Setelah menemukan isu apa yang akan diangkat, perlu adanya rancangan sasaran  dan  strategi  yang  matang.  Penting  untuk  diingat  bahwa  tujuan  akhir adalah pembatas  untuk  kegiatan perencanaan  advokasi  dari  sasaran  yang berlebihan atau memperlakukan advokasi sebagai  alat  revolusi.  Sebab, advokasi tetap saja bukanlah gerakan yang menggunakan cara-cara kasar, namun melalui jalur, wadah dan proses demokrasi perwakilan yang ada. Maka, advokasi bukan revolusi fisik apalagi perlawanan senjata. Pada intinya, sasaran dan strategi sendiri bersifat fleksibel,  artinya  dapat  dirancang  oleh  siapapun,  kapanpun  dan dimanapun.
Kemudian melalui proses riset terapan, advokator mengolah data dan  hasil yang  ada  dengan  mengambil  manfaat  praktis  selama  masih  mendukung perlawanan terhadap isu yang sedang diusung. Kerja-kerja advokasi yang telah disebutkan sebelumya pada dasarnya sudah  cukup  menyita  waktu,  tenaga, pikiran dan dana. Dalam hal inilah penggalangan sekutu dan sistem pendukung menjadi sangat vital dalam setiap kegiatan advokasi.
Masuk  kepada  inti semangat  advokasi  yaitu  partisipasi  rakyat  awam dalam proses-proses pembentukkan kebijakan  publik dapat disalurkan melalui pembentukkan rancangan tanding. Ini mulai masuk ke  dalam  bagian  teknis  atau bentuk kegiatan advokasi yang sesungguhnya. Ini bagian pertama.
Pada bagian kedua dari teknis adalah bagaimana para advokator mampu mempengaruhi pembuat  kebijakan,  dua  posisi  dalam  hal  ini  adalah  para  politisi dan aparat birokrasi pemerintahan sebagai pembuat dan pelaksana resmi kebijakan publik.  Maka,  berlangsunglah  kegiatan-kegiatan  lobi,  negoisasi,  mediasi, kolaborasi, dan lain sebagainya.
Diantara cara tersebut, Mansour Fakih dan kedua kawannya menganggap bahwa kegiatan lobi adalah cara yang paling efektif. Hal ini bisa dilakukan secara langsung seperti:  pendekatan pribadi, percakapan telepon, surat pribadi ke beberapa orang secara terpisah,  surat  terbuka,  pesan  elektronik, membuat pernyataan  maupun  tidak  langsung, seperti:  kampanye  media  massa,  melalui ormas, minta bantuan profesional, melalui partai politik, unjuk rasa massa, hingga membuat partai politik sendiri.
Jika proses legislasi-yurisdiksi (rancangan tanding) dan proses birokrasi (mempengaruhi pembuat kebijakan) bermain  langsung  di  arena  kekuasaan  hukum dan politik, maka proses ketiganya adalah sosialisasi dan mobilisasi yang dilakukan  ditengah-tengah  masyarakat.  Pada  jalur  ini,  bentuknya  akan  lebih beragam dan majemuk. Pada buku  ini tidak dijelaskan secara komprehensif tentang bagaimana bentuk dari kegiatan sosialisasi dan mobilisasi tersebut. Hanya, dipusatkan pada dua kegiatan utama, yaitu pembentukkan pendapat umum dan pengorganisasian basis gerakan dan massa.
Merujuk kepada sejarah, ancaman  terbesar  dari  kegiatan  advokasi, khususnya yang dilakukan  oleh  mahasiswa,  adalah  ketiadaan  basis  gerakan organisasi di masyarakat. Maka sering timbul pertanyaan tentang apa yang mereka perjuangkan atau mengatasnamakan isu sosial untuk keuntungan golongan?
Utamanya terjadi pada masa otoriter Soeharto pada Orde Baru. Begitu banyak Mahasiswa yang bergerak atas nama nuraninya sebagai 'rakyat'.  Namun dengan kecanggihan yang ada saat  ini  tidaklah  dapat  menjadi  alasan  bagi Mahasiswa untuk tak membangun basis ini.
Bagian  dalam  buku  ini  memusatkan  pembahasan  pada  pengembangan basis massa dari  gerakan  advokasi seperti pengorganisasian rakyat, pendidikan dan penyadaran, sebagai bagian terpenting dari proses sosialisasi dan mobilisasi tersebut. Setelah ketiga proses  tersebut  dijalankan,  perlu  dilakukan  pemantauan untuk  mengetahui  seberapa  efektifnya  rancangan strategi  ini  serta  bagaimana umpan balik dari pembuat kebijakan dan masyarakat.
Mansour Fakih mengkritik tentang adanya  kelemahan  sistem  umpan  balik yang dirasakan oleh ORNOP di Indonesia, sehingga masyarakat pun sulit menilai, apakah kebijakan yang ditetapkan berdasarkan hasil dari tuntutan advokasi atau memang sudah terencana sebelumnya. Perlu disadari bahwa kerja-kerja advokasi adalah  proses  yang  sangat dinamis, bahkan konjugtural mengikuti ritme dan gerak perubahan  yang  terjadi setiap saat sepanjang prosesnya. Rancangan advokasi pun bisa berubah  di  tengah jalan.
Pada bagian terakhir dari buku  ini, kita diwajibkan untuk melakukan evaluasi terhadap keseluruhan proses, isi dan pelatihan. Bentuk evaluasi yang ditekankan  pun  tidak  dengan  cara  konvensional  /menghakimi  pihak  tertentu, namun lebih kepada masukan 'umpan-balik' dalam  rangka  menyempurnakan proses advokasi di masa yang akan datang.