Â
  Perkawinan anak di Indonesia menjadi sangat krusial dan darurat. Perhatian dan kepedulian untuk mengatasi hal yang ditimbulkan perlu dilakukan.Berdasarkan data UNICEF Indonesia menempati sebagai negara dengan angka perkawinan anak urutan ke delapan di dunia.
Perkawinan anak adalah perkawinan yang dilakukan seorang /pasangan pada usia belum dewasa, dibawah 18 tahun.
Bila sebelumnya pada UU No 1/1974 batas minimal usia perempuan melaksanakan perkawinan adalah 16 tahun, pada amandemen UU Perkawinan disebutkan bahwa syarat usia minimal baik laki- laki maupun perempuan melangsungkan perkawinan pada usia 19 tahun. Inilah salah satu upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya perkawinan anak.
Dampak Perkawinan Anak
1. Meningkatnya anak yang putus sekolah.
Pendidikan sebagai landasan bagi proses tumbuh dan kembangnya seorang anak. Jika pada usia tersebut terpaksa harus menikah , maka mereka tidak akan memikirkan lagi tentang sekolahnya.
2. Kesehatan Fisik/mental dan Reproduksi
Anak perempuan yang terpaksa menikah, akan lebih merasakan resiko kesehatan baik segi fisik maupun mental. Ketidaksiapan perempuan untuk mengandung dan mengasuh anak, harus ia terima, sehingga berakibat pada kualitas kesehatan anak yang dilahirkan, seperti , Stunting
3. Munculnya para pekerja anak.
Adanya tuntutan untuk memenuhi kebutuhan oleh keluarga muda, memaksa munculnya pekerja anak. Bila terjadi hal demikian, maka keluarga muda ini rentan kemiskinan. Bahkan berpotensi terjadi kemiskinan antar-generasi. Â
4.Semakin bertambahnya Masalah Sosial.
Dengan ketidaksiapan dalam menjalani kehidupan keluarga , berpotensi memunculkan permasalahan seperti Kekerasan dalam rumah-tangga, perceraian, pelelantaran anak, tak menutup kemungkinan depresi mental.
  Dari bermacam dampak yang ditimbulkan oleh perkawinan anak tersebut, tentu menjadi perhatian untuk mencegah baik dari orang-tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.
Lantas, bagaimana upaya untuk mencegah atau menurunkan angka perkawinan anak?
 Ada beberapa hal yang bisa diupayakan antara lain;
Pertama , perlunya kesungguhan dari orang-tua dan keluarga untuk menuntaskan wajib belajar  12 tahun. Disini peran sekolah, organisasi siswa OSIS , teman sebaya diperlukan dalam kampanye pencegahan  terhadap perkawinan anak.