Ia merupakan suatu kekuatan hebat yang menandai kuatnya nasionalitas. Letak keotentikan tersebut tercatat pada satu fakta bahwa dalam menjangkau dan membangun nasionalisme, bahasa Indonesia lahir dari sebuah bahasa yang dipilih, dibangun dalam dan oleh proses-proses bangsa sendiri, bukan dari bahasa Belanda yang merupakan legasi kolonial. Dengan berpijak pada proses historis ini, akan hadir suatu perasaan yang disebut Fishman sebagai identifikasi diri yang kontrastif[9]---suatu perasaan bahwa sebagai warga nasionalitas, masyarakat bahasa Indonesia akan menyatukan dan mengidentifikasi diri sebagai masyarakat bahasa yang sama, yang pada akhirnya, bermuara pada kebanggaan.
 Pada akhirnya, yang perlu dilakukan adalah bagaimana membawa serta bahasa Indonesia ke arah yang substansial. Merawat bahasa yang lahir dari "Melayu Revolusioner" ini tidak semata dan sebatas pada aspek-aspek teknis. Kalau pun legalitas-formalitas menjadi modal untuk merawat bahasa, kebanggaan berbahasa adalah urgensi utama yang harus ditunaikan oleh negara.Â
Kebijakan bahasa tidak mungkin hanya menyasar penggunaannya di istana oleh para pejabat sebagai pasar linguistik. Akan tetapi, kebijakan itu harus menimbang lebih jauh untuk menumbuhkembangkan kebanggaan berbahasa. Sikap-sikap berbahasa, yang diikuti oleh kesadaran otentisitas bahasa Indonesia, membawa masyarakat bahasa pada suatu muara kebanggaan terhadap bahasa mereka sendiri. Sebab, di tengah gelombang yang kencang menghantam, hanya dengan kebanggaan itulah, kita merawat bahasa, untuk menyemai masa depan.***
Tulisan ini merupakan juara pertama dalam Festival Sastra, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, 2021.Â
Â
Daftar Pustaka
[1]Sneddon, James N. 2003. The Indonesian Language: Its History and Role in Modern Society. Sydney: UNSW Press.
[2]Sumarsono. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA (Lembaga Studi Agama, Budaya dan
 Perdamaian) dan Pustaka Pelajar.
[3]Anderson, Benedict R.O'C. 2000. Kuasa Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia. Yogyakarta: Mata Bangsa.
[4] Jalal, M. 2001. "Nasionalisme Bahasa Indonesia dan Kompleksitas Persoalan Sosial dan Politik," Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Tahun XIV, Nomor 1: 81 -92.
[5] Salam, Aprinus. 2010. "Bahasa Indonesia, Perubahan Sosial, dan Masa Depan Bangsa." Humaniora, 22(3): 266-272.