Mohon tunggu...
Noto Susanto
Noto Susanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Mahasiswa Universitas Siber Asia - Pembelajar Sepanjang Masa

Pencari informasi, mempelajarinya, mencernanya, mengkajinya, mendiskusikannya, mengujinya, dan mengimplementasikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Hipertensi Diusia Muda ?

16 April 2019   21:27 Diperbarui: 11 Mei 2019   03:49 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hipertensi terjadi diusia muda?, bukannya biasanya (umumnya) terjadi pada usia tua yah?”

Ini sebetulnya pertanyaan penulis setelah mendapati informasi tentang fakta terjadinya hipertensi pada usia muda, sedangkan pandangan awam termasuk saya, umumnya hipertensi biasanya terjadi diusia tua. Melalui artikel kali ini penulis akan mencoba menggali dari berbagai sumber literasi, sebagai bagian dari usaha  menambah wawasan diri dibidang kesehatan khususnya.

Faktanya perkembangan zaman seiring juga dengan perkembangan gaya hidup manusianya. Saling terhubung dan terkait dalam berbagai bidang peradaban kehidupan manusia dengan waktu dan ruangnya. Salah satunya gaya hidup atau pola hidup yang mempengaruhi bidang kesehatan manusia. Pengaruh itu  bisa dalam bentuk positif maupun negatif. Untuk pengaruh positif tentunya itu bagus dan perlu dikembangkan misalnya dalam pelayanan kesehatan yang didukung dengan teknologi terkini dan metode penyembuhan yang menggunakan kompetensi hasil riset yang paling baru. Namun demikian dampak negatif tak bisa terelakan juga, salah satunya munculnya banyak penyakit yang sebelumnya tidak begitu muncul sekarang angka kejadiannya jadi meningkat. Lebih khusus dalam artikel ini akan mengerucut mengulas salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yakni hipertensi pada usia muda.

Hipertensi (HTN) [1] atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah. Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut (diastole). Tekanan darah normal pada saat istirahat adalah dalam kisaran sistolik (bacaan atas) 100–140 mmHg dan diastolik (bacaan bawah) 60–90 mmHg. Tekanan darah tinggi terjadi bila terus-menerus berada pada 140/90 mmHg atau lebih. Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi sekunder. Sekitar 90–95% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas. Kondisi lain yang mempengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin menyebabkan 5-10% kasus lainnya (hipertensi sekunder). Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk stroke, infark miokard (serangan jantung), gagal jantung, aneurisma arteri (misalnya aneurisma aorta), penyakit arteri perifer, dan penyebab penyakit ginjal kronik. Bahkan peningkatan sedang tekanan darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek.


Dalam buku yang diterbitkan oleh WHO yakni ICD 10 (International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision) hipertensi masuk dalam BAB IX Penyakit Sistem Peredaran/ Sirkulasi Darah (Chapter IX Diseases of the circulatory system (I00-I99)), tepatnya masuk blok I10-I15 Hypertensive diseases.[2] 

ICD 10 Online
ICD 10 Online

Hipertensi disebut sebagai si pembunuh senyap karena gejalanya sering tanpa keluhan. Biasanya, penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Satu-satunya cara untuk mencegahnya adalah cek tekanan darah. Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet tidak sehat, kurang konsumsi sayur dan buah, dan mengonsumsi garam berlebih.

Hipertensi merupakan penyebab paling umum terjadinya kardiovaskular dan merupakan masalah utama di negara maju maupun berkembang. Kardiovaskular juga menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum obat. Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.

Seperti di kutip dari halaman websitenya Kementerian Kesehatan RI [3], terungkap di Indonesia, berdasarkan dari Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 25,8%, prevalensi tertinggi terjadi di Bangka Belitung (30,%) dan yang terendah di Papua (16,8%). Sementara itu, data Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas) tahun 2016 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas sebesar 32,4%. Jika berdasarkan hasil Riskesdas 2018 terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit tidak menular. Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Tidak Menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur.

Sesuai dengan pandangan Menteri Kesehatan RI dalam media suara.com [4], dalam kesempatan beliau berbicara dengan pers, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengamini bahwa tingginya penyakit tidak menular ini berhubungan dengan perilaku yang dijalani masyarakat Indonesia. Menkes Nila mengatakan bahwa pola makan masyarakat Indonesia lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi gula dan garam yang memang enak di lidah. "Penyakit tidak menular meningkat karena terlalu enak makan. Kembali ke perilaku itu sebabnya diabetes naik, hipertensi naik, obesitas naik. Untuk mengubah perilaku, kita harus menggunakan pendekatan keluarga. Kita harus berikan edukasi untuk temukan penyakit agar bisa mendorong orang berobat sehingga keluarga menjadi sehat," tambah Menkes Nila.

Seperti dalam sumber literasi yang saya coba baca di webMd [5] dalam Laporan Ketujuh Komite Bersama Nasional tentang Pencegahan, Deteksi, Evaluasi, dan Pengobatan Tekanan Darah Tinggi (Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure disingkat JNC7) pedoman mengkategorikan hipertensi sebagai berikut:

  • Normal. Kurang dari 120/80
  • Tinggi. 120-129 / di bawah 80
  • Hipertensi. 130/80
  • Hipertensi tahap 2. 140/90

Hipertensi, atau tekanan darah tinggi (High Blood Pressure), terjadi ketika pengukuran sistolik 130 atau lebih tinggi atau pengukuran diastolik 80 atau lebih tinggi. Namun, pada sebagian besar orang, mengendalikan hipertensi sistolik merupakan faktor risiko penyakit jantung yang lebih penting daripada tekanan darah diastolik (kecuali pada orang muda di bawah usia 50 tahun).

Ada dua jenis hipertensi : esensial, yang menyumbang 90% hingga 95% kasus, dan sekunder. Penyebab hipertensi esensial tidak diketahui, meskipun faktor gaya hidup seperti obesitas, gaya hidup tidak aktif, dan konsumsi alkohol atau garam berlebihan berkontribusi terhadap kondisi tersebut. Pada hipertensi sekunder, penyebabnya mungkin penyakit ginjal; ketidakseimbangan hormon; atau obat-obatan, termasuk kokain atau alkohol.

Masih menurut JNC7, setengah dari populasi orang dewasa adalah prehipertensi atau hipertensi, dan karena tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia, sebagian besar orang akan menjadi hipertensi jika mereka hidup cukup lama. Bagaimana Pria Muda vs Pria Tua Dengan Tekanan Darah Tinggi. Pria yang lebih muda dengan tekanan darah tinggi biasanya memiliki tekanan diastolik yang tinggi sedangkan pria yang lebih tua memiliki tekanan sistolik yang tinggi. "Pada pria muda, tekanan diastolik naik karena jantung memompa lebih keras," kata Lackland. Pada pria yang lebih tua, tekanan sistolik naik dan menegang arteri.

Bagian dari masalah dengan pria muda adalah peningkatan massa tubuh. Sepuluh tahun yang lalu kita tidak akan melihat hipertensi pada remaja dan 20-an, tapi sekarang ini meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat obesitas. Kami melihat peningkatan khususnya di Afrika- Pria Amerika, tetapi ini memengaruhi pria dari semua ras. Lackland, yang adalah profesor epidemiologi dan kedokteran di Medical University of South Carolina di Charleston, mengatakan bahwa seperti halnya pria yang lebih tua, perawatan untuk pria yang lebih muda mengikuti pedoman JNC7 untuk perubahan gaya hidup dan obat-obatan. JNC7 merekomendasikan modifikasi gaya hidup berikut untuk orang dengan prehipertensi dan juga hipertensi : Penurunan berat badan. Pertahankan berat badan normal dengan target indeks massa tubuh (BMI) 18,5 hingga 24,9.

Selain itu, menurut data BPJS Kesehatan yang ada di Indonesia, biaya pelayanan hipertensi mengalami peningkatan setiap tahunnya, yakni Rp. 2,8 triliun pada 2014, Rp. 3,8 triliun pada 2015, dan Rp. 4,2 triliun pada 2016. Untuk mengendalikannya, Pemerintah melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Harapannya, seluruh komponen bangsa dengan sadar mau membudayakan perilaku hidup sehat dimulai dari keluarga. Germas dilakukan dengan melakukan aktifitas fisik, menerapkan perilaku hidup sehat, konsumsi pangan sehat dan bergizi, melakukan pencegahan dan deteksi dini penyakit, meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lebih baik, dan meningkatkan edukasi hidup sehat.

Bertepatan artikel  ini dibuat di bulan Mei dimana ada hari peringatan Hari Hipertensi Sedunia, yakni pada tanggal 17 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Hipertensi Sedunia atau World Hypertension Day (WHD). Hari Hipertensi Sedunia pertama kali dipublikasi pada tahun 2005 lalu kemudian secara rutinnya setiap tahun diperingati agar bisa meningkatkan kesadaran masyarakat terkait hipertensi. Meningkatkan kesadaran ini sangat penting untuk bisa mencegah dan mengendalikan hipertensi diseluruh dunia.

Seperti dikutip dari bidang terkait promosi kesehatan Kemenkes RI [6] mari kita semua dihimbau agar melakukan deteksi dini hipertensi secara teratur. Selain itu juga menerapkan pola hidup sehat dengan perilaku CERDIK yang mana merupakan akronim dari : Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dan seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kelola stres, agar kita bisa terhindar dari masalah kesehatan yakni hipertensi, karena tidak menutup kemungkinan diusia muda pun bisa mengalami hipertensi, jadi mari kita jaga kesehatan “guys” salam sehat. (noto).

 Sumber :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun