengarah pada aktivitas yang positif. Tapi penting juga untuk diingat, bahwa lari memiliki banyak tujuan yaitu tentang kebugaran, ketahanan mental, dan kebahagiaan yang diraih dari setiap langkah.

Antara Asli atau Cuma Ikutan Tren?

Lalu, pertanyaannya, apakah lari hanya demi story atau statistik Strava itu kurang asli dibandingkan lari yang beneran buat olahraga? Keaslian nggak selalu ditentukan oleh alasan awal seseorang lari. Bahkan, ada yang mulai lari karena pengen konten, tapi lama-lama jadi beneran suka. Sebaliknya, ada juga yang awalnya lari buat kebugaran, tapi kemudian terjebak dalam permainan validasi sosial dan statistik yang palsu.

Ada seni tersendiri dalam menggabungkan keduanya. Berlari untuk kesehatan fisik, tapi nggak malu untuk share cerita, inspirasi, dan motivasi di medsos. Story lari nggak selalu berarti narsis, ini bisa jadi cara buat kasih semangat ke orang lain, bikin komunitas, dan merayakan pencapaian pribadi. Tapi penting untuk diingat bahwa kejujuran dalam setiap langkah lebih berharga daripada sekedar angka atau like di media sosial.

Pada akhirnya, mau lari buat olahraga beneran atau cuma demi story atau statistik palsu, semuanya balik lagi ke masing- masing individu. Lari adalah cerminan siapa kita, gimana kita ngelawan batas, ngerayain kemenangan, dan , share perjalanan itu ke dunia. Entah itu buat kesehatan, pencapaian pribadi, atau sekadar buat story, yang penting lari membawa kita makin deket sama versi terbaik dari diri kita sendiri. Tapi ingat, apapun tujuannya, kejujuran dalam setiap langkah adalah yang paling penting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun