Filosofi Sinoman
Mirip dengan gotong royong pada kerja bakti desa. Kali ini, sifatnya lebih menunjukkan kepada para pemuda yang tinggal di daerah pedesaan. Jika kita memiliki hajat acara seperti pernikahan, pengajian, doa bersama atau acara lainnya, tak perlu repot-repot menyewa catering dan tenaga pelayannya.
Di desa memiliki para pemuda yang siap membantu melayani para tamu undangan yang datang. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemuda desa itu disebut sebagai sinoman. Artinya, sekelompok pemuda yang membantu orang yang sedang mempunyai hajat sebagai pelayan tamu (terutama di pedesaan). Mereka dengan sigap membantu setiap waktu.Â
Sebagai contoh, pada saat aku menikah dengan berbagai rangkaian acara selama 3 (tiga) hari. Kebiasaan di desaku menggunakan sistem sumbangan. Di mana warga lain akan berdatangan ke rumahku untuk menyumbang uang atau bahan kebutuhan pokok lainnya.
Setiap orang yang datang, diberikan jamuan berupa makanan dan minuman sekadarnya sesuai kemampuan. Selanjutnya, tuan rumah juga menyediakan oleh-oleh bagi si penyumbang sebagai tanda terima kasih sudah menyumbang. Tidak mungkin bagi tuan rumah untuk melayani jamuan sendirian.Â
Di sinilah posisi sinoman diandalkan. Setiap pemuda desa akan standby untuk menyiapkan jamuan kepada para tamu yang datang. Para tamu secara tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi apakah akan datang di saat pagi, siang, sore atau malam. Maka dari itu sinoman akan selalu standby jaga sejak pagi hingga malam.
Tentunya dengan menggunakan sistem shift, dibagi per waktu pagi, siang, sore, dan malam. Kemudian sebagai tanda terima kasihnya, sinoman akan diberikan makanan dan minuman secara bebas. Begitu seterusnya sampai acara nikahan itu selesai.Â
Sinoman bisa saja tidak melakukan pekerjaan dengan baik atau mangkir dari kebiasaan desa. Namun itu semua tak terjadi dan jika memang ada acara lain mereka cari pengganti untuk membantu acara hajatan.
Di sini jelas sekali mengandung nilai-nilai luhur seperti keikhlasan membantu, toleransi, kerja sama yang akan meningkatkan rasa kekeluargaan yang tinggi.Â
Jika orang lain punya hajat, aku pun juga demikian, ikut membantu sebagai sinoman. Jadi selamanya akan mengalir kebaikan yang kita tebarkan.
Membentuk karakter untuk menjadi orang yang semakin berlomba-lomba dalam kebaikan, kita jadi punya karakter untuk bermanfaat bagi orang lain. Bukannya itu luar biasa? Hal ini jarang aku temui selama hidup di perkotaan yang syarat akan kesibukan duniawi.
Secara garis besar, pedesaan mengingatkan kita tentang segala hal kehidupan. Kehidupan yang nyaman, aman, dan juga berarti kepada masyarakat. Mengingatkan pula untuk menjadi manusia yang seutuhnya.